Jakarta (ANTARA News) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik memastikan antrean kendaraan pembeli bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di stasiun-stasiun pengisian bahan bakar umum di beberapa wilayah di Indonesia akan normal kembali pada Rabu malam.

"Siang ini sudah 85 persen terurai atau tinggal 15 persen yang masih ada antrean. Malam ini, bisa 100 persen normal," katanya di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, Rabu.

Beberapa pejabat seperti Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edy Hermantoro dan Ketua Hiswana Migas Eri Purnomohadi mendampingi Menteri ESDM meninjau SPBU untuk memastikan ketersediaan BBM.

Jero mengatakan pasokan BBM akan segera normal karena stok BBM dalam jumlah cukup.

Mulai Selasa (26/8) sore, sesuai dengan instruksi pemerintah, PT Pertamina (Persero) menormalkan kembali penyaluran BBM bersubsidi ke SPBU.

Pemerintah, kata Jero, akan memikirkan kembali solusi untuk mengatasi masalah yang muncul jika konsumsi BBM bersubsidi melampaui kuota setelah pasokan dinormalkan.

"Itu nanti dipikirkan. Sekarang Agustus, kalau over masih November, kita lihat nanti solusinya. Paling penting sekarang adalah rakyat tercukupi kebutuhan BBM-nya dan tidak ada lagi antrean," ujarnya.

Menurut dia, kalaupun konsumsi BBM bersubsidi sampai melebihi kuota yang ditetapkan dalam undang-undang, pemerintah dan DPR masih bisa merevisi undang-undang.

"Aturan dibuat untuk kepentingan rakyat," katanya.

Jero juga mengatakan bahwa dia sudah tiga kali mengatasi masalah akibat konsumsi BBM bersubsidi yang melebihi kuota selama menjadi Menteri ESDM.

"Tiga kali saya atasi kuota jebol. Kalau mau ada penambahan kuota, bisa bilang ke DPR," katanya.

Meski demikian, dia memastikan konsumsi BBM bersubsidi tidak akan melebihi kuota 46 juta kiloliter sesuai ketetapan dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2014.

"Kalau lebih, langgar UU. Kami akan lakukan sejumlah cara agar 46 juta kiloliter cukup sampai akhir tahun," katanya.

Ia juga menambahkan bahwa menurut laporan, antrean BBM terjadi di SPBU wilayah pantai utara Jawa, Yogyakarta, Bandung, Jawa Timur, Bali, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.

Di tempat terpisah, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengatakan bahwa pemerintah telah menjamin akan bertanggung jawab atas kelebihan konsumsi BBM bersubsidi.

Jaminan tersebut disampaikan Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung kepada Hanung di Dili, Timor Timur, Selasa (26/8).

Saat pertemuan tersebut, pemerintah sudah meminta Pertamina menormalkan kembali pasokan BBM.

Chairul, lanjut Hanung, juga akan menyampaikan potensi penggantian subsidi atas kelebihan kuota BBM kepada Menteri Keuangan.

"Artinya, kebijakan penormalan kembali ini, tidak merugikan Pertamina berupa subsidi yang tidak dibayar dan ini menjadi pegangan," ujarnya.

Sesuai dengan surat Menteri Keuangan kepada Menteri ESDM tertanggal 27 Juli 2014, pemerintah tidak akan membayar subsidi atas kelebihan kuota.

Pertamina, lanjutnya, akan mengirimkan surat secara resmi kepada Menteri Koordinator Perekonomian terkait arahan di Dili.

Hanung juga mengatakan bahwa pengurangan penyaluran BBM subsidi ke SPBU dilakukan karena kebijakan pengendalian sesuai dengan surat edaran BPH Migas tidak efektif mengurangi konsumsi.

Contohnya, pengurangan premium subsidi di SPBU jalan tol mencapai 700 kiloliter. Namun, terjadi peningkatan SPBU di luar tol sebanyak 700 kiloliter juga. "Artinya, terjadi efek balon," katanya.

Oleh karena itu, lanjut dia, mulai 18 Agustus 2014 Pertamina mengurangi kuota harian SPBU untuk premium sebesar empat persen sampai lima persen dan solar 12 persen sampai 15 persen agar memenuhi kuota 46 juta kiloliter.

Kebijakan pengurangan tersebut, menurut dia, bisa menekan konsumsi premium 4.000--4.200 kiloliter dari konsumsi normal harian 80.000 kiloliter.

Hanya saja, penambahan premium nonsubsidi hanya 480 kiloliter per hari yang berarti hanya 10 persen berpindah dan sisanya rela antre.

Hanung juga mengatakan bahwa pengendalian solar subsidi sebenarnya sudah berjalan di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, dan Papua sejak 2013.

"Kalau kuota solar subsidi habis, masyarakat di sana beli nonsubsidi atau datang lagi besoknya," katanya.

Ia juga mengatakan bahwa kekosongan BBM nonsubsidi di sejumlah SPBU Jakarta lebih terjadi karena kemacetan menyebabkan mobil tangki terhambat sampai ke SPBU.

Pertamina juga akan memberikan sanksi skors penghentian operasi selama tiga bulan kepada SPBU yang terbukti melakukan penyalahgunaan.