Krisis Suriah guncang Lebanon, militer siaga tinggi
29 September 2014 11:26 WIB
Gedung-gedung yang rusak dan tenda-tenda pengungsi Suriah yang hangus terbakar akibat pertarungan antara tentara Lebanon dan militan Islamis terlihat di kota perbatasan Arsal, Lembah Bekaa, Lebanon, Kamis (7/8). (ANTARA FOTO/REUTERS/Hassan Abdallah/ox/14.)
Beirut (ANTARA News) - Lebanon menghadapi tantangan paling beratnya dalam beberapa tahun belakangan, saat gerilyawan fanatik dari perang di Suriah menyeberangi perbatasan dan bentrok dengan militer Lebanon di Kota Arsal di perbatasan Lebanon Timur.
Kondisi itu mengancam kondisi politik Lebanon, yang memang sudah rapuh.
Serangan terhadap militer Lebanon telah meningkat dengan cepat sejak awal Agustus, setelah Pemerintah Lebanon menangkap Imad Jomaa, pemimpin kelompok An-Nusra --kelompok gerilyawan Suriah yang memiliki hubungan dengan Al Qaida.
Pria bersenjata dari kelompok bersenjata tersebut dan kelompok lain dari Negara Islam (IS) melancarkan serangkaian serangan dengan sasaran pos militer di pinggiran Arsal dan menyusup ke dalam kota kecil itu untuk melancarkan pembalasan.
Gerilyawan tersebut membuat terkejut militer Lebanon dengan menangkap lebih dari 35 prajurit dan personel keaman setelah lima hari bentrokan sengit. Setelah serangan itu, gerilyawan mundur kembali ke Suriah, dengan membawa sandera mereka.
Militer "menghadapi situasi paling serius dalam sejarahnya", kata satu sumber keamanan kepada Xinhua. "Militer tak pernah menyaksikan kasus penculik prajuritnya sebelumnya."
Sumber keamanan itu, yang berbicara kepada Xinhua tanpa menyebutkan jatidirinya, mengatakan militer Lebanon "berusaha menutup jurang pemisah keamanan dan politik untuk mencegah situasi di Arsal meluas ke daerah lain di Lebanon".
Militer Lebanon juga "menerapkan pemantauan ketat atas perbatasan Lebanon-Suriah dan jalan masuk udara serta laut," ia menambahkan.
Gerilyawan menuntut Pemerintah Lebanon membebaskan anggota kelompok mereka yang ditangkap oleh Pemerintah Lebanon sebagai pertukaran dengan tentara yang diculik. Mereka juga menuntut Hizbullah --kelompok gerilyawan Lebanon yang telah berperang di Suriah untuk membantu pasukan Pemerintah Damaskus, menarik pasukannya dari Suriah.
(Uu.C003)
Kondisi itu mengancam kondisi politik Lebanon, yang memang sudah rapuh.
Serangan terhadap militer Lebanon telah meningkat dengan cepat sejak awal Agustus, setelah Pemerintah Lebanon menangkap Imad Jomaa, pemimpin kelompok An-Nusra --kelompok gerilyawan Suriah yang memiliki hubungan dengan Al Qaida.
Pria bersenjata dari kelompok bersenjata tersebut dan kelompok lain dari Negara Islam (IS) melancarkan serangkaian serangan dengan sasaran pos militer di pinggiran Arsal dan menyusup ke dalam kota kecil itu untuk melancarkan pembalasan.
Gerilyawan tersebut membuat terkejut militer Lebanon dengan menangkap lebih dari 35 prajurit dan personel keaman setelah lima hari bentrokan sengit. Setelah serangan itu, gerilyawan mundur kembali ke Suriah, dengan membawa sandera mereka.
Militer "menghadapi situasi paling serius dalam sejarahnya", kata satu sumber keamanan kepada Xinhua. "Militer tak pernah menyaksikan kasus penculik prajuritnya sebelumnya."
Sumber keamanan itu, yang berbicara kepada Xinhua tanpa menyebutkan jatidirinya, mengatakan militer Lebanon "berusaha menutup jurang pemisah keamanan dan politik untuk mencegah situasi di Arsal meluas ke daerah lain di Lebanon".
Militer Lebanon juga "menerapkan pemantauan ketat atas perbatasan Lebanon-Suriah dan jalan masuk udara serta laut," ia menambahkan.
Gerilyawan menuntut Pemerintah Lebanon membebaskan anggota kelompok mereka yang ditangkap oleh Pemerintah Lebanon sebagai pertukaran dengan tentara yang diculik. Mereka juga menuntut Hizbullah --kelompok gerilyawan Lebanon yang telah berperang di Suriah untuk membantu pasukan Pemerintah Damaskus, menarik pasukannya dari Suriah.
(Uu.C003)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014
Tags: