Jakarta (ANTARA News) - Kegelapan nan sunyi menyelimuti Teater Salihara Jakarta sekitar 30 detik, berangsur menunjukkan wajud seiring musik ritmis dimainkan.

Penonton dibuat penasaran dengan suguhan panggung yang minimalis, tanpa properti apapun.

Di tengah panggung kosong berwarna hitam itu berdiri sesosok pria setengah baya.

Dia adalah Ziya Azazi, pria yang ditunggu sejumlah penonton, sore itu.

Gumam kagum mulai terdengar, ketika sang penari mulai meliukkan tubuhnya, sembari membangun suguhan koreografinya dalam dua babak.

Inilah suguhan tari Dervish kontemporer, yang sarat pesan makna kehidupan.

Babak pertama diberi nama Azab, berdurasi 20 menit.

Bagian awal tarian ini mengisahkan pergulatan batin sesosok manusia yang terbelenggu rutinitas ritual keagamaan setiap hari.

Tari Dervish dengan perputaran tubuh sang penari yang bertempo cepat, membawakan cerita pencarian akan bentuk ketaatan manusiawi pada kekuatan semesta yang lebih besar.

Kegelapan kembali dihadirkan sebagai penanda peralihan menuju babak kedua, yang bertajuk Dervish In Progress.

Suasana kembali larut dalam kesunyian.

Di babak ini, sejatinya tarian Dervish dipertontonkan.

Gerakan berputar berulang tanpa henti nyaris seperti hilang kesadaran, dipadukan gerakan tangan simbol kepasrahan, kegembiraan, sekaligus kebanggaan akan pencapaian spiritual manusia.

Ketika Ziya Azazi menutup tariannya dengan simboli kristalisasi manusia yang kecil dan tak berdaya di hadapan alam semesta, gempita penonton pun tak lagi tertahan.

Tepuk tangan dan seruan kekaguman membanjiri penari kelahiran Antakya, Turki, 1969 itu.

Pria yang fasih berbicara dalam 4 bahasa, German, Arab, Turki, dan Inggris ini pun membalas antusiasme penonton dengan lemparan bunga mawar kuning.

Tepuk tangan belum berhenti, hingga sang penari hilang di balik panggung.

Penonton menikmati sajian bercita rasa unik dari tarian Dervish klasik yang dikembangkan penyair sufi kelas dunia, Jalaluddin Rumi ini.

Suguhan tari klasik yang dianggap sakral biasanya monoton, tetapi kali ini hadir lebih berwarna, dengan tata cahaya garapan Lutz Deppe, komposisi musik oleh Uwe Arthur Felchle dan Mercan Dede, serta kostum cantik rancangan Ischiko.

Karya dan koreografi Ziya Azazi memang telah membuat dunia jatuh cinta.

Paduan gerakan dasar Dervish dibangun dengan olahan balet dan kemampuan senam gimnastik, oleh penari yang dianugerahi gelar The Most Outstanding Dancer Of the Year in Austria ini.

Sarjana Teknik Pertambangan Universitas Istambul Turki tersebut meraih penghargaan bergengsi termasuk Summer Dance Week Vienna Scholarship.

Salah seorang pengunjung, Cindy Clarissa mengungkapkan kegembiraannya setelah menyaksikan Tari Dervish.

Dia baru pertama kali menyaksikan tarian yang penuh makna kehidupan itu.

Pengunjung lainnya, Yolinda, menyayangkan minimnya informasi yang didapat tentang Festival Salihara.

"Sayang sekali saya malah dapat infonya hanya dari mulut ke mulut dan 'subscribe mailing list'. Coba kalau promonya gencar, pasti seru banget bisa ajak lebih banyak teman," katanya.