Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Boediono mengatakan ayahnya adalah seorang tunanetra justru di saat usia muda dan produktif akibat glukoma namun masih bisa memberikan kontribusi bagi keluarga sehingga tetap mampu menjadi kepala keluarga dengan baik.

"Pada saat penjajahan penyakit glukoma belum ada pencegahannya dan belum ada kesadaran dari penderita, sehingga ayah saya mengalami kebutaan akibat glukoma," kata Boediono saat membuka Musyawarah Nasional VIII Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) di Jakarta, Rabu.

Hadir dalam acara itu Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim, Wakil Menteri Kesehatan Ali Gufron, serta Ketua Umum Pertuni Didi Tarsidi.

Wapres mengungkapkan kondisi keluarganya bukan tidak ada maksud. "Sekalipun seseorang mengalami tunanetra bukan berarti tidak bisa berkarya dan menjalankan tugas dengan baik sebagai kepala keluarga. Buktinya ayah saya bisa mendidik anak-anaknya menjadi orang yang berguna," katanya.

Dalam kesempatan tersebut Boediono memberikan semangat untuk terus berkarya kepada tunanetra, yang sekalipun mengalami hambatan namun diminta tidak pernah putus asa.

Boediono menceritakan saat ayahnya mengalami buta maka ia memutuskan membuka toko di depan rumah yang menjual keperluan sehari-hari. "Satu hal yang saya ingat adalah beliau tetap menjalankan kewajiban kepala keluarga dengan baik walau tunanetra," katanya.

Bahkan untuk memberikan pendidikan kepada anak-anaknya, kata Boediono, ayahnya seringkali menceritakan segala hal yang baik antara lain filsafat wayang. "Ayah saya bisa menceritakan hal itu karena pada saat masih bisa melihat suka sekali membaca," kata Wapres.

Boediono mengatakan keberadaan tunanetra dalam satu keluarga ternyata bisa memberikan manfaat bagi semua." Percayalah kalau kita tidak bisa menikmati hasilnya, pasti nanti anak cucu kita yang bisa menikmati," pesan Wapres.