Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, meminta pemerintahan baru mengubah secara fundamental Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) karena mengeksploitasi perbudakan terhadap buruh migran.

"Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 sebenarnya tidak bicara sama sekali tentang perlindungan buruh migran, tetapi lebih bicara tentang perlindungan untuk PJTKI, perusahaan pengerah tenaga kerja Indonesia ke luar negeri," katanya saat ditemui di sela acara Good Housekeeping Indonesia Award di Jakarta, Senin malam.

Anis adalah salah satu dari sepuluh perempuan yang dianugerahi Shine On Award.

Ia menilai UU TKI tersebut mengeksploitasi perbudakan terhadap buruh migran.

"Apa yang diatur dalam undang-undang lebih ke bisnis penempatan buruh migrannya, bukan perlindungan mereka yang bekerja, terutama mereka yang perempuan, karena mereka yang rentan," ujarnya.

Lebih lanjut Anis mengatakan bahwa negara harus hadir dalam melindungi buruh migran.

Ia mengaku prihatin dengan konstalasi politik saat ini di Indonesia yang menurutnya terjadi kemunduran demokrasi, parlemen dikuasi oleh koalisi yang orientasinya kekuasaan, sehingga memastikan bagaimana buruh migran ke depan menjadi pekerjaan yang lebih berat.

"Harapannya dengan pemerintahan baru mudah-mudahan tidak 'masuk angin' dengan konstalasi politik di parlemen seperti itu," katanya.

"Mudah-mudahan Pak Jokowi semakin tertantang untuk melakukan tanggung jawab besar memastikan seluruh warga negaranya termasuk buruh migran diprioritaskan," tambahnya.