Hakim perintahkan penyitaan Ponpes Krapyak
24 September 2014 22:20 WIB
Vonis Anas Urbaningrum Terdakwa dugaan kasus gratifikasi terkait Hambalang, Anas Urbaningrum mendengarkan pembacaan berkas dakwaan dalam sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (24/9). (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memerintahkan perampasan tanah Pondok Ali Masum, Krapyak, Yogyakarta seluas 7.870 meter persegi karena dinilai bentuk tindak pidana pencucian uang yang dilakukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
"Mengenai tanah di Mantri jeron, pengelolaan dan pemanfaaatannya diserahkan ke yayasan Ali Masum, Krapyak, majelis hakim berpendapat jika dituangkan di amar putusan, di kemudian hari dikhawatirkan timbul permasalahan hukum perdata. Untuk harta tersebut dirampas negara," kata Ketua majelis hakim Haswandi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Dalam sidang tersebut, hakim memvonis Anas dengan 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS subsider 3 bulan kurungan.
Vonis tersebut berdasarkan pasal 11 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah.
Serta dakwaan kedua dari pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang tentang perbuatan menyamarkan harta kekayaan yang diperoleh dari perbuatan tindak pidana.
"Untuk pengelolaan pesantren dapat dilakukan perjanjian antara negara, instansi yang berwenang dengan pengelola yayasan tersebut," tambah Haswandi.
Namun untuk tanah seluas 280 meter persegi di Desa Panggungharjo, Bantul yang dibeli seharga Rp600 juta atas nama Dina Zad, kakak ipar Anas dan tanah seluas tanah seluas 350 meter persegi di desa Panggungharjo senilai Rp350 juta yang juga dibeli atas nama Dina Zad, meski penggunannya untuk mertua Anas, Atabik Ali, tidak dinilai sebagai harta yang berasal dari tindak pidana korupsi.
"Mempertimbangkan profil keuangan Atabik Ali, Dina zad dan suaminya Khairul Fuad cukup untuk pembelian tanah apalagi tujuannya untuk meningkatkan sarana dan prasarana Ponpes Krapyak," kata anggota majelis hakim Prim Haryadi.
Uang itu menurut hakim dibeli dari sumber yang sah dan bukan hasil tindak pidana korupsi.
"Apalagi tanah itu dibeli pada 2012, saat terdakwa sudah menjadi tersangka, kurang logis dari sisi hukum bila tanah itu dari hasil tindak pidana korupsi karena tanah itu ada jejaknya hukumnya," tambah hakim.
(D017/A029)
"Mengenai tanah di Mantri jeron, pengelolaan dan pemanfaaatannya diserahkan ke yayasan Ali Masum, Krapyak, majelis hakim berpendapat jika dituangkan di amar putusan, di kemudian hari dikhawatirkan timbul permasalahan hukum perdata. Untuk harta tersebut dirampas negara," kata Ketua majelis hakim Haswandi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Dalam sidang tersebut, hakim memvonis Anas dengan 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS subsider 3 bulan kurungan.
Vonis tersebut berdasarkan pasal 11 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah.
Serta dakwaan kedua dari pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang tentang perbuatan menyamarkan harta kekayaan yang diperoleh dari perbuatan tindak pidana.
"Untuk pengelolaan pesantren dapat dilakukan perjanjian antara negara, instansi yang berwenang dengan pengelola yayasan tersebut," tambah Haswandi.
Namun untuk tanah seluas 280 meter persegi di Desa Panggungharjo, Bantul yang dibeli seharga Rp600 juta atas nama Dina Zad, kakak ipar Anas dan tanah seluas tanah seluas 350 meter persegi di desa Panggungharjo senilai Rp350 juta yang juga dibeli atas nama Dina Zad, meski penggunannya untuk mertua Anas, Atabik Ali, tidak dinilai sebagai harta yang berasal dari tindak pidana korupsi.
"Mempertimbangkan profil keuangan Atabik Ali, Dina zad dan suaminya Khairul Fuad cukup untuk pembelian tanah apalagi tujuannya untuk meningkatkan sarana dan prasarana Ponpes Krapyak," kata anggota majelis hakim Prim Haryadi.
Uang itu menurut hakim dibeli dari sumber yang sah dan bukan hasil tindak pidana korupsi.
"Apalagi tanah itu dibeli pada 2012, saat terdakwa sudah menjadi tersangka, kurang logis dari sisi hukum bila tanah itu dari hasil tindak pidana korupsi karena tanah itu ada jejaknya hukumnya," tambah hakim.
(D017/A029)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: