Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia tidak khawatir mengenai kemungkinan meningkatnya laju inflasi apabila harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinaikkan oleh pemerintah menjelang akhir 2014.

"Kami tidak khawatir (inflasi naik) karena itu sifatnya hanya sementara. Itu 2-3 bulan akan kembali normal," kata Gubernur BI Agus Martowardojo saat ditemui usai raker dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.

Menurut Agus, meningkatnya inflasi tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan karena hal tersebut merupakan dampak yang pasti dirasakan dalam jangka pendek dan sifatnya sesaat.

Namun, lanjut Agus, penyesuaian harga BBM bersubsidi memang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga kesehatan fiskal.

"Saya mengetahui bahwa di APBNP 2014 itu pemerintah akan menyesuaikan harga BBM. Kalau kami dari otoritas monoter melihat kondisi fiskal Indonesia memang melihat BBM perlu ada penyesuaian harga," kata Agus.

Bank Indonesia sendiri memang mengharapkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dapat naik sebelum Bank Sentral Amerika The Fed mulai menaikkan suku bunga (Fed fund rate) yang diperkirakan terjadi pada pertengahan 2015.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menuturkan, semakin cepat kenaikan harga BBM akan lebih baik. Ia menilai kenaikan harga BBM tersebut menunjukkan iktikad kuat dari pemerintah untuk melakukan reformasi struktural dengan lebih awal.

Menurut Mirza, menaikkan harga BBM merupakan opsi yang tepat untuk mengatasi masalah defisit anggaran dan defisit transaksi berjalan. Jika kebijakan kenaikan harga BBM terus ditunda-tunda, efek inflasinya juga akan tertunda sehingga kebijakan moneter ketat juga akan terus diterapkan Bank Indonesia.

Mirza juga berharap, kenaikan harga BBM bersubsidi sebaiknya dilakukan sekali dan dengan harga tinggi dibandingkan naik gradual dengan harga rendah.

Terkait dengan dampak kenaikan harga BBM terhadap laju inflasi, Mirza memperkirakan kenaikan harga Rp3.000 per liter akan menyebabkan inflasi naik sekitar 2,5-3 persen.