3 Nafas Likas, biopic apik kisah cinta Jenderal Djamin
7 Oktober 2014 21:22 WIB
Film Tiga Nafas Likas Pemeran Likas, aktris Atiqah Hasiolan (kanan) menghadiri konfrensi pers peluncuran trailer, poster dan soundtrack film Tiga Nafas Likas di Jakarta, Selasa (16/9).(ANTARA FOTO/Teresia May)
Jakarta (ANTARA News) - Hijaunya daerah persawahan Tanah Karo Sumatera Utara menjadi "sajian pembuka" film "biographical motion picture" atau yang kerap disingkat "biopic" besutan sutradara Rako Prijanto; 3 Nafas Lika.
Lika Tarigan (diperankan Tissa Biani Azzhara), seorang bocah perempuan berperawakan jangkung dan berbaju lusuh asyik menantang permainan gundu anak-anak lelaki tetangganya. Saat dia memenangkan permainan, anak-anak lelaki tidak terima dan mengejek Likas.
Likas bergegas pulang dan mengadu pada Ayah-Ibunya, namun Sang Ayah enggan menanggapi aduan Likas dan akhirnya Likas mengambil tindakan sendiri dan menghancurkan ladang jagung milik orang tua anak lelaki yang mengejeknya.
Itulah Likas si anak Karo. Pada awal tahun 1930-an, Likas yang masih kanak-kanak sudah menunjukkan keberaniannya menuntut pertanggung jawaban. Perusakan ladang jagung disusul oleh "keberanian" Likas yang lain termasuk ngotot minta meneruskan sekolah dan menghadang pesawat jet demi mengirimi surat suaminya yang sedang bertugas di luar pulau.
Di bawah arahan Rako Prijanto yang pernah meriah Piala Citra lewat filmnya "Sang Kiai", para pemain terlihat bermain cukup "lantang" dengan aksen dan bahasa tubuh yang luwes ala Karo. Nama-nama besar seperti Vino G. Bastian (Jamin Ginting), Atiqah Hasiholan (Likas), Jajang C. Noer (Ibu Likas), Ernest Nusantara (Jore Tarigan), cukup menghipnotis penikmat film Indonesia.
Bagi penyuka film romantis, jangan berharap akan mendapat adegan-adegan manis ala-ala Habibie-Ainun di film yang naskahnya ditulis oleh Titien Watimena itu.
Dialog-dialog romantisme Letnan Jenderal Djamin Gintings-Likas disajikan dengan gaya "tough love" ala militer.
Namun, bagi para penyuka action, film ini rasanya juga kurang menyajikan adegan berdarah-darah yang penuh, efek khusus yang menampilkan adegan serangan lewat udara terasa masih kasar.
Bagaimana pun, perpindahan era dari zaman kolonial ke Orde Baru hingga awal tahun 2000-an sangat terasa dengan bantuan efek musik latar yang pas seperti "Lekas" ciptaan Tulus.
Adegan-adegan dalam film 3 Nafas Likas diambil di beberapa wilayah di Sumatra Utara, seperti Sembahe, Desa Dokan Kabanjahe, Namo Sira-sira, Berastagi, Dolok Sanggul, Kesawan, Lapangan Merdeka Medan, dan berlanjut di Jakarta, sampai Ottawa (Kanada).
Satu pesan menarik dari sang sutradara, film ini akan membuka mata feminisme dari sudut pandang yang lain.
"Di film ini, wanita hebat Likas Gintings hebat bukan karena feminisme yang menuntut hak sama dengan lelaki, tapi dia hebat karena cinta dari lelaki-lelaki di belakang nya seperti ayah, adik, abang dan suaminya," kata Rako dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa.(*)
Lika Tarigan (diperankan Tissa Biani Azzhara), seorang bocah perempuan berperawakan jangkung dan berbaju lusuh asyik menantang permainan gundu anak-anak lelaki tetangganya. Saat dia memenangkan permainan, anak-anak lelaki tidak terima dan mengejek Likas.
Likas bergegas pulang dan mengadu pada Ayah-Ibunya, namun Sang Ayah enggan menanggapi aduan Likas dan akhirnya Likas mengambil tindakan sendiri dan menghancurkan ladang jagung milik orang tua anak lelaki yang mengejeknya.
Itulah Likas si anak Karo. Pada awal tahun 1930-an, Likas yang masih kanak-kanak sudah menunjukkan keberaniannya menuntut pertanggung jawaban. Perusakan ladang jagung disusul oleh "keberanian" Likas yang lain termasuk ngotot minta meneruskan sekolah dan menghadang pesawat jet demi mengirimi surat suaminya yang sedang bertugas di luar pulau.
Di bawah arahan Rako Prijanto yang pernah meriah Piala Citra lewat filmnya "Sang Kiai", para pemain terlihat bermain cukup "lantang" dengan aksen dan bahasa tubuh yang luwes ala Karo. Nama-nama besar seperti Vino G. Bastian (Jamin Ginting), Atiqah Hasiholan (Likas), Jajang C. Noer (Ibu Likas), Ernest Nusantara (Jore Tarigan), cukup menghipnotis penikmat film Indonesia.
Bagi penyuka film romantis, jangan berharap akan mendapat adegan-adegan manis ala-ala Habibie-Ainun di film yang naskahnya ditulis oleh Titien Watimena itu.
Dialog-dialog romantisme Letnan Jenderal Djamin Gintings-Likas disajikan dengan gaya "tough love" ala militer.
Namun, bagi para penyuka action, film ini rasanya juga kurang menyajikan adegan berdarah-darah yang penuh, efek khusus yang menampilkan adegan serangan lewat udara terasa masih kasar.
Bagaimana pun, perpindahan era dari zaman kolonial ke Orde Baru hingga awal tahun 2000-an sangat terasa dengan bantuan efek musik latar yang pas seperti "Lekas" ciptaan Tulus.
Adegan-adegan dalam film 3 Nafas Likas diambil di beberapa wilayah di Sumatra Utara, seperti Sembahe, Desa Dokan Kabanjahe, Namo Sira-sira, Berastagi, Dolok Sanggul, Kesawan, Lapangan Merdeka Medan, dan berlanjut di Jakarta, sampai Ottawa (Kanada).
Satu pesan menarik dari sang sutradara, film ini akan membuka mata feminisme dari sudut pandang yang lain.
"Di film ini, wanita hebat Likas Gintings hebat bukan karena feminisme yang menuntut hak sama dengan lelaki, tapi dia hebat karena cinta dari lelaki-lelaki di belakang nya seperti ayah, adik, abang dan suaminya," kata Rako dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa.(*)
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: