"Pemerintah harus turun tangan untuk menghindari risiko lebih parah, karena kondisi tanggul lumpur Lapindo sudah SOS," katanya, di Surabaya, Senin.
Menurut Widodo, larangan warga Porong mengalirkan lumpur pada arus Sungai Porong tanpa alternatif lain menambah tekanan air dari pusat semburan ke arah barat, sehingga kondisi itu membahayakan tanggul.
"Kalau air lumpur dari pusat semburan mengalir ke arah tanggul dalam jumlah banyak, terjadi over topping atau air melimpas. Tanggul bisa jebol," katanya.
Bila tanggul jebol, katanya, akan berisiko tinggi pada jalur lalu-lintas padat di Jalan Raya Porong dan rel kereta api yang aktif, sehingga korban dan kerusakan yang cukup parah tidak akan dapat dicegah.
Hingga kini, Jalur Raya Porong masih merupakan jalur utama sejak semburan lumpur panas PT Lapindo Brantas terjadi pada 29 Mei 2006.
Bahkan saat ini sudah penurunan tanah pada sejumlah titik jalur kereta api sekitar 3-4 sentimeter perpekan.
Oleh karena itu, KAI memberlakukan kecepatan maksimum laju kereta api 20 kilometer perjam.