Artikel
Masa depan kopi di Lembah Napu
Oleh Nabila Anisya Charisty
30 November 2024 07:25 WIB
Biji kopi (Coffea arabica) di perkebunan kopi, Desa Kalimago, Lembah Napu, Lore Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. ANTARA/Gunawan Wibisono/pri.
Jakarta (ANTARA) - Sore itu, Gamaliel Abu, seorang petani di Lembah Napu, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, sedang memanen buah kopi di ladang. Kopi merupakan salah satu komoditi unggulan yang menjadi sumber penghidupan bagi banyak keluarga, termasuk keluarga Gamaliel.
Keindahan alam Lembah Napu dengan suhu yang sejuk dan ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl) menjadikan daerah itu sangat ideal untuk pengembangan kopi jenis Arabika.
Kebun yang digarap oleh Gamaliel Abu di Lembah Napu merupakan contoh nyata bagaimana lahan tidur, yang sebelumnya tidak terkelola dengan optimal dapat memberikan manfaat yang besar melalui kebijakan reforma agraria oleh Badan Bank Tanah.
Badan Bank Tanah mengalokasikan 30 persen dari total aset lahannya di Lembah Napu yang mencapai 6.648 hektare, atau sekitar 1.550 hektare, untuk dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di lima desa dan tiga kecamatan itu.
Badan Bank Tanah adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah pusat sebagai badan khusus yang diberi kewenangan khusus untuk mengelola tanah. Tanah yang dikelola itu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat.
Dulu, Gamaliel bukanlah seorang petani seperti sekarang. Ia sempat merasa kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan tetap untuk mencari penghidupan yang layak bagi keluarganya, karena sehari-harinya hanya bekerja sebagai buruh tani.
“Saya tidak tahu apa yang harus dilakukan bila tidak ada lahan ini, karena kami sehari hari bertani. Kami mungkin mencari pekerjaan dengan menjadi seorang buruh tani yang hanya mengandalkan upah Rp 75.000 per hari,” ungkapnya.
Semuanya mulai berubah, ketika dia memperoleh akses ke lahan perkebunan yang dikelolanya sekarang ini. Lahan seluas dua hektare yang diterima Gamaliel merupakan bagian dari alokasi lahan yang diberikan kepada masyarakat melalui program reforma agraria. Program ini tidak hanya memberikan lahan, tetapi juga pemantauan dan pendampingan dari Badan Bank Tanah untuk memastikan lahan tersebut dikelola dengan baik dan memberikan hasil yang optimal. Dalam hal ini, Badan Bank Tanah memberikan waktu pemantauan selama 10 tahun kepada Gamaliel, sebelum akhirnya ia berhak mendapatkan sertifikat hak milik atas tanah tersebut.
Dengan akses terhadap lahan produktif ini, Ia tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan keluarga, tetapi juga turut berkontribusi pada perekonomian desa. Hasil panen perkebunan yang melimpah, kini tidak hanya membantu kesejahteraan keluarga, tetapi juga disalurkan melalui koperasi yang ada di desanya.
Dia bersama masyarakat lainnya di Desa Kalimago, kini bisa membuktikan bahwa masyarakat sudah memanen keuntungan ekonomi yang mulai bagus, seperti padi, jagung, coklat, dan kopi.
Peluang ekonomi di Lembah Napu tidak hanya datang dari dalam negeri. Beberapa waktu lalu, Badan Bank Tanah juga menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan investor dari Swiss yang tertarik untuk mengembangkan perkebunan kopi di daerah itu. Investor tersebut melihat potensi besar di Lembah Napu untuk menghasilkan kopi Arabika berkualitas tinggi yang dapat bersaing di pasar internasional.
Dalam kesepakatan itu, investor diperbolehkan untuk memanfaatkan hak guna usaha (HGU) dengan jangka waktu hingga 95 tahun, dan atau hak guna bangunan (HGB) hingga 80 tahun, dengan tahapan investasi yang terbagi dalam tiga periode: 30 tahun pertama, diperpanjang 35 tahun, dan kemudian diperbaharui sesuai dengan kesepakatan yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Kerja sama antara Badan Bank Tanah dan investor Swiss ini memberikan jaminan adanya investasi yang masuk untuk mengembangkan perkebunan kopi secara lebih profesional dan berkelanjutan. Dengan adanya investor yang memiliki kapasitas dan pengalaman, sektor perkebunan kopi di Lembah Napu diharapkan dapat berkembang lebih pesat. Petani kecil, seperti Gamaliel, pun mendapat manfaat langsung karena mereka dapat mengakses pelatihan, teknologi pertanian modern, dan juga pasar yang lebih luas melalui koperasi yang ada di desa mereka.
Lebih dari itu, MoU ini juga memberikan kesempatan kepada petani lokal untuk terlibat dalam program kemitraan dengan investor, sehingga mereka dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen kopi mereka. Dengan adanya dukungan ini, para petani akan semakin percaya diri dalam mengelola lahan yang mereka miliki, sekaligus memperkuat perekonomian desa mereka.
Gamaliel bersyukur dapat menggunakan lahan di atas hak pengelolaan (HPL) Badan Bank Tanah. Ia berterima kasih kepada badan yang merupakan representasi hadirnya negara itu yang telah memberikan jalan keluar bagi masyarakat di sini.
Dalam acara media gathering yang digelar pada Jumat (29/11), Deputi Perencanaan dan Perolehan Tanah Badan Bank Tanah Perdananto Aribowo menjelaskan bagaimana strategi dari badan itu dalam mengelola dan memanfaatkan aset lahan negara, khususnya untuk pengembangan ekonomi.
Investor akan diberikan hak guna bangunan (HGB), yang memungkinkan mereka untuk mengelola dan mengembangkan lahan tersebut dalam jangka waktu tertentu.
Badan Bank Tanah tidak hanya fokus pada pengalokasian lahan untuk kepentingan ekonomi, tetapi juga berupaya menjadikan setiap tanah yang dikelola sebagai alat untuk mendukung tujuan sosial dan kesejahteraan masyarakat.
Badan Bank Tanah memberikan syarat utama kepada investor yang tertarik mengembangkan lahan, yaitu tanah yang diberikan harus dimanfaatkan dengan baik (memperhatikan aspek lingkungan dan kesejahteraan sosial masyarakat) dan sesuai dengan peruntukannya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Bank Tanah Parman Nataatmadja menjelaskan bahwa untuk kepentingan sosial, pihaknya menerapkan kebijakan yang sangat tegas: nol persen. Badan itu tidak ingin ada pihak yang menguasai lahan secara berlebihan, karena tujuan utama reforma agraria adalah menciptakan pemerataan dan keadilan bagi seluruh masyarakat.
Badan Bank Tanah juga mengatur mekanisme harga untuk pemanfaatan lahan secara komersial sesuai dengan nilai pasar dan kesepakatan antarpihak yang terlibat.
Untuk urusan komersial, tentu ada kesepakatan harga sewa atau pembelian tanah yang jelas dan transparan. Namun, badan itu tetap mengedepankan prinsip ekonomi berkeadilan, sehingga harga sewa atau jual beli tanah tidak akan memberatkan pihak manapun, baik masyarakat, investor, maupun negara.
Melalui langkah ini, tidak hanya kesejahteraan petani yang akan meningkat, tetapi juga kualitas dan kuantitas hasil pertanian, khususnya komoditas kopi di Lembah Napu, akan semakin bersaing di pasar global. Dengan potensi yang ada, diharapkan Lembah Napu dapat menjadi salah satu daerah penghasil kopi terbaik di Indonesia, yang memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal dan memperkuat ketahanan pangan dan pertanian di wilayah tersebut.
Keindahan alam Lembah Napu dengan suhu yang sejuk dan ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl) menjadikan daerah itu sangat ideal untuk pengembangan kopi jenis Arabika.
Kebun yang digarap oleh Gamaliel Abu di Lembah Napu merupakan contoh nyata bagaimana lahan tidur, yang sebelumnya tidak terkelola dengan optimal dapat memberikan manfaat yang besar melalui kebijakan reforma agraria oleh Badan Bank Tanah.
Badan Bank Tanah mengalokasikan 30 persen dari total aset lahannya di Lembah Napu yang mencapai 6.648 hektare, atau sekitar 1.550 hektare, untuk dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di lima desa dan tiga kecamatan itu.
Badan Bank Tanah adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah pusat sebagai badan khusus yang diberi kewenangan khusus untuk mengelola tanah. Tanah yang dikelola itu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat.
Dulu, Gamaliel bukanlah seorang petani seperti sekarang. Ia sempat merasa kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan tetap untuk mencari penghidupan yang layak bagi keluarganya, karena sehari-harinya hanya bekerja sebagai buruh tani.
“Saya tidak tahu apa yang harus dilakukan bila tidak ada lahan ini, karena kami sehari hari bertani. Kami mungkin mencari pekerjaan dengan menjadi seorang buruh tani yang hanya mengandalkan upah Rp 75.000 per hari,” ungkapnya.
Semuanya mulai berubah, ketika dia memperoleh akses ke lahan perkebunan yang dikelolanya sekarang ini. Lahan seluas dua hektare yang diterima Gamaliel merupakan bagian dari alokasi lahan yang diberikan kepada masyarakat melalui program reforma agraria. Program ini tidak hanya memberikan lahan, tetapi juga pemantauan dan pendampingan dari Badan Bank Tanah untuk memastikan lahan tersebut dikelola dengan baik dan memberikan hasil yang optimal. Dalam hal ini, Badan Bank Tanah memberikan waktu pemantauan selama 10 tahun kepada Gamaliel, sebelum akhirnya ia berhak mendapatkan sertifikat hak milik atas tanah tersebut.
