I La Galigo naskah terpanjang di dunia diakui UNESCO
14 September 2014 01:00 WIB
Sejumlah seniman mementasan teater 'I La Galigo' di Benteng Rotterdam Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (23/4) malam. Teater 'I La Galigo' yang disutradarai Robert Wilson terinspirasi dari naskah Sureq Galigo yang menceritakan awal mula kerajaan bumi, kisah dewa-dewi yang berasal dari kerajaan langit dan kerajaan bawah air, kisah percintaan abadi, serta semua kearifan lokal yang terkandung dalam kebudayaan Bugis klasik, yang berlangsung 23 dan 24 April 2011, di Benteng Rotterdam. (ANTARA FOTO/Sahrul Tikupadang)
Jakarta (ANTARA News) - I La Galigo , epik mitologi dari Sulawesi Selatan, menjadi naskah terpanjang di dunia dengan 13.000 baris teks dan 12.000 manuskrip folio.
"I La Galigo epik mitos terpanjang di dunia dan sebagai Memory Of The World yang telah disahkan serta diakui UNESCO," kata Ketua Harian Komisi Nasional untuk UNESCO, Arief Rachman, di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Sabtu.
Ia menjelaskan, I La Galigo menjadi Memory of the World karena mengandung literatur dan ingatan kolektif dunia.
I La Galigo adalah nama seorang lelaki Bugis yang lahir dari ibu beretnis Tionghoa, I We Cudai, dan ayahnya bernama Sawerigading. I La Galigo juga telah dipentaskan dalam panggung drama theater di Tanah Air dan mancanegara.
Karya Bugis kuno itu ditulis kembali di dalam buku I La Galigo dalam bahasa Indonesia yang diterjemahkan Muhammad Salim dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh John H McGlynn.
"Untuk merawat naskah kuno tersebut, arsip harus disimpan pada temperatur kurang lebih 16 derajat Celcius dan kelembapan udara berkisar 30 sampai 55 persen", kata pustakawan Perpustakaan Nasional, Sanwani Sanusi.
Saat ini Perpustakaan Nasional memiliki 10.334 naskah kuno dari seluruh aksara di Indonesia, dengan I La Galigo satu di antara harta nasional tidak ternilai itu.
"I La Galigo epik mitos terpanjang di dunia dan sebagai Memory Of The World yang telah disahkan serta diakui UNESCO," kata Ketua Harian Komisi Nasional untuk UNESCO, Arief Rachman, di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Sabtu.
Ia menjelaskan, I La Galigo menjadi Memory of the World karena mengandung literatur dan ingatan kolektif dunia.
I La Galigo adalah nama seorang lelaki Bugis yang lahir dari ibu beretnis Tionghoa, I We Cudai, dan ayahnya bernama Sawerigading. I La Galigo juga telah dipentaskan dalam panggung drama theater di Tanah Air dan mancanegara.
Karya Bugis kuno itu ditulis kembali di dalam buku I La Galigo dalam bahasa Indonesia yang diterjemahkan Muhammad Salim dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh John H McGlynn.
"Untuk merawat naskah kuno tersebut, arsip harus disimpan pada temperatur kurang lebih 16 derajat Celcius dan kelembapan udara berkisar 30 sampai 55 persen", kata pustakawan Perpustakaan Nasional, Sanwani Sanusi.
Saat ini Perpustakaan Nasional memiliki 10.334 naskah kuno dari seluruh aksara di Indonesia, dengan I La Galigo satu di antara harta nasional tidak ternilai itu.
Pewarta: Feronike Rumere
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014
Tags: