Jakarta (ANTARA News) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan membentuk tim pengembang surat utang untuk meningkatkan likuiditas pasar obligasi di dalam negeri menyusul penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

"Itu termasuk salah satu cara mendorong kedalaman pasar (market deepening) di pasar modal, sekarang ini pasar obligasi korporasi kita belum berkembang," ujar Kepala Eksekutif Bidang Pasar Modal OJK Nurhaida di Jakarta, Senin.

Menurut dia, jika likuiditas perbankan mulai terbatas maka harus ada alternatif lain untuk mendapatkan pendanaan dalam mendukung ekspansi perusahaan, salah satunya dengan surat utang.

"Alternatif yang dikembangkan adalah tersedianya pasar surat utang yang bagus. Itu yang didorong ojk dan pelaku industri," katanya.

Secara teknis, Nurhaida mengemukakan bahwa tim pengembangan surat utang bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), dan Dirjen Pajak.

"Ini yang perlu kita tangani dengan baik, sehingga emiten bisa mendapatkan kemudahan kalau masuk ke pasar surat utang," ucapnya.

Nurhaida mengemukakan bahwa salah satu kendala belum berkembangnya pasar surat utang di Indonesia yakni minimnya likuiditas pasar "Repurchase Agreement" (Repo) di Indonesia.

Repo merupakan transaksi dimana perantara pedagang efek menjual efeknya kepada nasabah atau pihak lain dengan harga yang telah ditentukan dan akan membeli kembali efek yang sejenis pada tanggal tertentu dengan harga yang sama ditambah bunga atau dengan harga yang lebih tinggi.

"Repo kan untuk hedging. Kalau perusahaan memegang obligasi dan ingin menjual tapi pasarnya belum ada, bisa melalui Repo. Sementara itu, pasar Repo juga sedang kita kembangkan," paparnya.

Nurhaida mengharapkan bahwa adanya "Global Master Repurchase Agreement" (GMRA) diharapkan dapat mendorong pasar Repo di Indonesia semarak dan pada akhirnya membuat pasar obligasi korporasi berkembang.

"Dengan pasar semakin likuid, minat penerbitan obligasi meningkat. Semuanya saling terkait, intinya untuk menciptakan market deepening," ujar Nurhaida.

Data Bursa Eefek Indonesia mencatat total emisi obligasi dan sukuk berjumlah 257 emisi dengan nilai nominal outstanding sebesar Rp218,83 triliun dan 100 juta dolar AS, diterbitkan oleh 109 Emiten.

Sementara Surat Berharga Negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 93 seri dengan nilai nominal Rp1.137,68 triliun. Dan lima efek beragun aset (EBA) senilai Rp2,05 Triliun.