Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menilai bahwa larangan dan sanksi atas tindak politik uang (money politics) dalam pemilihan umum (pemilu) perlu dirumuskan ulang.

"Terkait dengan money politics, saya kira norma terkait pelarangan money politics, termasuk sanksi terhadap money politics itu memang harus kita rumuskan ulang terkait dengan bagaimana pembuktian money politics itu bisa dengan mudah menyentuh kandidat dan memberikan sanksi kepada kandidat," kata Rifqinizamy saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, sanksi yang diberikan terhadap pelaku tindak politik uang dalam pemilu harus dapat berimplikasi langsung terhadap pasangan calon (paslon) yang berkontestasi dalam pilkada itu sendiri.

"Kita tahu bahwa selama ini norma terkait dengan politik uang itu kerap kali hanya bisa menyentuh siapa yang memberi di lapangan dan siapa yang menerima, tanpa kemudian berimplikasi terhadap pasangan calon yang didukung dan seterusnya," ujarnya.

Terkait hal tersebut, dia pun menilai wacana revisi terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) menjadi penting untuk digulirkan.

Dia menyebut Komisi II DPR RI berencana membentuk Undang-Undang Politik dengan menggunakan metode Omnibus Law yang di dalamnya menyatukan rezim pemilu dan pilkada.

"Momentum terhadap revisi Undang-Undang Pemilu, termasuk revisi terhadap Undang-Undang Pilkada yang rencananya kami buat dalam bentuk Omnibus Law politik itu menjadi sangat penting," tuturnya.

Baca juga: Waka MPR: Intensitas politik uang meningkat patut diwaspadai

Baca juga: Bawaslu lakukan kajian awal atas 130 dugaan politik uang Pilkada 2024

Baca juga: Memperbaiki kualitas demokrasi, menolak politik uang


Di sisi lain, dia menambahkan bahwa Komisi II DPR RI mencermati pula perihal selisih suara antar-kandidat yang tipis di sejumlah daerah pada Pilkada Serentak 2024 karena berpotensi menimbulkan upaya kecurangan.

"Kami mencermati potensi kecurangan yang terjadi di kabupaten/kota, provinsi, di mana selisih suara antar-kandidat sangat tipis. Nah, proses Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik) dan rekap manual itu kerap kali menjadi satu ruang negosiasi di level penyelenggara dengan pasangan calon yang saya kira harus menjadi concern kita bersama," kata dia.

Sebelumnya, Rabu (27/11), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI melakukan kajian awal terhadap 130 laporan dan informasi awal hasil pengawasan mengenai dugaan pelanggaran politik uang yang terjadi selama masa tenang dan pemungutan suara Pilkada 2024.

Sebanyak 130 laporan dan informasi awal tersebut merupakan data yang dikumpulkan Bawaslu hingga hari Rabu ini pukul 16.00 WIB. Jika kajian awal menunjukkan dugaan tersebut memenuhi syarat formil dan material, Bawaslu akan melakukan kajian hukum dalam lima hari kalender.

"Peristiwa pembagian uang atau materi lainnya berpotensi dikenakan ketentuan Pasal 187A Undang-Undang Pemilihan (UU Pilkada, red.)," kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu RI, Jakarta.