Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS Almuzzammil Yusuf menyambut baik disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menjadi undang-undang.

"Saya senang RUU tersebut akhirnya disahkan karena tidak akan ada lagi ketakutan masyarakat untuk mengungkap tindak pidana kejahatan," kata di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan RUU Perlindungan Saksi dan Korban yang baru disahkan menjadi UU itu terdapat poin penting di dalamnya yaitu masyarakat yang menjadi saksi dan korban dijamin untuk mendapatkan perlindungan diri, keluarga dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman atas kesaksian yang diberikan.

Melalui RUU perubahan itu, menurut dia, masyarakat yang menjadi saksi dan korban dijamin untuk mendapatkan perlindungan diri, keluarga dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman atas kesaksian yang diberikan.

Termasuk di dalamnya, lanjut Muzzammil, adalah diberikannya ganti rugi, kerahasiaan dan perubahan identitas jika diperlukan, serta tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata, atas kesaksiannya kecuali tidak dengan itikad baik.

"Tidak seperti dulu LPSK hanya melindungi saksi dan korban ketika sudah masuk di persidangan. Mulai saat ini pelapor kasus kejahatan tertentu dapat dilindungi LPSK sehingga LPSK menjadi pusat pelaporan dan pengaduan masyarakat atas berbagai kasus baik yang sedang disidangkan maupun kasus baru yang belum diproses oleh penegak hukum," ucapnya.

Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mendesak agar kerja sama dan koordinasi antarlembaga ditingkatkan, sehingga masyarakat tidak disulitkan oleh prosedur yang tidak jelas dan tumpang tindih ketika ingin mendapatkan perlindungan dari LPSK.

Dikatakannya, meskipun LPSK memiliki kewenangan memberikan perlindungan kepada saksi, korban, saksi pelaku, ahli, pelapor dalam semua tindak kejahatan namun LPSK juga perlu memberikan perhatian khusus tertentu.

Perhatian khusus itu diberikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat, korban tindak pidana terorisme, korban tindak pidana perdagangan orang, korban tindak pidana penyiksaan, korban tindak pidana kekerasan seksual dan korban penganiayaan berat.

"Para saksi dan korban dalam tindak kejahatan tersebut pada umumnya yang diberikan terhadap yang paling membutuhkan bantuan perlindungan dari LPSK," tuturnya.

Selain itu, lanjut Muzzammil, LPSK diberikan kewenangan untuk memberikan perlindungan kepada pihak tertentu tanpa mengajukan permohonan kepada LPSK. Artinya mulai RUU ini diundangkan LPSK tidak lagi bekerja secara pasif, menunggu pelapor kasus.

"LPSK harus aktif menggunakan semua alat komunikasi, media massa dan menjalin kerja sama dengan semua pihak, termasuk LSM, tokoh masyarakat, kalangan akademisi untuk mencari pelapor, saksi, korban, dan ahli yang membutuhkan bantuan perlindungan LPSK," tegasnya.

Namun, kata Muzzammil, LPSK harus berhati-hati dalam memberikan perlindungan, profesional, transparan dan imun dari intervensi pihak manapun, agar mendapat kepercayaan besar dari masyarakat.

Ia juga berharap pimpinan dan anggota LPSK mendapatkan pengawasan yang berimbang dalam menjalankan tugasnya.

"Dengan dikuatkannya kelembagaan ini, kami berharap LPSK dapat memberikan peningkatan kualitas perlindungan kepada masyarakat yang membutuhkan," katanya.

(SDP-71/A041)