Gerhana bulan merah indikator polusi udara
8 Oktober 2014 23:05 WIB
ilustrasi Fenomena Supermoon Fenomena Supermoon di langit kota Jakarta terlihat terang dan besar, Minggu (10/8). Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyatakan fenomena supermoon terjadi saat jarak bumi dan bulan menjadi lebih dekat yakni 357 ribu kilometer dibandingkan jarak biasanya yakni 384 ribu kilometer. (ANTARA FOTO/Teresia May/pd/14) ()
Jakarta (ANTARA News) - Warna merah pada bulan yang sedang mengalami proses gerhana bisa menjadi indikator kualitas udara di suatu kota, kata seorang pengamat.
Astronom sekaligus narator Planetarium dan Observatorium Jakarta, Cecep Nurwendaya di Jakarta, Rabu mengatakan, merah tidaknya warna gerhana bulan tergantung kepada tingkat polusi udara suatu kota.
"Semakin kotor polusi di tempat kita, maka semakin indah warna gerhana," kata Cecep ketika jumpa pers.
Warna gerhana bulan akan semakin merah jika tingkat polusi suatu kota itu tinggi. "Jadi jangan bangga (jika melihat gerhana bulan merah), seharusnya kita sedih," canda Cecep.
Sementara di daerah yang polusi udaranya lebih rendah, warna gerhana bulan akan lebih cenderung kekuningan, kata Cecep, yang pernah menjadi asisten peneliti di Observatorium Bosscha, Lembang tersebut.
Warna merah ditimbulkan karena polusi terdiri dari gas dan debu yang mempunyai sifat dan ciri khas memerahkan cahaya (reddening).
Peristiwa tersebut serupa dengan ketika terbenamnya matahari dan ketika terjadi letusan gunung berapi, abu dari gunung berapi itu menutup langit dan akan "memerahkan" matahari, kata Cecep.
Gerhana bulan total yang termasuk langka, --disebut Gerhana Bulan Tetrad--, menghiasi langit Indonesia pada Rabu petang pukul 15:15:33 WIB hingga 20:33:43 WIB.
Peristiwa gerhana bulan total tersebut bisa disaksikan oleh semua pengamat di wilayah Indonesia, namun di wilayah Jakarta, tahapan gerhana dapat dilihat mulai saat bulan terbit di ufuk Timur sekitar pukul 17:42:48 WIB.
"Ketika itu bulan sudah pada kondisi gerhana bulan total ditandai dengan warnanya yang merah tembaga," kata Cecep.
Gerhana bulan total berlangsung selama 58 menit dan 50 detik dengan awal gerhana bulan total terjadi pada 17:25:10 sedangkan akhir gerhana total pada 18:24:00 WIB.
Namun demikian hingga pukul 18:30 WIB langit Jakarta tertutup awan sehingga menyulitkan pengamatan terhadap gerhana bulan.
Pada kesempatan tersebut, Planetarium dan Observatorium Jakarta menyiapkan sejumlah teleskop bagi siswa dan guru yang berkeinginan untuk melihat langsung peristiwa gerhana bulan tersebut.
Menurut peta gerhana bulan total dari Planetarium dan Observatorium Jakarta, gerhana bulan dapat diamati juga di wilayah Asia Timur, Australia, Lautan Pasifik dan sebagian wilayah Amerika.
Salah satu keistimewaan gerhana bulan pada Rabu 8 Oktober 2014 adalah gerhana bulan tersebut merupakan bagian dari untaian empat gerhana bulan total yang berurutan. "Ini adalah rangkaian gerhana bulan total kedua," kata dia.
Dua gerhana bulan total berlangsung pada tahun 2014; 15 April dan 8 Oktober sementara dua gerhana bulan lainnya akan berlangsung pada 2015; 4 April dan 28 September.
Untaian empat gerhana bulan total yang berlangsung secara berurutan disebut Gerhana Bulan Tetrad.
Gerhana Bulan Tetrad tergolong langka karena dalam seribu tahun di milenium ketiga hanya terdapat 32 kali fenomena tersebut.
(A059/S023)
Astronom sekaligus narator Planetarium dan Observatorium Jakarta, Cecep Nurwendaya di Jakarta, Rabu mengatakan, merah tidaknya warna gerhana bulan tergantung kepada tingkat polusi udara suatu kota.
"Semakin kotor polusi di tempat kita, maka semakin indah warna gerhana," kata Cecep ketika jumpa pers.
Warna gerhana bulan akan semakin merah jika tingkat polusi suatu kota itu tinggi. "Jadi jangan bangga (jika melihat gerhana bulan merah), seharusnya kita sedih," canda Cecep.
Sementara di daerah yang polusi udaranya lebih rendah, warna gerhana bulan akan lebih cenderung kekuningan, kata Cecep, yang pernah menjadi asisten peneliti di Observatorium Bosscha, Lembang tersebut.
Warna merah ditimbulkan karena polusi terdiri dari gas dan debu yang mempunyai sifat dan ciri khas memerahkan cahaya (reddening).
Peristiwa tersebut serupa dengan ketika terbenamnya matahari dan ketika terjadi letusan gunung berapi, abu dari gunung berapi itu menutup langit dan akan "memerahkan" matahari, kata Cecep.
Gerhana bulan total yang termasuk langka, --disebut Gerhana Bulan Tetrad--, menghiasi langit Indonesia pada Rabu petang pukul 15:15:33 WIB hingga 20:33:43 WIB.
Peristiwa gerhana bulan total tersebut bisa disaksikan oleh semua pengamat di wilayah Indonesia, namun di wilayah Jakarta, tahapan gerhana dapat dilihat mulai saat bulan terbit di ufuk Timur sekitar pukul 17:42:48 WIB.
"Ketika itu bulan sudah pada kondisi gerhana bulan total ditandai dengan warnanya yang merah tembaga," kata Cecep.
Gerhana bulan total berlangsung selama 58 menit dan 50 detik dengan awal gerhana bulan total terjadi pada 17:25:10 sedangkan akhir gerhana total pada 18:24:00 WIB.
Namun demikian hingga pukul 18:30 WIB langit Jakarta tertutup awan sehingga menyulitkan pengamatan terhadap gerhana bulan.
Pada kesempatan tersebut, Planetarium dan Observatorium Jakarta menyiapkan sejumlah teleskop bagi siswa dan guru yang berkeinginan untuk melihat langsung peristiwa gerhana bulan tersebut.
Menurut peta gerhana bulan total dari Planetarium dan Observatorium Jakarta, gerhana bulan dapat diamati juga di wilayah Asia Timur, Australia, Lautan Pasifik dan sebagian wilayah Amerika.
Salah satu keistimewaan gerhana bulan pada Rabu 8 Oktober 2014 adalah gerhana bulan tersebut merupakan bagian dari untaian empat gerhana bulan total yang berurutan. "Ini adalah rangkaian gerhana bulan total kedua," kata dia.
Dua gerhana bulan total berlangsung pada tahun 2014; 15 April dan 8 Oktober sementara dua gerhana bulan lainnya akan berlangsung pada 2015; 4 April dan 28 September.
Untaian empat gerhana bulan total yang berlangsung secara berurutan disebut Gerhana Bulan Tetrad.
Gerhana Bulan Tetrad tergolong langka karena dalam seribu tahun di milenium ketiga hanya terdapat 32 kali fenomena tersebut.
(A059/S023)
Pewarta: AES Wicaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: