Bandarlampung (ANTARA News) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung mendesak Kementerian Hukum dan HAM segera menyelidiki dugaan penganiayaan kembali terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah, menyusul peristiwa kematian Sugeng alias Gareng bin Ngatijo, warga Dusun 3 Kampung Walu Kalirejo, Kecamatan Gunungsugih.
Kepala Divisi Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) LBH Bandarlampung, Chandra Muliawan, mendampingi Direkturnya, Wahrul Fauzi Silalahi, di Bandarlampung, Jumat, menyatakan peristiwa penganiayaan itu mengakibatkan tulang rusuk patah dan lebam di sekujur tubuh Sugeng. Dengan cedera itu, Sugeng tidak mendapatkan pelayanan pengobatan yang memadai.
Perkara Sugeng sejatinya masih dalam proses pengadilan.
Chandra mengungkapkan, Sugeng dianiaya karena ada oknum lapas yang meminta pungli setiap kali Sugeng dibesuk oleh kedua orang tuanya. Besaran pungli itu Rp200.000 sampai Rp500. 000.
Kematian Sugeng merupakan peristiwa ketiga di Lapas Gunungsugih sepanjang tahun 2014 ini.
Sebelumnya, peristiwa yang sama terjadi pada Thabroni bin Jauhari warga Dusun 1 Kampung Bangunrejo Gunungsugih, Kabupaten Lampung Tengah, dan Joni bin Ismail, warga Kotagajah.
Selain peristiwa kematian tiga orang tahanan tersebut, penganiayaan yang terjadi di lapas itu juga mengakibatkan seorang warga binaan mengalami gangguan jiwa, yakni Wahyu Saputra (22).
Peristiwa penganiayaan tersebut merupakan pengulangan yang terus menerus terjadi hampir pada semua lapas di Provinsi Lampung.
Tindakan penganiayaan tersebut merupakan bentuk premanisme dan perbuatan yang tidak memanusiakan manusia, dan merupakan bentuk pengingkaran terhadap Undang Undang No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan dan peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.
Chandra mengingatkan, semestinya lembaga pemasyarakatan menjalankan fungsinya sebagai institusi yang menyiapkan warga binaan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga nantinya dapat diterima kembali sebagai anggota masyarakat dan berperan aktif dalam pembangunan.
Namun sebaliknya, jika yang didapatkan di lapas ini adalah perlakuan penganiayaan, justru akan menjadikan warga binaan menjadi dendam, serta bisa mengalami cacat mental bahkan meninggal dunia.
Karena itu, LBH Bandarlampung dan YLBHI sudah mengirimkan surat secara resmi hari ini, untuk mendesak agar Kementerian Hukum dan HAM, serta Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) untuk menyelidiki penganiayaan tersebut, dan menjatuhkan sanksi tegas terhadap pelaku agar peristiwa tersebut tidak terus berulang.
Ia mendesak agar penganiayaan dan tindakan pungutan liar juga harus diselidiki.
Pihak yang bertanggungjawab penuh adalah kepala lapas (kalapas) yang paling bertanggungjawab atas kebakaran yang terjadi di dalam lapas itu, termasuk mampu menjaga keamanan serta ketertibannya.
YLBHI dan LBH Bandarlampung Memandang dalam momentum adanya perubahan UU Pemasyarakatan perlu untuk digagas mekanisme keluhan dan pengaduan terkait adanya perlakuan yang tidak manusiawi yang menimpa warga binaan, serta perlakuan di luar prosedur yang terjadi pada keluarga warga binaan.
Menurut Chandra, hal tersebut bisa memudahkan bagi siapa saja untuk melakukan pengaduan, serta diharapkan bisa menghentikan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi tersebut.
(B014)
Kekerasan di LP berujung tahanan tewas dan gila
5 September 2014 07:48 WIB
Ilustrasi- Petugas Kementerian Hukum dan HAM berjaga-jaga di pintu masuk Lapas Klas I A Medan, Sumut. (ANTARA/Septianda Perdana)
Pewarta: Budisantoso Budiman
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014
Tags: