Jakarta (ANTARA News) - Indonesia dalam pertemuan dengan perwakilan 32 negara anggota PBB di New York baru-baru ini menolak penggunaan hak veto untuk anggota Dewan Keamanan PBB dalam menghadapi situasi kekejaman masal.

"Indonesia selama ini selalu konsisten dalam menolak penggunaan hak veto oleh anggota-anggota tetap DK PBB, dan hingga hari ini, posisi tersebut belum berubah," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa pada pertemuan tingkat Menteri yang diselenggarakan oleh Prancis dan Meksiko, Kamis (25/9), demikian pernyataan pers Kementerian Luar Negeri yang diterima Antara, Sabtu.

Sebanyak 32 negara berpartisipasi di dalam pertemuan yang bertajuk "Pengaturan Hak Veto terhadap Kekejaman Massal" ini dengan 26 negara di antaranya, termasuk Indonesia, diwakili oleh pejabat tingkat menteri. Pertemuan diketuai secara bersama oleh Menteri Luar Negeri Perancis Laurent Fabius dan Menteri Luar Negeri Meksiko Jose Antonio Meade.

Lebih lanjut, Menteri Luar Negeri menyampaikan bahwa hak veto adalah anakronistik dan harus dihapus sepenuhnya. Namun demikian, menyadari tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan kondisi ideal tersebut, Menteri Luar Negeri mendukung inisiatif Prancis terkait pembentukan code of conduct penggunaan hak veto di antara negara-negara anggota tetap DK PBB, sebagai langkah awal yang baik untuk memperkuat kredibilitas dan efektifitas kerja organ PBB dimaksud.

Mayoritas negara yang hadir di dalam pertemuan mendukung proposal Prancis mengenai pembentukan code of conduct penggunaan hak veto, dan sependapat dengan Indonesia bahwa regulasi penggunaan hak veto merupakan unsur kunci dalam menciptakan DK PBB yang lebih representatif, efektif, transparan dan akuntabel. Ke depannya, Perancis menyampaikan komitmen untuk terus memajukan inisiatif ini, khususnya di antara negara-negara anggota tetap DK PBB.

Tujuan pertemuan ini adalah untuk membahas proposal Prancis mengenai perlunya suatu code of conduct di antara negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB, untuk mencegah penggunaan hak veto dalam penanganan situasi kekejaman massal, seperti genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan pembersihan etnis.

Penyalahgunaan hak veto dalam penanganan situasi-situasi tersebut dianggap telah melumpuhkan DK PBB dalam melaksanakan tugasnya untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, berdasarkan mandat Piagam PBB.

Indonesia telah menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada periode 1974-1975, 1995-1996, dan periode 2007-2008. Sebagai anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia senantiasa konsisten dengan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Piagam PBB dalam konteks keamanan internasional serta mukadimah UUD 1945 yakni turut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Indonesia akan mencalokan diri kembali sebagai anggota tidak tetap DK PBB untuk periode 2019-2020.