Presiden SBY tegaskan implementasi REDD+ perlu libatkan semua pihak
25 September 2014 02:43 WIB
Kerusakan Hutan. Asap mengepul dari pembakaran lahan di kawasan pegunungan di Kecamatan Indra Puri, Aceh Besar, Aceh, Senin (30/6) . Kondisi hutan di kawasan gugusan bukit barisan wilayah kabupaten Aceh Besar dan sejumlah hutan di kabupaten lainnya di Aceh semakin rusak akibat pembakaran lahan, penebangan hutan serta penambangan dan kayu-kayu gelondongan dari illegal logging masih bebas di perjual belikan. (ANTARA FOTO/Ampelsa)
New York (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan penerapan program pengurangan emisi melalui pencegahan deforestasi dan penurunan kualitas hutan (REDD+) memerlukan kerja sama semua pihak untuk pencapaian target.
"Pelajaran pertama untuk mendorong keberhasikan REDD+ adalah implementasi yang membutuhkan perubahan pola pikir dalam pengelolaan hutan," kata Presiden Yudhoyono saat menyampaikan pandangan dalam Forum Indonesia REDD+ yang berlansgung di Conference Building, Markas Besar PBB New York, Rabu (24/9) pagi waktu setempat atau Kamis (25/9) dinihari waktu Jakarta.
Presiden mengatakan sudut pandang mengenai Program REDD+ tidak hanya sekedar satu pihak menerima uang dari pihak lain atas upayanya tidak menebang pohon namun lebih dari itu adalah mempromosikan pola pemikiran baru atas nilai, penggunaan dan bagaimana mengelola sumber daya alam.
"Ini lebih jauh membutuhkan visi dan pendekatan baru kepada pemerintah yang mengelola hutan, bagaimana mengembangkan kontribusi pelestarian lingkungan dari sisi hutan lingkungan," katanya.
Hal lain yang menjadi perhatian presiden adalah pelaksanaan REDD+ haruslah relevan tidak hanya dari sisi lingkungan namun juga dari sisi sosial.
"Kami juga mendorong ada sebuah program nasional untuk memastikan dan melindungi masyarakat adat sehingga kami sepakat membangun sistem pengamanan komprehensif untuk mencegah dampak buruk dari pelaksanaan REDD+," katanya.
Selain itu, kata Presiden, Pemerintah Indonesia juga memutuskan sejumlah kebijakan antara lain moratorium izin menggunakan hutan dan konservasi.
"Kami mampu melindungi setidaknya 63 juta hektare hutan dan lahan gambut di Indonesia," kata Presiden.
Ia menambahkan tahun 2013, Indonesia memperpanjang moratorium itu hingga 2015. "Lewat PM Solberg, saya sampaikan terima kasih pada Pemerintah Norwegia yang mendukung program ini termasuk saat implementasi moratorium," katanya.
Sebagai hasil dari moratorium, kata Presiden, telah ada kemajuan luar biasa dalam upaya mencegah laju kerusakan hutan dan pengurangan kualitas hutan.
"Kami berhasil mengurangi laju deforestasi rata-rata 1,2 juta hektare per tahun antara 2003-2006 menjadi rata-rata 450.000-650.000 hektare per tahun antara 2011 hingga 2013," tegasnya.
Ia kembali mengingatkan bahwa capai-capaian itu tidak mungkin ada tanpa kerja sama dari semua pihak, baik pemerintah, kalangan dunia usaha dan masyarakat secara bersama-sama.
Hadir dalam pertemuan itu Utusan Khusus PBB Helen Clark, para menteri anggota Kabinet Indonesia Bersatu dan sejumlah pejabat lainnya termasuk Ketua REDD+ Kuntoro Mangkusubroto. (P008/A039)
"Pelajaran pertama untuk mendorong keberhasikan REDD+ adalah implementasi yang membutuhkan perubahan pola pikir dalam pengelolaan hutan," kata Presiden Yudhoyono saat menyampaikan pandangan dalam Forum Indonesia REDD+ yang berlansgung di Conference Building, Markas Besar PBB New York, Rabu (24/9) pagi waktu setempat atau Kamis (25/9) dinihari waktu Jakarta.
Presiden mengatakan sudut pandang mengenai Program REDD+ tidak hanya sekedar satu pihak menerima uang dari pihak lain atas upayanya tidak menebang pohon namun lebih dari itu adalah mempromosikan pola pemikiran baru atas nilai, penggunaan dan bagaimana mengelola sumber daya alam.
"Ini lebih jauh membutuhkan visi dan pendekatan baru kepada pemerintah yang mengelola hutan, bagaimana mengembangkan kontribusi pelestarian lingkungan dari sisi hutan lingkungan," katanya.
Hal lain yang menjadi perhatian presiden adalah pelaksanaan REDD+ haruslah relevan tidak hanya dari sisi lingkungan namun juga dari sisi sosial.
"Kami juga mendorong ada sebuah program nasional untuk memastikan dan melindungi masyarakat adat sehingga kami sepakat membangun sistem pengamanan komprehensif untuk mencegah dampak buruk dari pelaksanaan REDD+," katanya.
Selain itu, kata Presiden, Pemerintah Indonesia juga memutuskan sejumlah kebijakan antara lain moratorium izin menggunakan hutan dan konservasi.
"Kami mampu melindungi setidaknya 63 juta hektare hutan dan lahan gambut di Indonesia," kata Presiden.
Ia menambahkan tahun 2013, Indonesia memperpanjang moratorium itu hingga 2015. "Lewat PM Solberg, saya sampaikan terima kasih pada Pemerintah Norwegia yang mendukung program ini termasuk saat implementasi moratorium," katanya.
Sebagai hasil dari moratorium, kata Presiden, telah ada kemajuan luar biasa dalam upaya mencegah laju kerusakan hutan dan pengurangan kualitas hutan.
"Kami berhasil mengurangi laju deforestasi rata-rata 1,2 juta hektare per tahun antara 2003-2006 menjadi rata-rata 450.000-650.000 hektare per tahun antara 2011 hingga 2013," tegasnya.
Ia kembali mengingatkan bahwa capai-capaian itu tidak mungkin ada tanpa kerja sama dari semua pihak, baik pemerintah, kalangan dunia usaha dan masyarakat secara bersama-sama.
Hadir dalam pertemuan itu Utusan Khusus PBB Helen Clark, para menteri anggota Kabinet Indonesia Bersatu dan sejumlah pejabat lainnya termasuk Ketua REDD+ Kuntoro Mangkusubroto. (P008/A039)
Pewarta: Panca Hari Prabowo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014
Tags: