Daya saing logistik Indonesia masih rendah
10 September 2014 15:21 WIB
Pembenahan Sistem Logistik Nasional Menteri Perindustrian MS. Hidayat menjawab sejumlah pertanyaan wartawan usai menjadi pembicara pada seminar nasional bertema Pembenahan Sistem Logistik Nasional untuk peningkatan daya saing Indonesia di Jakarta, Rabu (10/9). (ANTARA FOTO/Edi Suhaedi)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian (Menperin), MS Hidayat, mengatakan daya saing logistik Indonesia masih rendah dan hanya unggul terhadap Kamboja, Laos dan Myanmar di Asia Tenggara.
"Daya saing sektor logistik Indonesia hanya lebih baik bila dibandingkan Kamboja, Laos dan Myanmar. Di level ASEAN, kita di urutan lima atau enam dari 10 negara, jadi bukan posisi yang menggembirakan," kata MS Hidayat dalam seminar nasional bertajuk Pembenahan Sistem Logistik Nasional, di Auditorium Adhiyana, Wisma ANTARA, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan rendahnya daya saing logistik di Indonesia disebabkan efisiensi pasar dan infrastruktur Indonesia yang tidak mengalami peningkatan berarti, bahkan cenderung stagnan.
Konisi ini berakibat terhadap kinerja perdagangan produk industri Indonesia ke ASEAN dan dunia.
Dari sisi perdagangan, Indonesia merupakan net importir perdagangan jasa terutama yang disebabkan oleh jasa transportasi atau logistik.
Dari sisi perdagangan produk industri, kegiatan ekspor produk industri Indonesia masih mengarah ke negara-negara non-ASEAN dan nonmitra ASEAN, tetapi impor di Indonesia cenderung didominasi negara-negara mitra ASEAN yang sudah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia khususnya pada kelompok bahan baku dan barang modal.
Lebih lanjut dia menjelaskan, di tingkat ASEAN, kinerja perdagangan produk industri Indonesia yang lebih baik dibandingkan negara ASEAN lainnya berada pada produk-produk dengan teknologi rendah atau barang mentah.
Menurut dia, negara-negara ASEAN belum banyak melakukan aktivitas perdagangan antarnegara ASEAN.
"Hanya Singapura, Malaysia dan Thailand yang mampu mencatat transaksi positif dari sesama negara ASEAN, sedangkan negara ASEAN lainnya masih belum memanfaatkannya," katanya.
Di kegiatan perdagangan, negara-negara ASEAN masih cenderung memprioritaskan negara non-ASEAN sebagai mitra dagangnya.
Untuk menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, pemerintah telah menyusun sejumlah langkah strategis di sektor industri terkait pembenahan sistem logistik melalui penguatan struktur industri dan peningkatan dukungan iklim industri.
Dari sisi penguatan struktur industri diantaranya peningkatan kemampuan sektor industri yang berbasis agro, migas, bahan tambang mineral, industri berbasis SDM, pasar domestik dan IKM.
"Selain itu upaya memanfaatkan secara maksimal pasar dalam negeri dan ASEAN melalui pengaturan pelabuhan, peningkatan penegakan hukum dan pembangunan early warning system," katanya.
Sementara dari sisi penguatan dukungan iklim industri melalui tiga tahapan yakni jangka pendek, menengah dan panjang. Jangka pendek yakni upaya menurunkan biaya modal, energi, tenaga kerja, logistik dan menjamin ketersediaan bahan baku. Sementara jangka menengah melalui jaminan pasokan bahan baku dan pengawasan impor. Selanjutnya jangka panjang yakni dengan meningkatkan kualitas SDM industri.
"Daya saing sektor logistik Indonesia hanya lebih baik bila dibandingkan Kamboja, Laos dan Myanmar. Di level ASEAN, kita di urutan lima atau enam dari 10 negara, jadi bukan posisi yang menggembirakan," kata MS Hidayat dalam seminar nasional bertajuk Pembenahan Sistem Logistik Nasional, di Auditorium Adhiyana, Wisma ANTARA, Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan rendahnya daya saing logistik di Indonesia disebabkan efisiensi pasar dan infrastruktur Indonesia yang tidak mengalami peningkatan berarti, bahkan cenderung stagnan.
Konisi ini berakibat terhadap kinerja perdagangan produk industri Indonesia ke ASEAN dan dunia.
Dari sisi perdagangan, Indonesia merupakan net importir perdagangan jasa terutama yang disebabkan oleh jasa transportasi atau logistik.
Dari sisi perdagangan produk industri, kegiatan ekspor produk industri Indonesia masih mengarah ke negara-negara non-ASEAN dan nonmitra ASEAN, tetapi impor di Indonesia cenderung didominasi negara-negara mitra ASEAN yang sudah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia khususnya pada kelompok bahan baku dan barang modal.
Lebih lanjut dia menjelaskan, di tingkat ASEAN, kinerja perdagangan produk industri Indonesia yang lebih baik dibandingkan negara ASEAN lainnya berada pada produk-produk dengan teknologi rendah atau barang mentah.
Menurut dia, negara-negara ASEAN belum banyak melakukan aktivitas perdagangan antarnegara ASEAN.
"Hanya Singapura, Malaysia dan Thailand yang mampu mencatat transaksi positif dari sesama negara ASEAN, sedangkan negara ASEAN lainnya masih belum memanfaatkannya," katanya.
Di kegiatan perdagangan, negara-negara ASEAN masih cenderung memprioritaskan negara non-ASEAN sebagai mitra dagangnya.
Untuk menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, pemerintah telah menyusun sejumlah langkah strategis di sektor industri terkait pembenahan sistem logistik melalui penguatan struktur industri dan peningkatan dukungan iklim industri.
Dari sisi penguatan struktur industri diantaranya peningkatan kemampuan sektor industri yang berbasis agro, migas, bahan tambang mineral, industri berbasis SDM, pasar domestik dan IKM.
"Selain itu upaya memanfaatkan secara maksimal pasar dalam negeri dan ASEAN melalui pengaturan pelabuhan, peningkatan penegakan hukum dan pembangunan early warning system," katanya.
Sementara dari sisi penguatan dukungan iklim industri melalui tiga tahapan yakni jangka pendek, menengah dan panjang. Jangka pendek yakni upaya menurunkan biaya modal, energi, tenaga kerja, logistik dan menjamin ketersediaan bahan baku. Sementara jangka menengah melalui jaminan pasokan bahan baku dan pengawasan impor. Selanjutnya jangka panjang yakni dengan meningkatkan kualitas SDM industri.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014
Tags: