Jakarta (ANTARA News) - Komite Ekonomi Nasional (KEN) mengingatkan ruang fiskal pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 harus diprioritaskan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur dan sektor produktif lainnya.

"Pembiayaan dari pemerintah (APBN) masih kecil untuk infrastruktur masih minim. Seharusnya pemerintah dapat memberi contoh bagaiamana fiskal yang baik untuk dukung sektor produktif," kata Ketua KEN Raden Pardede usai menghadiri "Refleksi Tiga Tahun Pelaksanaan MP3EI" di Jakarta, Rabu.

Dengan demikian, kata dia, pemerintah sekarang dan Fraksi pendukung Presiden terpilih dalam pembahasan RAPBN 2015 bersama DPR, harus mengurangi belanja pemerintah yang terbukti tidak efektif.

Porsi belanja tidak efektif itu contohnya adalah belanja subsidi bahan bakar minyak yang pada APBN-Perubahan 2014, telah menghabiskan Rp246,5 triliun.

"Artinya tidak ada lagi perdebatan bahwa subsidi energi itu memang harus dikurangi," ujar dia.

Dia mengkritik realisasi porsi pembiayaan dari pemerintah untuk proyek Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang kecil.

Indonesia seharusnya dapat mengelola manajemen fiskal yang baik. Misalnya, kata dia, seperti Tiongkok, yang mampu mengalokasikan Rp800 triliun untuk pembangunan infrastruktur.

"Pembiayaan itu seharusnya banyak dari pemerintah, entah itu APBN atau APBD, agar dapat terkontrol," ucapnya.

Dalam proyek infrastruktur di MP3EI, pembiayaan APBN hanya Rp133 triliun atau 32 persen dari total realisasi Rp412 trilun dari Mei 2011 hingga Juni 2014. Sedangkan untuk proyek sektor rill di MP3EI, pembiayaan dari APBN sebesar Rp563 miliar dari total realisasi Rp411 triliun di periode yang sama.

Pemerintah dan DPR pada Rabu ini menjalani Rapat Pembahasan RAPBN 2015. Dalam postur RAPBN 2015, belanja subsidi BBM diproyeksikan sebesar Rp291,1 triliun dari total belanja negara Rp2.019,9 triliun.
(I029/C004)