Pertamina masih bahas besaran dan waktu kenaikan harga elpiji
9 September 2014 18:25 WIB
Rakor Kenaikan BBM Bersubsidi. Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung (tengah) memimpin rapat koordinasi tentang LPG dan BBM bersubsidi di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Senin (8/9). Rakor yang diikuti Menteri BUMN Dahlan Iskan, Wamen ESDM Susilo Siswoutomo, Kepala BPH Migas Andi Noorsaman Someng dan Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya tersebut membahas kenaikan harga Liquid Petrolium Gas (LPG) ukuran 12 kilogram dan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta (ANTARA News) - PT Pertamina (Persero) masih membahas besaran dan waktu yang tepat untuk menaikkan harga elpiji nonsubsidi tabung 12 kg.
Wakil Presiden Elpiji dan Produk Gas Pertamina Gigih Wahyu Hari Irianto di Jakarta, Selasa mengatakan, pihaknya mengikuti arahan pemerintah.
"Sesuai pesan pemerintah, kami koordinasikan dan bahas lagi besaran dan waktu kenaikannya," katanya.
Ia enggan memberikan kisaran besaran maupun waktu kenaikan harga yang akan diputuskan Pertamina.
"Tunggu saja. Kami tidak mau ada spekulasi," tambahnya.
Rapat koordinasi yang dipimpin Menko Perekonomian Chairul Tanjung, Senin (8/9) memutuskan, besaran dan waktu kenaikan harga elpiji 12 kg dikembalikan ke Pertamina.
Pemerintah meminta Pertamina memperhatikan daya beli masyarakat sebelum mengumumkan kenaikan harganya.
Gigih menambahkan, pihaknya memakai sistem monitoring elpiji 3 kg (simol3k) untuk mendeteksi secara dini penyalahgunaan elpiji termasuk migrasi dan pengoplosan akibat disparitas harga 12 dan 3 kg pascakenaikan harga.
Menurut dia, dengan simol3k, Pertamina mampu memantau pergerakan tabung elpiji 3 kg di 3.400 agen dan 143.000 pangkalan di seluruh Indonesia.
Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas, elpiji 3 kg hanya untuk rumah tangga dengan belanja bulanan maksimal Rp1,5 juta dan usaha mikro dengan omset maksimal Rp50 juta per bulan.
Khusus pengoplosan, lanjutnya, pihaknya sudah berkoordinasi dengan aparat hukum untuk menindaknya secara tegas.
Saat ini, konsumsi elpiji nonsubsidi 12 kg sekitar satu juta ton per tahun. Sementara, penggunaan elpiji bersubsidi 3 kg, sesuai kuota APBN Perubahan 2014 ditetapkan 5,013 juta ton.
Melalui surat tertanggal 6 Agustus 2014, Pertamina mengajukan kenaikan harga elpiji 12 kg sebesar Rp1.500 kg atau Rp18.000 per tabung 12 kg.
Sedianya kenaikan harga direncanakan per 15 Agustus 2014, namun ditunda.
Peta jalan yang disampaikan Pertamina melalui surat tertanggal 15 Januari 2014 ke Menteri ESDM dan Menteri BUMN menyebutkan, kenaikan harga elpiji nonsubsidi 12 kg akan dilakukan secara bertahap hingga keekonomian.
Kenaikan harga diperlukan untuk menekan kerugian dari bisnis elpiji nonsubsidi tersebut.
Per 1 Juli 2014, Pertamina berencana menaikkan harga elpiji 12 kg sebesar Rp1.000 per kg menjadi Rp6.944 per kg dengan harga di konsumen Rp106.800 per tabung.
Kemudian, per 1 Januari 2015 naik Rp1.500 per kg, 1 Juli 2015 naik Rp1.500 per kg, 1 Januari 2016 naik Rp1.500 per kg, dan 1 Juli 2016 naik Rp1.500 per kg.
Setelah 1 Juli 2016, harga elpiji diperkirakan mencapai keekonomian sebesar Rp11.944 per kg atau sampai konsumen Rp180.000 per tabung.
Pertamina menghitung tanpa kenaikan elpiji maka bisnis elpiji 12 kg bakal mengalami kerugian mendekati Rp6 triliun pada 2014. (K007/S025)
Wakil Presiden Elpiji dan Produk Gas Pertamina Gigih Wahyu Hari Irianto di Jakarta, Selasa mengatakan, pihaknya mengikuti arahan pemerintah.
"Sesuai pesan pemerintah, kami koordinasikan dan bahas lagi besaran dan waktu kenaikannya," katanya.
Ia enggan memberikan kisaran besaran maupun waktu kenaikan harga yang akan diputuskan Pertamina.
"Tunggu saja. Kami tidak mau ada spekulasi," tambahnya.
Rapat koordinasi yang dipimpin Menko Perekonomian Chairul Tanjung, Senin (8/9) memutuskan, besaran dan waktu kenaikan harga elpiji 12 kg dikembalikan ke Pertamina.
Pemerintah meminta Pertamina memperhatikan daya beli masyarakat sebelum mengumumkan kenaikan harganya.
Gigih menambahkan, pihaknya memakai sistem monitoring elpiji 3 kg (simol3k) untuk mendeteksi secara dini penyalahgunaan elpiji termasuk migrasi dan pengoplosan akibat disparitas harga 12 dan 3 kg pascakenaikan harga.
Menurut dia, dengan simol3k, Pertamina mampu memantau pergerakan tabung elpiji 3 kg di 3.400 agen dan 143.000 pangkalan di seluruh Indonesia.
Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas, elpiji 3 kg hanya untuk rumah tangga dengan belanja bulanan maksimal Rp1,5 juta dan usaha mikro dengan omset maksimal Rp50 juta per bulan.
Khusus pengoplosan, lanjutnya, pihaknya sudah berkoordinasi dengan aparat hukum untuk menindaknya secara tegas.
Saat ini, konsumsi elpiji nonsubsidi 12 kg sekitar satu juta ton per tahun. Sementara, penggunaan elpiji bersubsidi 3 kg, sesuai kuota APBN Perubahan 2014 ditetapkan 5,013 juta ton.
Melalui surat tertanggal 6 Agustus 2014, Pertamina mengajukan kenaikan harga elpiji 12 kg sebesar Rp1.500 kg atau Rp18.000 per tabung 12 kg.
Sedianya kenaikan harga direncanakan per 15 Agustus 2014, namun ditunda.
Peta jalan yang disampaikan Pertamina melalui surat tertanggal 15 Januari 2014 ke Menteri ESDM dan Menteri BUMN menyebutkan, kenaikan harga elpiji nonsubsidi 12 kg akan dilakukan secara bertahap hingga keekonomian.
Kenaikan harga diperlukan untuk menekan kerugian dari bisnis elpiji nonsubsidi tersebut.
Per 1 Juli 2014, Pertamina berencana menaikkan harga elpiji 12 kg sebesar Rp1.000 per kg menjadi Rp6.944 per kg dengan harga di konsumen Rp106.800 per tabung.
Kemudian, per 1 Januari 2015 naik Rp1.500 per kg, 1 Juli 2015 naik Rp1.500 per kg, 1 Januari 2016 naik Rp1.500 per kg, dan 1 Juli 2016 naik Rp1.500 per kg.
Setelah 1 Juli 2016, harga elpiji diperkirakan mencapai keekonomian sebesar Rp11.944 per kg atau sampai konsumen Rp180.000 per tabung.
Pertamina menghitung tanpa kenaikan elpiji maka bisnis elpiji 12 kg bakal mengalami kerugian mendekati Rp6 triliun pada 2014. (K007/S025)
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014
Tags: