Pemerintah baru harus cepat perbaiki sistem logistik
10 September 2014 22:32 WIB
ilustrasi - sejumlah kendaraan dan truk pengangkut kontainer terjebak kemacetan di Jalan Yos Sudarso menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara(ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf).
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mendatang yang akan dipimpin oleh Presiden Joko Widodo harus mempercepat perbaikan sistem logistik guna meningkatkan daya saing nasional menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 31 Desember 2015 dan perdagangan bebas dunia pada 2020.
Hal itu mengemuka pada Seminar Nasional bertajuk "Pembenahan Sistem Logistik Nasional untuk Peningkatan Daya Saing," yang diselenggarakan Kantor Berita Antara bekerja sama dengan Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas (APJP) di Jakarta, Rabu.
"Ini masalah yang harus diselesaikan dan dimenangkan," kata Menperin MS Hidayat yang menjadi pembicara kunci pada seminar tersebut.
Menurut dia, kunci untuk memenangkan persaingan pada MEA maupun perdagangan bebas dunia salah satunya ada pembenahan sistem logistik, agar biaya produksi bisa bersaing di tengah perdagangan bebas dimana semua tarif bea masuk menjadi nol persen.
Sayangnya, ia mengakui selama lima tahun terakhir pembangunan infrastruktur belum mengalami peningkatan yang berarti untuk mendukung biaya logistik yang lebih bersaing.
"Berdasarkan data Bank Dunia, Indonesia hanya lebih baik dibandingkan Kamboja, Laos, dan Myanmar," katanya.
Oleh karena itu, ia mengingatkan agar ke depan masalah daya saing terkait biaya logistik yang terkait pula dengan struktur biaya produksi harus terus dipantau, dievaluasi, dan diperbaiki agar lebih efisien.
Berdasarkan data Bank Dunia seperti yang dikemukan ekonom senior institusi itu, Sjamsu Rahardja, Indonesia berada diurutan ke-6 dalam Logistic Performance Index (LPI), setelah Singapura, Malaysia, China, Thailand, dan Vietnam. "Meskipun ada peningkatan (indikator LPI) sejak 2010," katanya.
Peningkatan tersebut antara lain terkait persepsi operator internasional tentang adanya inisiasi perbaikan infrastruktur, perbaikan di kepabeanan, dan kompetensi sumber daya manusia. Meskipun dari sisi "timelines" dan "tracking" masih belum ada perbaikan signifikan.
Ia merekomendasikan agar pemerintah segera memperbaiki apa yang sudah ada sekarang seperti masalah kongesti, dwelling time (masa tunggu bongkar muat), serta pemanfaatan teknologi informasi yang masif untuk pengurusan dokumen maupun pembayaran.
Di samping peraturan pemerintah yang bersaing dan tidak tumpang tindih.
Sementara itu Ketua Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas (APJP) I Made Dana Tangkas menilai fondasi sistem logistik di Indonesia sudah ada, hanya perlu diperbaiki, dipercepat, dan terus dievaluasi implementasinya.
"Sistem sudah ada, misalnya kita menggunakan e-logistic, e-payment, e-cargo. Nah bagaimana mengintegrasikan semua ini dengan pelayanan infrastruktur yang jelas," katanya.
Ia yakin sistem logistik yang mapu mendukung daya saing bisa dilakukan.
Ia mencontohkan perusahaan jalur prioritas seperti PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) yang mendapat fasilitas logistik yang lebih efisien, misalnya dalam "dwelling time" hanya sekitar 2-3 hari, sedangkan yang non jalur prioritas bisa mencapai 11 hari.
I Made Dana Tangkas juga mengusulkan pembangunan pelabuhan di Cilamaya (Karawang) untuk mengatasi kepadatan di Tanjung Priok dan lamanya perjalanan.
"Sekarang dari Karawang ke Tanjung Priok yang jaraknya sekitar 70km memakan waktu sembilan jam," katanya.
Padahal, kata dia, sebanyak 2.700 perusahaan industri ada di kawasan timur Jakarta termasuk Bekasi dan Karawang, yang semuanya bergerak ke Tanjung Priok sehingga menambah kepadatan.
"Kalau bisa lebih dekat (pelabuhannya) kenapa tidak, karena akan ada penghematan tidak saja dari sisi biaya tapi juga waktu," katanya.
Jarak kawasan-kawasan industri di sekitar Karawang ke Cilamaya hanya mencapai 30 km.
Direktur Perdagangan Investasi dan Kerjamasa Ekonomi Internasional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pemerintah sudah memiliki perencanaan terkait penurunan biaya logistik.
"Strategi pertama yaitu mengembangkan dan memperbaiki infrastruktur terutama kondisi jalan dan manajemen pelabuhan," ujarnya.
Wamenhub Bambang Susantono mengakui bila semua moda transportasi darat, laut, dan udara dikelola secara terpadu untuk mendukung sistem logistik yang efisien, maka bisa memangkas biaya logistik sampai dengan 50 persen.
Hal itu mengemuka pada Seminar Nasional bertajuk "Pembenahan Sistem Logistik Nasional untuk Peningkatan Daya Saing," yang diselenggarakan Kantor Berita Antara bekerja sama dengan Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas (APJP) di Jakarta, Rabu.
"Ini masalah yang harus diselesaikan dan dimenangkan," kata Menperin MS Hidayat yang menjadi pembicara kunci pada seminar tersebut.
Menurut dia, kunci untuk memenangkan persaingan pada MEA maupun perdagangan bebas dunia salah satunya ada pembenahan sistem logistik, agar biaya produksi bisa bersaing di tengah perdagangan bebas dimana semua tarif bea masuk menjadi nol persen.
Sayangnya, ia mengakui selama lima tahun terakhir pembangunan infrastruktur belum mengalami peningkatan yang berarti untuk mendukung biaya logistik yang lebih bersaing.
"Berdasarkan data Bank Dunia, Indonesia hanya lebih baik dibandingkan Kamboja, Laos, dan Myanmar," katanya.
Oleh karena itu, ia mengingatkan agar ke depan masalah daya saing terkait biaya logistik yang terkait pula dengan struktur biaya produksi harus terus dipantau, dievaluasi, dan diperbaiki agar lebih efisien.
Berdasarkan data Bank Dunia seperti yang dikemukan ekonom senior institusi itu, Sjamsu Rahardja, Indonesia berada diurutan ke-6 dalam Logistic Performance Index (LPI), setelah Singapura, Malaysia, China, Thailand, dan Vietnam. "Meskipun ada peningkatan (indikator LPI) sejak 2010," katanya.
Peningkatan tersebut antara lain terkait persepsi operator internasional tentang adanya inisiasi perbaikan infrastruktur, perbaikan di kepabeanan, dan kompetensi sumber daya manusia. Meskipun dari sisi "timelines" dan "tracking" masih belum ada perbaikan signifikan.
Ia merekomendasikan agar pemerintah segera memperbaiki apa yang sudah ada sekarang seperti masalah kongesti, dwelling time (masa tunggu bongkar muat), serta pemanfaatan teknologi informasi yang masif untuk pengurusan dokumen maupun pembayaran.
Di samping peraturan pemerintah yang bersaing dan tidak tumpang tindih.
Sementara itu Ketua Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas (APJP) I Made Dana Tangkas menilai fondasi sistem logistik di Indonesia sudah ada, hanya perlu diperbaiki, dipercepat, dan terus dievaluasi implementasinya.
"Sistem sudah ada, misalnya kita menggunakan e-logistic, e-payment, e-cargo. Nah bagaimana mengintegrasikan semua ini dengan pelayanan infrastruktur yang jelas," katanya.
Ia yakin sistem logistik yang mapu mendukung daya saing bisa dilakukan.
Ia mencontohkan perusahaan jalur prioritas seperti PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) yang mendapat fasilitas logistik yang lebih efisien, misalnya dalam "dwelling time" hanya sekitar 2-3 hari, sedangkan yang non jalur prioritas bisa mencapai 11 hari.
I Made Dana Tangkas juga mengusulkan pembangunan pelabuhan di Cilamaya (Karawang) untuk mengatasi kepadatan di Tanjung Priok dan lamanya perjalanan.
"Sekarang dari Karawang ke Tanjung Priok yang jaraknya sekitar 70km memakan waktu sembilan jam," katanya.
Padahal, kata dia, sebanyak 2.700 perusahaan industri ada di kawasan timur Jakarta termasuk Bekasi dan Karawang, yang semuanya bergerak ke Tanjung Priok sehingga menambah kepadatan.
"Kalau bisa lebih dekat (pelabuhannya) kenapa tidak, karena akan ada penghematan tidak saja dari sisi biaya tapi juga waktu," katanya.
Jarak kawasan-kawasan industri di sekitar Karawang ke Cilamaya hanya mencapai 30 km.
Direktur Perdagangan Investasi dan Kerjamasa Ekonomi Internasional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pemerintah sudah memiliki perencanaan terkait penurunan biaya logistik.
"Strategi pertama yaitu mengembangkan dan memperbaiki infrastruktur terutama kondisi jalan dan manajemen pelabuhan," ujarnya.
Wamenhub Bambang Susantono mengakui bila semua moda transportasi darat, laut, dan udara dikelola secara terpadu untuk mendukung sistem logistik yang efisien, maka bisa memangkas biaya logistik sampai dengan 50 persen.
Pewarta: Anita Permata Dewi & Risbiani Fardaniah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014
Tags: