Beirut (ANTARA) - Agresi Israel diperkirakan menyebabkan kerugian antara 15 miliar-20 miliar dolar AS (sekitar Rp237,8 triliun-Rp317 triliun) di berbagai sektor utama di Lebanon, kata Menteri Ekonomi dan Perdagangan Lebanon, Amin Salam, pada Jumat.

Dalam wawancara dengan Anadolu setelah gencatan senjata antara Israel dan Lebanon mulai berlaku pada Rabu (27/11) pagi, Salam menyoroti dampak parah dari konflik ini, yang menyebabkan 1,4 juta orang terpaksa mengungsi dan menimbulkan kerusakan besar.

Menurut ketentuan gencatan senjata, Israel akan menarik pasukannya ke arah selatan Garis Biru, perbatasan de facto, secara bertahap, sementara tentara Lebanon akan ditempatkan di Lebanon selatan dalam waktu 60 hari.

Pelaksanaan kesepakatan ini akan diawasi oleh AS dan Prancis.

Lebih dari 3.960 orang telah tewas dan lebih dari 16.500 orang terluka akibat serangan Israel di Lebanon sejak Oktober tahun lalu, menurut otoritas kesehatan Lebanon.

Salam menjelaskan bahwa sebelum eskalasi pada 17 September, kerugian diperkirakan mencapai sekitar 10 miliar dolar AS (sekitar Rp158,5 triliun), terutama mempengaruhi sektor pariwisata dan pertanian.

Namun, dengan intensifikasi serangan, sekitar 500.000 warga Lebanon kehilangan pekerjaan akibat pengungsian massal, kerusakan infrastruktur, dan berhentinya total sektor pariwisata.

Menteri Salam mencatat bahwa kerugian ekonomi harian mencapai ratusan juta dolar AS selama puncak konflik, yang menghambat penyelesaian penilaian kerusakan.

Tantangan rekonstruksi

Terkait dengan rekonstruksi, Salam menekankan kebutuhan akan dana sebesar 15 miliar-20 miliar dolar AS untuk membangun kembali infrastruktur dan menghidupkan kembali ekonomi Lebanon.

“Kami akan fokus terutama untuk menyatukan seluruh rakyat Lebanon... dan jika kami menunjukkan kepercayaan dan transparansi, semua negara, termasuk negara-negara Arab, AS, Eropa, Turki, serta teman-teman dan sekutu Lebanon, akan sangat siap dan selalu tersedia untuk mendukung Lebanon,” tambahnya.

Lebanon tidak memiliki presiden sejak masa jabatan Michel Aoun berakhir pada Oktober 2022. Perselisihan politik telah menghambat pemilihan penggantinya, yang memperumit upaya menarik dukungan internasional.

Salam menekankan pentingnya mendukung tentara Lebanon, dengan mengatakan bahwa mereka harus memprioritaskan pelaksanaan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701, yang memerlukan pendanaan besar untuk tentara Lebanon.

Kebutuhan mendesak

Menteri tersebut memperkirakan bahwa 3 miliar-5 miliar dolar AS (sekitar Rp47,6 triliun-Rp79,3 triliun) diperlukan dalam fase pertama rekonstruksi, yang akan fokus pada pemukiman kembali pengungsi, menghidupkan kembali aktivitas ekonomi, dan menangani kebutuhan mendesak.

Salam mengakui bahwa pemerintah sementara yang dipimpin oleh Perdana Menteri Najib Mikati tidak memiliki kapasitas untuk melaksanakan rencana rekonstruksi dalam skala besar.

Dia memuji upaya Mikati untuk mengamankan dukungan internasional, namun mencatat bahwa Lebanon harus "menyusun peta jalan dengan komunitas internasional setelah memilih presiden dan memiliki pemerintahan."

Risiko terus berlanjut

Meskipun Salam mengungkapkan harapan untuk stabilitas di bawah gencatan senjata, dia memperingatkan bahwa bulan-bulan mendatang sangat krusial.

“Kita harus lebih bijaksana dan lebih hati-hati agar tidak memberi alasan kepada pihak Israel untuk melanggar gencatan senjata dan membawa perang kembali ke meja perundingan. Jadi, bahaya itu tetap ada,” katanya.

Salam memuji Ankara atas dukungannya yang konsisten, dengan mengatakan: “Dengan Turki, kami telah menyaksikan hubungan yang belum pernah terjadi sebelumnya selama tiga tahun terakhir dalam hal dukungan.”

“Saya pribadi telah mengalami tiga tahun luar biasa dari kontribusi dan bantuan dari pihak Turki bersama semua rekan saya di pemerintah Turki untuk setiap permintaan yang diajukan Lebanon, baik itu bantuan kemanusiaan, ekonomi, atau politik. Turki selalu sangat dekat dan sangat responsif terhadap Lebanon,” tambahnya.

Sejak 2019, Lebanon telah bergulat dengan krisis ekonomi dan keuangan yang oleh Bank Dunia disebut sebagai salah satu yang terburuk di dunia.

Situasi ini semakin memburuk dengan agresi Israel baru-baru ini, yang memperburuk ketidakstabilan finansial, kekurangan energi, dan memburuknya kondisi kehidupan.

Sumber: Anadolu

Baca juga: Pengungsi Lebanon bergegas pulang ke rumah setelah gencatan senjata
Baca juga: Netanyahu isyaratkan serang kembali Lebanon meski gencatan senjata
Baca juga: Erdogan ajak negara-negara Muslim satukan kekuatan hentikan Israel