Hong Kong (ANTARA News) - Baku hantam terjadi di salah satu kawasan perbelanjaan terkenal dan padat di Hong Kong, Jumat, saat ratusan pendukung pemerintah Tiongkok menyerbu tenda-tenda dan merobek spanduk milik pengunjuk rasa pro-demokrasi, serta memaksa mereka mundur.

Puluhan ribu pengunjuk rasa turun ke jalan di Hong Kong sepanjang pekan ini menuntut demokrasi penuh di bekas koloni Inggris itu, termasuk sistem pemungutan suara bebas untuk memilih pemimpin mereka pada 2017.

Pemimpin Hong Kong Leung Chun-ying sepakat melakukan pembicaraan dengan pendemo pro-demokrasi namun menolak mundur. Dia dan pendukung pemerintah Tiongkok menegaskan bahwa mereka tidak akan berubah pikiran menghadapi kerusuhan terburuk tersebut.

Menteri Keuangan John Tsang memperingatkan bahwa unjuk rasa yang berterusan di pusat keuangan Central di kota itu akan menciptakan kerusakan "permanen" bagi pusat keuangan Asia itu.

Jumlah pengunjuk rasa berkurang di beberapa lokasi dan sekitar Central pada Jumat, karena hujan mengguyur dan warga Hong Kong kembali bekerja setelah libur dua hari.

Namun di distrik Mong Kok, salah satu lokasi paling padat di muka bumi dengan gedung-gedung apartemen tinggi yang berdempetan dengan bar, restoran, dan pasar terbuka, sekitar 1.000 pendukung Beijing bentrok dengan sekitar 100 pengunjuk rasa, meludah, dan melempar botol air mineral.

Polisi membentuk rantai manusia untuk memisahkan dua kelompok tersebut dengan bunyi sirine.

Beberapa pengunjuk rasa memayungi polisi yang kehujanan sementara pendukung Beijing meneriaki polisi karena gagal menghadapi pendemo.

"Kami semua bosan dan kehidupan kami terganggu," kata seorang guru, Victor Ma (42).

"Anda tidak akan menyandera warga Hong Kong karena ini tidak akan berhasil. Itu sebabnya mereka sangat marah di sini."

Mong Kok populer di kalangan turis dari daratan utama, namun tidak terlalu dikenal turis Barat seperti halnya kawasan perbelanjaan mewah Causeway Bay, dimana pejalan kaki mencoba menyingkirkan barikade yang diletakkan oleh pengunjuk rasa Occupy Central.

Leung menolak tunduk pada ultimatum pendemo untuk mundur. Polisi berulangkali memperingatkan adanya konsekuensi serius jika pengunjuk rasa mencoba memblokade atau menduduki gedung-gedung pemerintah di dalam dan sekitar Central.

Leung mengatakan kepada wartawan beberapa menit sebelum ultimatum itu tamat tempo pada Kamis tengah malam, bahwa Kepala Sekretaris Carrie Lam akan bertemu mahasiswa segera untuk mendiskusikan reformasi politik, namun ia tidak menyebutkan waktunya.

Unjuk rasa berkurang dan mencair sejak Minggu, setelah polisi menggunakan semprotan lada, gas air mata dan pentungan untuk memecah demonstrasi terbesar sejak bekas koloni Inggris itu diserahkan kembali ke Tiongkok pada 1997.

Tiongkok mengendalikan Hong Kong di bawah formula "satu negara dua sistem" berdasar konstitusi-kecil yang memberikan beberapa otonomi dan kebebasan bagi Hong Kong, sesuatu yang tidak diperoleh di daratan utama, serta hak memilih universal sebagai tujuan akhir.

Namun Beijing pada 31 Agustus memutuskan akan menyeleksi kandidat yang bisa ikut pemilihan kepala eksekutif pada 2017, sehingga membuat pegiat demokrasi marah dan turun ke jalan.

Pelanggaran hukum

Sementara Leung menawarkan pembicaraan, Beijing menekankan kembali penentangannya terhadap aksi unjuk rasa serta pemilihan umum yang benar-benar bebas di Hong Kong.

"Selama beberapa hari berturut-turut, beberapa orang membuat masalah di Hong Kong, melakukan perkumpulan ilegal atas nama mencari hak pilih universal," demikian dilaporkan harian resmi Tiongkok, Peoples Daily dalam komentar halaman muka.

"Aksi-aksi semacam itu telah melanggar konstitusi, hukum di Hong Kong, serta prinsip hukum, dan mereka pasti gagal."

Beijing yang tengah menghadapi kekerasan separatis di Tibet dan Xinjiang, sepertinya tidak akan meluluskan tuntutan di Hong Kong, karena khawatir hal itu akan menyebar ke wilayah lain di daratan utama.

Kantor Leung menggambarkan blokade laluan pejalan kaki di luar kantornya sebagai kegiatan yang benar-benar ilegal. Leung sendiri mengatakan pertemuan pemerintah telah dipindahkan ke kantor-kantor lama dan tidak terganggu.

Di luar aksi jalanan itu, sebuah laman peretas Anonymous Asia menyasar beberapa laman milik kelompok pro-Beijing dan pendukung gerakan Occupy Central, dan untuk beberapa waktu laman-laman itu tidak berfungsi pada Jumat.

Tanda-tanda ketegangan juga nampak antara pendemo dengan karyawan pemerintah.

"Saya harus pergi kerja. Saya petugas lebersihan. Kenapa Anda menghalangi saya kerja?" kata seorang perempuan yang beradu mulut dengan pendemo. "Kamu tidak perlu cari duit tapi saya harus."

Beberapa pengunjuk rasa menduga pihak berwenang mencoba mengulur-ulur waktu dengan tawaran pembicaraan, sambil menunggu jumlah mereka terus berkurang.

"Saya harap kepala eksekutif berhenti memihak Beijing dan melakukan satu hal untuk rakyat Hong Kong," kata Martin Lee, ketua Partai Demokrat Hong Kong.

"Ia harus pergi ke Beijing dan mengatakan Saya tidak bisa terus memimpin tempat ini kecuali Anda memberi rakyat Hong Kong apa yang layak mereka dapat dan apa yang telah Anda janjikan."

Unjuk rasa tersebut sudah menjadi aksi campuran pelajar, pegiat gerakan Occupy serta warga biasa. Mereka datang bersama-sama di bawah spanduk "Revolusi Payung", disebut demikian karena banyak diantara pendemo yang menggunakan payung untuk menahan semprotan lada yang digunakan polisi pada Minggu.

Gerakan Occupy merupakan salah satu tantangan politik terbesar bagi Beijing sejak pembubaran aksi protes pro-demokrasi di Lapangan Tiananmen pada 1989.

Indeks saham Hang Seng anjlok 7,3 persen pada September, sebagian karena ketidakpastian seputar protes itu. Indeks turun 2,6 persen pada Jumat.

Beberapa bank dan perusahaan keuangan lain yang ketakutan oleh aksi demo tersebut, mulai memindahkan staf untuk mendukung kantor-kantor mereka di pinggiran kota Hong Kong, demikian Reuters melaporkan.

(SYS/S022/H-AK)