Jakarta (ANTARA) - Hasil survei yang diselenggarakan Kolaborasi.com, menunjukkan generasi Z dan masyarakat berpenghasilan rendah diketahui masih membutuhkan asuransi pribadi.



Manajer Riset Kolaborasi.com Sahli Hamzah dalam keterangannya di Jakarta, Jumat mengatakan, sesuai survei, setidaknya 64,12 persen masyarakat berencana membeli asuransi pribadi.

Sementara, hanya 5,55 persen yang menyatakan tak berminat memiliki asuransi pribadi, sedangkan 30,28 persen lainnya masih netral atau pikir-pikir.

Survei juga menyebutkan masyarakat yang berminat membeli asuransi bertujuan untuk melindungi diri dari risiko finansial seperti kehilangan pendapatan, penyakit kritis, kecelakaan kerja, hingga kematian

"Yang mengejutkan, kelompok masyarakat berpenghasilan rendah tercatat memiliki minat paling tinggi untuk membeli asuransi pribadi dibandingkan dengan kelompok masyarakat berpenghasilan lebih tinggi," ujarnya.

Tercatat, 69,07 persen masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp2 juta, tertarik untuk membeli asuransi pribadi.

"Hanya 7,56 persen masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp2 juta yang tidak tertarik membeli asuransi pribadi, sementara 24,32 persen menyatakan netral atau masih pikir-pikir untuk membeli asuransi pribadi,” ujarnya.

Dia juga menjelaskan, tingginya minat untuk membeli asuransi pribadi juga terjadi di kelompok masyarakat berpenghasilan Rp2 jua-Rp4,9 juta sebanyak 59,66 persen dan masyarakat berpenghasilan Rp5 juta-Rp9,9 juta sebanyak 65 persen.

Sebaliknya, masyarakat berpenghasilan Rp10 juta ke atas justru cenderung tidak tertarik untuk membeli asuransi pribadi.

Hanya 35,66 persen masyarakat kelompok tersebut yang tertarik untuk membeli asuransi pribadi, sedangkan 57,30 persen menyatakan masih pikir-pikir.

"Hasil yang mengejutkan ternyata minat gen Z untuk membeli asuransi pribadi terbilang tinggi. Setidaknya, 67,51 persen mahasiswa yang mewakili gen Z," terangnya.

Selain mahasiswa, minat tinggi juga dari karyawan swasta. Sedikitnya 62,25 persen karyawan swasta berminat membeli asuransi pribadi, sementara 33,10 persen bersikap pikir-pikir dahulu, dan 4,57 persen menyatakan tidak berminat.

Tingginya minat terhadap asuransi pribadi muncul karena sebagian besar responden (69,47 persen) beranggapan bahwa BPJS Kesehatan saja tidak cukup untuk memberikan perlindungan komprehensif.

Meskipun demikian, tambah Sahli, lebih dari separuh responden mengatakan produk asuransi yang ada perlu ditingkatkan agar lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat, baik dalam fleksibilitas manfaat maupun kemudahan akses.

"Salah satu tantangan industri asuransi yang masih menjadi perhatian adalah proses klaim. Sebanyak 60 persen responden percaya bahwa klaim asuransi mereka diproses dengan baik, namun 40 persen lainnya berada di antara netral sebanyak 24 persen dan tidak baik sebesar 16 persen," katanya.

Sahli melanjutkan saat diminta menilai kemampuan pemerintah dalam menciptakan ekosistem asuransi yang sehat dan berkelanjutan, responden menunjukkan keyakinan yang beragam.

Hal itu mencerminkan kebutuhan untuk memperkuat kebijakan yang mendukung pengembangan industri asuransi nasional lebih baik lagi.

"Jawaban positif dari responden yang meyakini adanya komitmen pemerintah untuk memperkuat ekosistem, bisa menjadi katalisator yang positif terhadap industri asuransi nasional ke depan," sebutnya.


Survei bertajuk "Persepsi Publik terhadap Prospek Industri Asuransi Nasional" dilakukan Kolaborasi.com pada periode 1-15 November 2024 dengan metode stratified random sampling yang melibatkan responden dari lima kota besar dengan pendapatan domestik regional bruto (PDRB) tertinggi di Indonesia, yakni Jakarta, Surabaya, Bekasi, Medan, dan Semarang.

Sampel mencakup berbagai latar belakang pekerjaan seperti karyawan swasta (38,42 persen), mahasiswa (29,77 persen), wiraswasta (10,94 persen), dan PNS/BUMN/TNI (8,4 persen) dengan total responden 393 orang.

Survei dilakukan dengan tingkat kepercayaan (confidence level) sebesar 95 persen dan margin of error lima persen.