Hamas-Fatah mulai berunding di Kairo
25 September 2014 07:53 WIB
Bendera Palestina dan Hamas (kanan) berkibar diatas reruntuhan sebuah rumah, menurut saksi hancur dalam serangan Israel selama tujuh minggu, di wilayah timur Kota Gaza, Rabu (3/9). Perang 50 hari di wilayah padat tersebut membuat Gaza luluh lantak. Dengan ekonomi terguncang akibat blokade Israel-Mesir, daerah kantong tersebut saat ini menghadapi pekerjan berat membangun kembali. (REUTERS/Suhaib Salem )
Kairo (ANTARA News) - Mesir Rabu memulai upaya-upaya mediasi antara gerakan Hamas dan Fatah dalam rangka melanjutkan proses rekonsiliasi Palestina.
Pertemuan, yang diluncurkan di bawah naungan Kepala Intelijen Mesir Mohammad Farid Al-Tohamy, akan membahas hal-hal dalam proses rekonsiliasi dan pekerjaan pemerintah koalisi di Gaza, yang tertunda, yang dipimpin oleh Rami Al-Hamdallah, kata Kantor Berita Timur Tengah (MENA).
Pertemuan tersebut akan membahas penerapan kesepakatan yang ditandatangani sebelumnya antara kedua pihak, blokade Gaza dan rekonstruksi yang disebabkan oleh serangan Israel baru-baru ini di kota Gaza, di samping masalah pemilu.
Menurut laporan AFP, perundingan dua hari itu akan dipusatkan pada pembahasan mengenai "pengembalian (pemerintahan persatuan) di Jalur Gaza serta penerapan kewenangannya tanpa ada halangan", kata ketua delegasi Fatah, Azzam Al-Ahmad.
Perundingan dilakukan setelah delegasi gabungan Palestina dan Israel sepakat untuk mengadakan pembicaraan tidak langsung pada akhir Oktober untuk mencapai perdamaian abadi di Gaza.
Di bawah mediasi Mesir, Israel dan Palestina pada 26 Agustus sepakat untuk melakukan gencatan senjata yang mengakhiri perang 50 hari antara Hamas dan pasukan Israel.
Namun agar dapat berunding dengan Israel pada Oktober, perpecahan internal Palestina harus terlebih dahulu disingkirkan dan kedua faksi berseteru harus menyetujui strategi bersatu dalam perundingan dengan para perunding Yahudi.
Pihak-pihak yang bersaing di Palestina membangun pemerintahan bersatu yang independen pada Juni namun kembali terlibat dalam perselisihan. Abbas mengancam akan mengakhiri pemerintahan dan menuding HAMAS menjalankan "pemerintahan paralel" sebagai penguasa di Jalur Gaza.
Sebaliknya, Hamas menuduh Otoritas Palestina pimpinan Abbas yang berpusat di Ramallah tidak menggaji 45.000 pegawainya di Jalur Gaza.
Pemerintahan bersatu juga penting keberadaannya menjelang konferensi bantuan internasional pada 12 Oktober yang akan dituanrumahi Kairo serta akan membahas masalah pembangunan kembali Jalur Gaza.
(AK)
Pertemuan, yang diluncurkan di bawah naungan Kepala Intelijen Mesir Mohammad Farid Al-Tohamy, akan membahas hal-hal dalam proses rekonsiliasi dan pekerjaan pemerintah koalisi di Gaza, yang tertunda, yang dipimpin oleh Rami Al-Hamdallah, kata Kantor Berita Timur Tengah (MENA).
Pertemuan tersebut akan membahas penerapan kesepakatan yang ditandatangani sebelumnya antara kedua pihak, blokade Gaza dan rekonstruksi yang disebabkan oleh serangan Israel baru-baru ini di kota Gaza, di samping masalah pemilu.
Menurut laporan AFP, perundingan dua hari itu akan dipusatkan pada pembahasan mengenai "pengembalian (pemerintahan persatuan) di Jalur Gaza serta penerapan kewenangannya tanpa ada halangan", kata ketua delegasi Fatah, Azzam Al-Ahmad.
Perundingan dilakukan setelah delegasi gabungan Palestina dan Israel sepakat untuk mengadakan pembicaraan tidak langsung pada akhir Oktober untuk mencapai perdamaian abadi di Gaza.
Di bawah mediasi Mesir, Israel dan Palestina pada 26 Agustus sepakat untuk melakukan gencatan senjata yang mengakhiri perang 50 hari antara Hamas dan pasukan Israel.
Namun agar dapat berunding dengan Israel pada Oktober, perpecahan internal Palestina harus terlebih dahulu disingkirkan dan kedua faksi berseteru harus menyetujui strategi bersatu dalam perundingan dengan para perunding Yahudi.
Pihak-pihak yang bersaing di Palestina membangun pemerintahan bersatu yang independen pada Juni namun kembali terlibat dalam perselisihan. Abbas mengancam akan mengakhiri pemerintahan dan menuding HAMAS menjalankan "pemerintahan paralel" sebagai penguasa di Jalur Gaza.
Sebaliknya, Hamas menuduh Otoritas Palestina pimpinan Abbas yang berpusat di Ramallah tidak menggaji 45.000 pegawainya di Jalur Gaza.
Pemerintahan bersatu juga penting keberadaannya menjelang konferensi bantuan internasional pada 12 Oktober yang akan dituanrumahi Kairo serta akan membahas masalah pembangunan kembali Jalur Gaza.
(AK)
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014
Tags: