Pertemuan aktivis 98 hasilkan sembilan kesepakatan
28 September 2014 17:26 WIB
Presiden terpilih, Joko Widodo atau Jokowi (kanan) didampingi Sekjen Aktivis 98, Adian Napitupulu (kiri), menyampaikan sambutannya di hadapan ratusan aktivis lainnya dalam Pertemuan Nasional Aktivis 98 di Denpasar, Bali, Sabtu (27/9). (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
Denpasar (ANTARA News) - Para Aktivis 98 menghasilkan sembilan poin kesepakatan dalam pertemuannya selama tiga hari, yaitu 26-28 September 2014 di Denpasar, Bali.
"Kesembilan poin kesepakatan itu, yaitu organisasi yang tadinya bernama Perhimpunan Aktivis 98 diubah menjadi Persatuan Nasional Aktivis 98 (PENA 98) yang bersifat ormas dengan badan hukum perkumpulan," kata Sekjen PENA 98 Adian Napitupulu di Denpasar, Minggu.
Selanjutnya, PENA 98 menginisiasi pembentukan dua sayap ormas, yakni Konsolidasi Nasional Mahasiswa Indonesia (KONAMI) untuk mahasiswa dan Pusat Organisasi Perjuangan Rakyat (POSPERA) untuk rakyat (buruh, petani, nelayan, kaum miskin kota, pemuda dan lain-lainya).
Dalam pertemuan selama tiga hari itu juga menetapkan Presiden terpilih Joko Widodo sebagai anggota kehormatan PENA 98 dan sebagai pelindung Ormas POSPERA, menetapkan Adian Napitupulu sebagai Sekjen PENA 98, dan menetapkan Kota Palu, Sulawesi Tengah, sebagai lokasi Kongres I POSPERA.
Kemudian menetapkan terget dan rencana politik PENA 98 secara nasional untuk lima tahun ke depan, yaitu untuk legislatif dua kursi DPR RI, tiga kursi DPRD provinsi, dan lima kursi DPRD kabupaten/kota untuk setiap provinsi, dan untuk eksekutif tiga gubernur, satu bupati/wali kota untuk setiap provinsi.
Pihaknya menilai bahwa setelah 16 tahun reformasi berjalan yang sudah melewati empat kali pemilihan umum, penggantian presiden dan kekuasaan silih berganti, namun tidak membawa perubahan yang cukup berarti untuk kesejahteraan rakyat.
"Selama perjalanan 16 tahun reformasi telah banyak berdiri partai politik, lembaga-lembaga negara, kebebasan pers, kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat yang tidak pernah ada di zaman Orde Baru," ujarnya.
Adian yang juga politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengatakan bahwa saat ini rakyat hanya bisa memenangkan pertarungan demokrasi prosedural dan belum sampai pada kemenangan demokrasi substansial.
"Artinya tugas kita belum selesai, dan sebagai pertanggungjawaban moral kita yang pernah memulai memperjuangkan demokrasi di republik ini, maka perlu saatya kita kembali berkumpul untuk menghitung kekuatan kita kembali," ujarnya.
"Kesembilan poin kesepakatan itu, yaitu organisasi yang tadinya bernama Perhimpunan Aktivis 98 diubah menjadi Persatuan Nasional Aktivis 98 (PENA 98) yang bersifat ormas dengan badan hukum perkumpulan," kata Sekjen PENA 98 Adian Napitupulu di Denpasar, Minggu.
Selanjutnya, PENA 98 menginisiasi pembentukan dua sayap ormas, yakni Konsolidasi Nasional Mahasiswa Indonesia (KONAMI) untuk mahasiswa dan Pusat Organisasi Perjuangan Rakyat (POSPERA) untuk rakyat (buruh, petani, nelayan, kaum miskin kota, pemuda dan lain-lainya).
Dalam pertemuan selama tiga hari itu juga menetapkan Presiden terpilih Joko Widodo sebagai anggota kehormatan PENA 98 dan sebagai pelindung Ormas POSPERA, menetapkan Adian Napitupulu sebagai Sekjen PENA 98, dan menetapkan Kota Palu, Sulawesi Tengah, sebagai lokasi Kongres I POSPERA.
Kemudian menetapkan terget dan rencana politik PENA 98 secara nasional untuk lima tahun ke depan, yaitu untuk legislatif dua kursi DPR RI, tiga kursi DPRD provinsi, dan lima kursi DPRD kabupaten/kota untuk setiap provinsi, dan untuk eksekutif tiga gubernur, satu bupati/wali kota untuk setiap provinsi.
Pihaknya menilai bahwa setelah 16 tahun reformasi berjalan yang sudah melewati empat kali pemilihan umum, penggantian presiden dan kekuasaan silih berganti, namun tidak membawa perubahan yang cukup berarti untuk kesejahteraan rakyat.
"Selama perjalanan 16 tahun reformasi telah banyak berdiri partai politik, lembaga-lembaga negara, kebebasan pers, kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat yang tidak pernah ada di zaman Orde Baru," ujarnya.
Adian yang juga politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengatakan bahwa saat ini rakyat hanya bisa memenangkan pertarungan demokrasi prosedural dan belum sampai pada kemenangan demokrasi substansial.
"Artinya tugas kita belum selesai, dan sebagai pertanggungjawaban moral kita yang pernah memulai memperjuangkan demokrasi di republik ini, maka perlu saatya kita kembali berkumpul untuk menghitung kekuatan kita kembali," ujarnya.
Pewarta: Wira Suryantala
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014
Tags: