Sanaa (ANTARA News) - Yaman akan mengembalikan sebagian subsidi bahan bakar minyak yang sebelumnya sempat dicabut untuk meredakan serangkaian demonstrasi anti-pemerintah yang dinilai berpotensi mendestabilisasi negara Arab miskin itu, demikian pernyataan pemerintah setempat.

Meskipun demikian, rencana penurunan harga sebesar 30 persen itu masih gagal mengubah sikap kelompok gerilyawan Syiah Houthi--yang juga menolak usulan Presiden Abel Rabbu Mansour Hadi terkait pembentukan kabinet persatuan baru, lapor Reuters.

Sebelumnya keputusan memotong anggaran subsidi pada Juli lalu telah memicu serangkaian demonstrasi dari kelompok pendukung Syiah Houthi. Para pengunjuk rasa itu pada Rabu sempat menutup jalanan di sekitar kantor-kantor kementerian penting.

"Pemerintah mengerti kesulitan yang dihadapi warga dan akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk meminimalkan dampak kebijakan koreksi harga minyak," demikian kabinet pemerintah menyatakan.

Pemerintah sendiri sampai saat ini masih kesulitan membayar subsidi yang menguntungkan masyarakat miskin.

Dalam kondisi tersebut, masyarakat internasional dan sejumlah negara tetangga mengkhawatirkan stabilitas Yaman yang secara geografis terletak di jalur pelayaran penting. Selain persoalan energi, negara itu masih harus menghadapi pemberontakan Al-Qaeda dan juga terancam pecah akibat perseteruan sektarian seperti negara-negara Arab lain.

Sejumlah sumber mengatakan kepada Reuters bahwa komunikasi antara Syiah Houthis dengan pemerintah masih terus berlanjut. Namun penolakan kelompok itu terhadap usulan Presiden Hadi berpotensi berkembang menjadi konflik bersaudara.

Kubu pemerintah menyebut demonstran Houthi sebagai "milisi" sementara pengunjuk rasa menuduh lawannya sebagai pemerintahan korup dan tidak punya legitimasi.

Keamanan di Yaman mulai menjadi persoalan besar setelah gelombang Kebangkitan Arab berhasil menggulingkan Ali Abdullah Saleh pada 2011 lalu dan naiknya Hadi presiden masa transisi.


Penerjemah: GM Nur Lintang Muhammad