Dengan akses terhadap lahan produktif ini, Ia tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan keluarga, tetapi juga turut berkontribusi pada perekonomian desa. Hasil panen perkebunan yang melimpah, kini tidak hanya membantu kesejahteraan keluarga, tetapi juga disalurkan melalui koperasi yang ada di desanya.
Dia bersama masyarakat lainnya di Desa Kalimago, kini bisa membuktikan bahwa masyarakat sudah memanen keuntungan ekonomi yang mulai bagus, seperti padi, jagung, coklat, dan kopi.
Peluang ekonomi di Lembah Napu tidak hanya datang dari dalam negeri. Beberapa waktu lalu, Badan Bank Tanah juga menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan investor dari Swiss yang tertarik untuk mengembangkan perkebunan kopi di daerah itu. Investor tersebut melihat potensi besar di Lembah Napu untuk menghasilkan kopi Arabika berkualitas tinggi yang dapat bersaing di pasar internasional.
Dalam kesepakatan itu, investor diperbolehkan untuk memanfaatkan hak guna usaha (HGU) dengan jangka waktu hingga 95 tahun, dan atau hak guna bangunan (HGB) hingga 80 tahun, dengan tahapan investasi yang terbagi dalam tiga periode: 30 tahun pertama, diperpanjang 35 tahun, dan kemudian diperbaharui sesuai dengan kesepakatan yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Kerja sama antara Badan Bank Tanah dan investor Swiss ini memberikan jaminan adanya investasi yang masuk untuk mengembangkan perkebunan kopi secara lebih profesional dan berkelanjutan. Dengan adanya investor yang memiliki kapasitas dan pengalaman, sektor perkebunan kopi di Lembah Napu diharapkan dapat berkembang lebih pesat. Petani kecil, seperti Gamaliel, pun mendapat manfaat langsung karena mereka dapat mengakses pelatihan, teknologi pertanian modern, dan juga pasar yang lebih luas melalui koperasi yang ada di desa mereka.
Lebih dari itu, MoU ini juga memberikan kesempatan kepada petani lokal untuk terlibat dalam program kemitraan dengan investor, sehingga mereka dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen kopi mereka. Dengan adanya dukungan ini, para petani akan semakin percaya diri dalam mengelola lahan yang mereka miliki, sekaligus memperkuat perekonomian desa mereka.
Gamaliel bersyukur dapat menggunakan lahan di atas hak pengelolaan (HPL) Badan Bank Tanah. Ia berterima kasih kepada badan yang merupakan representasi hadirnya negara itu yang telah memberikan jalan keluar bagi masyarakat di sini.
Dalam acara media gathering yang digelar pada Jumat (29/11), Deputi Perencanaan dan Perolehan Tanah Badan Bank Tanah Perdananto Aribowo menjelaskan bagaimana strategi dari badan itu dalam mengelola dan memanfaatkan aset lahan negara, khususnya untuk pengembangan ekonomi.
Investor akan diberikan hak guna bangunan (HGB), yang memungkinkan mereka untuk mengelola dan mengembangkan lahan tersebut dalam jangka waktu tertentu.
Badan Bank Tanah tidak hanya fokus pada pengalokasian lahan untuk kepentingan ekonomi, tetapi juga berupaya menjadikan setiap tanah yang dikelola sebagai alat untuk mendukung tujuan sosial dan kesejahteraan masyarakat.
Badan Bank Tanah memberikan syarat utama kepada investor yang tertarik mengembangkan lahan, yaitu tanah yang diberikan harus dimanfaatkan dengan baik (memperhatikan aspek lingkungan dan kesejahteraan sosial masyarakat) dan sesuai dengan peruntukannya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Bank Tanah Parman Nataatmadja menjelaskan bahwa untuk kepentingan sosial, pihaknya menerapkan kebijakan yang sangat tegas: nol persen. Badan itu tidak ingin ada pihak yang menguasai lahan secara berlebihan, karena tujuan utama reforma agraria adalah menciptakan pemerataan dan keadilan bagi seluruh masyarakat.
Badan Bank Tanah juga mengatur mekanisme harga untuk pemanfaatan lahan secara komersial sesuai dengan nilai pasar dan kesepakatan antarpihak yang terlibat.
Untuk urusan komersial, tentu ada kesepakatan harga sewa atau pembelian tanah yang jelas dan transparan. Namun, badan itu tetap mengedepankan prinsip ekonomi berkeadilan, sehingga harga sewa atau jual beli tanah tidak akan memberatkan pihak manapun, baik masyarakat, investor, maupun negara.
Melalui langkah ini, tidak hanya kesejahteraan petani yang akan meningkat, tetapi juga kualitas dan kuantitas hasil pertanian, khususnya komoditas kopi di Lembah Napu, akan semakin bersaing di pasar global. Dengan potensi yang ada, diharapkan Lembah Napu dapat menjadi salah satu daerah penghasil kopi terbaik di Indonesia, yang memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal dan memperkuat ketahanan pangan dan pertanian di wilayah tersebut.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024
Tags: