Jakarta (ANTARA News) - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tak sepakat dilakukan pemilihan kepala daerah secara langsung.


Sebab, kata Sekjen PPP, Romahurmuziy atau Romi, pemilihan kepala daerah secara langsung memiliki beberapa kelemahan.

"PPP usulkan moratorium pilkada langsung dan kembali ke pilkada tak langsung (oleh DPRD) karena memiliki kelemahan," kata Romahurmuziy atau Romi di Jakarta, Jumat.

Dikatakannya, kelemahan pertama dari pemilihan langsung adalah "high cost politics" sehingga hanya calon bermodal besar yang eligible dan bisa memenangkan pertarungan.

Juga, selama 9 tahun pilkada langsung telah mengantarkan 292 atau 60% kepala daerah bermasalah secara hukum. "Sedangkan sebelumnya, 60 tahun pilkada tak langsung, tidak banyak persoalan hukum berarti," kata Romi.

Pilkada langsung, sebut Ketua komisi IV DPR RI itu, rawan memunculkan nepotisme. Dari suami ke istri, dari ayah ke anak dan seterusnya.

"Pilkada langsung rawan 'money politics'. Akibatnya, bukan merit system yang mendorong munculnya calon berkualitas. Ada uang abang disayang, tak ada uang abang melayang," sebutnya.

Tak hanya itu, pemilihan kepala daerah secara langsung rawan politik balas budi. Hanya desa-desa dengan kemenangan kepala daerah terpilih saja yang umumnya mendapat perhatian program pembangunan lebih.



"Padahal kepala daerah terpilih harus bekerja untuk seluruh rakyatnya. Pilkada langsung rawan konflik horizontal, sebagaimana selama ini berlangsung," kata dia Ia menegaskan usulan moratorium pemilihan kepala daerah secara langsung dari PPP itu bukan dikarenakan adanya Koalisi Merah Putih.

"Alhamdulilah pada akhirnya banyak fraksi yang belakangan sejalan dengan pikiran PPP. Sila ke-4 Pancasila memang disediakan untuk demokrasi perwakilan. Karenanya pilkada tak langsung bukanlah kemunduran demokrasi, melainkan pengejawantahan murni sila ke-4 Pancasila," kata Ketua Komisi IV DPR RI itu.