Tekanan bisa datang dari mana saja, dari berbagai persoalan hidup.
Masalah politik, keluarga, pekerjaan, pernikahan, sampai percintaan yang
tak kunjung usai bisa membuat orang putus asa dan memilih jalan pintas:
bunuh diri.
Psikolog dari Universitas Indonesia, Dian
Wisnuwardhani, mengatakan ketika berada dalam keputusasaan, seseorang
tidak berhati-hati dalam
mengambil keputusan dan memilih jalan pintas yang dianggap bisa
mengakhiri masalah: bunuh diri.
Padahal bunuh diri bukan solusi. "Itu menjadi masalah berikutnya bagi orang-orang
yang ditinggalkan," katanya.
Ia menjelaskan, depresi yang membuat orang cenderung
bunuh diri antara lain ditandai dengan kecemasan yang
berlebihan dalam menghadapi segala sesuatu.
"Biasanya orang
tersebut sudah cemas duluan menghadapi segala sesuatu dan dia menganggap
bahwa semua yang ada di sekitarnya adalah masalah. Tidak ada teman
curhat, tidak ada teman bercerita, sudah panik dengan kehidupannya
sendiri," katanya.
Sikap tertutup, tidak berusaha terbuka untuk mencari tahu sumber masalah dan mencari solusinya, menambah parah kondisi itu.
Psikolog
Tika Bisono menambahkan kecenderungan bunuh diri juga bisa terjadi pada
mereka yang memiliki kualitas hidup rendah, yang tidak peduli dengan
diri sendiri dan orang lain.
"Tidak peduli dia sehat atau tidak,
tidak peduli kerja atau tidak, tidak peduli dia peduli orang atau tidak,
tidak peduli orang memperdulikan dia atau tidak," kata alumnus
Universitas Indonesia itu.
"Kemudian, pandangan sudah tidak
nyambung dengan realitas yang ada di sekitarnya, pikiran menerawang
kemana-mana," kata Tika, yang kini mengajar di Universitas Tarumanegara
Jakarta.
Usaha mengatasi
Tika mengatakan,
setiap orang membutuhkan waktu untuk menyenangkan diri, melepas penat
dengan aktivitas yang menyenangkan dan membuat nyaman untuk mengurangi
dampak tekanan.
"Dalam me time, lakukan lah segala hal yang menyenangkan diri namun tetap dalam batasan positif, tidak merugikan orang lain," katanya.
Menurut
dia, aktivitas seperti olahraga yang baik untuk menjaga kebugaran dan
meningkatkan metabolisme; berbincang, saling cerita dan bercanda dengan
teman; mengejakan hobi; wisata; membaca; karaoke; menonton film bersama
teman bisa membantu melepas penat.
Selain itu, menurut Dian,
sangat penting bagi setiap orang untuk berpikir positif ketika sedang
menghadapi masalah, menyadari bahwa masalah adalah bagian kehidupan yang
harus dihadapi.
Namun, ia mengatakan, ketika sudah tidak bisa
mengatasi masalah sendiri, hal terpenting yang harus dilakukan adalah
mencari bantuan dari orang lain, seperti menceritakan masalah kepada
orang terdekat yang dipercaya untuk mencari solusi.
Dosen di
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu menyarankan untuk meminta
bantuan dari orang sekeliling terdekat yang bisa terus membantu
menyelesaikan masalah seperti keluarga dan teman.
"Setiap orang
harus mempunyai teman, keluarga, kalau tidak punya cari supaya tidak
merasa sendirian dalam kehidupan ini," katanya.
Tika Bisono
mengatakan seseorang yang depresi dan punya kecenderungan untuk bunuh
diri lebih membutuhkan bantuan kasih sayang dari orang-orang di
sekitarnya.
Bantuan terbesar bagi orang yang sedang terpuruk, menurut dia, adalah persahabatan.
Teman saat suka maupun duka akan membantu mereka yang sedang depresi, membuat mereka tidak merasa sendirian.
Sapaan, perhatian, pelukan, dan senyuman akan berarti bagi mereka.
"Kalau
tidak ada bantuan seperti itu, dia merasakan sebatang kara, emosinya
kering, tidak ada sapaan 'Kak apa kabar?', tidak ada rangkulan, tidak
ada mata yang menatap bersahabat dan senyuman," katanya serta
menambahkan, orang yang sedang terpuruk membutuhkan bantuan segera.
Mencegah bersama
Setiap
bunuh diri adalah tragedi. Dampaknya pada keluarga, teman dan
masyarakat sangat luas, bahkan lama setelah orang terkasih mereka
memilih mengakhiri hidup sendiri.
Namun tragedi itu bisa dicegah.
Dalam laporan tentang pencegahan bunuh diri berjudul "Preventing
Suicide: A Global Imperative", Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan
Dunia Margaret Chan mengatakan intervensi, penanganan dan dukungan tepat
waktu berbasis bukti bisa mencegah usaha bunuh diri.
Untuk
memulai upaya pencegahan, ia mengatakan, negara harus menggunakan
pendekatan multisektor untuk mengatasi masalah bunuh diri secara
komprehensif.
Menurut Dian, pemerintah harus mengetahui faktor-faktor penekan yang bisa
menimbulkan masalah kejiwaan dan mengatasinya untuk menekan kasus-kasus
gangguan kesehatan jiwa yang bisa menurunkan kualitas hidup masyarakat.
"Pemerintah itu harus tahu apa sih yang menjadi sumber stressor masyarakat seperti lapangan pekerjaan, perumahan, kesehatan, keuangan, jaminan sosial. Untuk menghilangkan sumber stressor ini, salah satunya masyarakat harus sampai kepada level hidup layak," katanya.
"Hidup layak saja udah, misalnya bisa sekolah, punya pekerjaan, tidak kesulitan makan, rumah sederhana," katanya.
Selain
itu, menurut dia, masyarakat harus menjaga kerukunan antar-keluarga dan
antar-tetangga dalam unit rukun tangga (RT) dan rukun warga (RW).
"Sudahkah
kita rukun antar-tetangga dan antar-warga yang berbeda-beda?" katanya
serta menambahkan, lingkungan RT atau RW bisa menjadi mitra keluarga
untuk saling menguatkan, mendukung, dan membantu.
Ia mengatakan bahwa melibatkan diri dalam kegiatan bersama juga penting untuk menjaga kesehatan jiwa.
"Karena esensinya tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri," kata dia.
Mengulurkan tangan untuk mencegah bunuh diri
21 September 2014 11:21 WIB
(www.djj.state.fl.us)
Oleh Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014
Tags: