Troitsko-Khartsisk, Ukraina (ANTARA News) - Berdiri di sisi parit yang dari jauh terlihat asap perang, "Batya" menatap kota Ilovoysk yang terkepung sembari mempertimbangkan opsi kepada para pejuang pro pemerintah Ukraina yang bertahan di dalam kota.
Satu-satunya opsi mereka, menurut pemberontak pro-Rusia garis keras ini, adalah menyerah dan menyerahkan kota di Ukraina timur itu.
"Barang siapa yang menyerah dan mengibarkan bendera putih, maka dia tidak akan ditembak," jelas rekannya yang berusia 57 tahun dan berjuluk "Klasik", di Troitsko-Khartsisk, dekat lokasi pertempuran.
Para pejuang yang setia kepada Ukraina telah berperang melawan para pemberontak di kota in selama lebih dari sepekan.
Asap terlihat mengepul dari kubu pemberontak, yang adalah bukti dari pemboman yang dilakukan pasukan setia kepada Ukraina yang berlindung di kota itu.
Pendulum perang telah berubah, setelah berhari-hari perang, pihak pemberontak berangsung-angsur menggapai kemenangan. Mereka merasa sudah dekat kepada kemenangan.
Di ujung jalan, dilindungi kantong pasir-kantong pasir pelindung, para petembak tepat (sniper) berlatih menggunakan senjata di Ilovaysk, bekas terminal yang biasa dicapai dengan berkendara satu jam dari kubu pertahanan pemberontak di Donetsk.
Kepercayaan diri pihak pemberontak tampak berjalan, sebaliknya dengan meningkatnya rasa putus asa dari mereka yang terjebak di dalam kota itu.
Kamis lalu, di ibukota Kiev, para demonstran berkumpul di luar gedung Kementerian Pertahanan untuk memohon bantuan, di tengah laporan bahwa tentara Ukraina mulai meninggalkan bagian-bagian timur Ukraina.
Ketika tentara mengatakan bala bantuan sudah berada di kawasan itu, pemimpin relawan pro-Kiev "Batalion Donbass" mendaku Kamis lalu bahwa tentara dan pejuang terancam ditinggalkan.
"Saya memohon rakyat Ukraina membantu menyelamatkan saudara-saudara kita," kata Semen Semenchenko yang berperang di wilayah itu sebelum cedera karena pecahan peluru belum lama bulan ini.
"Mereka boleh diabaikan oleh para jenderal, tetapi saya yakin mereka tidak akan ditinggalkan rakyat Ukraina," tulis dia di Facebook.
Fotograger perang Ukraina Maxim Dondyuk, yang terus menempel Batalion Donbass, melaporkan bahwa situasi semakin putus asa. "Mereka masih tidak menerima bantuan apa pun. Mereka menjadi sasaran (rudal) Grad dan mortir."
Bunuh tentara bayaran
Kiev melihat tangan Rusia berada di balik pembalikkan pendulum perang di timur, dengan menuduh Moskow melakukan invasi langsung, kendati Rusia menegaskan tak ada seorang pun tentaranya di bumi Ukraina.
Di Troitsko-Khartsisk memang tidak ada tanda-tanda kehadiran tentara Rusia di antara para pemberontak yang lagi murka namun lagi berpuas diri itu.
Di samping para pejuang yang saling berhadapan di sini semuanya adalah warga Ukraina, sedikit petunjuk perang akan terjadi sampai titik darah penghabisan.
"Kami harus membunuh tentara pembayaran itu, siapa pun yang memakai seragam hitam," kata "Klasik" ketika ditanyai apa yang dia akan lakukan terhadap musuhnya Batalian Donbass yang disebutnya tentara bayaran itu. Dia menyebut relawan Donbass sebagai "Nazi" dan fasis.
Di samping memperlihatkan roket-roket yang gagal meledak di dekatg rumah-rumah, "Batya" mengklaim bahwa para loyalis pemerintah telah membunuhi warga sipil.
"Ini negara kami, tanah kami, dan mereka harus takluk pada kami," kata seorang pejuang pemberontak lainnya berjuluk "Komar".
"Tentara-tentara (Ukraina) itu ingin hidup. Lama-lama mereka akan paham bahwa mereka harus menyerah. Mereka ini anak-anak muda yang bahkan ibu-ibu mereka saja tidak tahu mereka ada di sini," sambung dia.
"Batya" yakin kejatuhan Ilovaysk tak akan lama lagi. "Ini pertanyaan dalam beberapa hari belakangan. Lingkarannya sudah hampir menyempit."
Komar sepakat. "Ukraina akan tamat. Kami akan menuntaskan kerja kami," kata dia yakin. Ketika ditanya berapa lama itu akan terjadi, dia menjawab seminggu lagi.
sumber: AFP
Menyerah atau mati
29 Agustus 2014 18:06 WIB
Separatis pro-Rusia mengawal barisan tawanan perang Ukraina di Donetsk, Ukraina (REUTERS/Maxim Shemetov)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014
Tags: