BKSAP: OECD-BRICS sama-sama peluang bagi Indonesia
29 November 2024 00:00 WIB
Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Mardani Ali Sera (kanan) bersama Wakil Ketua BKSAP DPR RI Ravindra Airlangga (kiri) di Kompleks Parlemen (ANTARA/Melalusa Susthira K.)
Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Mardani Ali Sera mengatakan bahwa baik Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) maupun blok ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) sama-sama peluang bagi Indonesia sehingga tidak untuk dipertentangkan.
"Kalau buat kami dua-duanya opportunity, jangan dipertentangkan. Dua-duanya kami akan coba untuk apply dan kami dorong eksekutif," kata Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.
Sebab, kata dia, diplomasi luar negeri Indonesia pada dasarnya berangkat dari kepentingan nasional (national intrerest)
"Kalau buat saya, saya dukung pemerintah, OECD harus jalan, BRICS juga harus," ucapnya.
Meski demikian, dia mengaku pada awalnya sempat terkejut ketika pemerintah menyatakan sikap ingin bergabung sebagai anggota BRICS di tengah proses aksesi Indonesia untuk menjadi anggota penuh OECD.
"Soal BRICS jujur kami terkejut karena out of nowhere, tapi kami khuznuzan semua yang dilakukan Pak Prabowo, eksekutif itu, dalam rangka mencapai delapan persen target pertumbuhan ekonomi. Sebetulnya OECD proposal kita itu jauh lebih solid, tapi lebih susah masuknya. OECD kan kita kan tinggal selangkah lagi (prosesnya)," ujarnya.
Wakil Ketua BKSAP DPR RI Ravindra Airlangga juga menyatakan dukungan keanggotaan Indonesia terhadap kedua blok ekonomi tersebut.
"Terkait dengan BRICS kami mendukung, dan kami juga tetap memenuhi persyaratan untuk bergabung OECD," kata Ravindra pada kesempatan yang sama.
Dia mengatakan bahwa BKSAP DPR RI pun telah bertemu dengan Duta Besar Delegasi Uni Eropa (EU) untuk Indonesia Denis Chaibi beberapa waktu lalu, yang di dalamnya membahas pula soal proses aksesi Indonesia bergabung dengan OECD.
"Untuk membantu proses aksesi ini akan diadakan juga pada 17 Februari (2025) kami akan ada pertemuan dengan duta besar-duta besar Eropa dan parlemen untuk membahas kira-kira langkah-langkah sinkronisasi apa untuk mempercepat proses aksesi ini," kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) Mathias Cormann mengemukakan bahwa dukungan internasional terhadap aksesi Indonesia menjadi anggota penuh OECD semakin menguat, termasuk dukungan dari Amerika Serikat dan Inggris.
"Ada dukungan yang sangat kuat untuk aksesi Indonesia dari seluruh anggota OECD. Bahkan pekan lalu, Presiden Biden dan Perdana Menteri Inggris secara tegas menyatakan dukungan mereka dalam pembicaraan bilateral dengan Presiden Prabowo," kata Cormann dalam pernyataannya usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan bahwa keterlibatan Indonesia yang saat ini dalam proses aksesi menjadi anggota OECD juga didukung kuat oleh seluruh 38 negara anggota organisasi tersebut.
Adapun Indonesia secara resmi telah menyatakan minatnya untuk bergabung dengan BRICS pada KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia, 23-24 Oktober lalu.
Menteri Luar Negeri RI Sugiono menyatakan prioritas BRICS selaras dengan program kerja pemerintah Indonesia, antara lain ketahanan pangan dan energi, pemberantasan kemiskinan, dan pemajuan sumber daya alam.
Baca juga: FPCI: Pemerintahan Prabowo perlu cepat adaptasi aksesi OECD, BRICS
Baca juga: Wamenlu: RI jadi anggota OECD, BRICS demi perjuangkan dunia kondusif
"Kalau buat kami dua-duanya opportunity, jangan dipertentangkan. Dua-duanya kami akan coba untuk apply dan kami dorong eksekutif," kata Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.
Sebab, kata dia, diplomasi luar negeri Indonesia pada dasarnya berangkat dari kepentingan nasional (national intrerest)
"Kalau buat saya, saya dukung pemerintah, OECD harus jalan, BRICS juga harus," ucapnya.
Meski demikian, dia mengaku pada awalnya sempat terkejut ketika pemerintah menyatakan sikap ingin bergabung sebagai anggota BRICS di tengah proses aksesi Indonesia untuk menjadi anggota penuh OECD.
"Soal BRICS jujur kami terkejut karena out of nowhere, tapi kami khuznuzan semua yang dilakukan Pak Prabowo, eksekutif itu, dalam rangka mencapai delapan persen target pertumbuhan ekonomi. Sebetulnya OECD proposal kita itu jauh lebih solid, tapi lebih susah masuknya. OECD kan kita kan tinggal selangkah lagi (prosesnya)," ujarnya.
Wakil Ketua BKSAP DPR RI Ravindra Airlangga juga menyatakan dukungan keanggotaan Indonesia terhadap kedua blok ekonomi tersebut.
"Terkait dengan BRICS kami mendukung, dan kami juga tetap memenuhi persyaratan untuk bergabung OECD," kata Ravindra pada kesempatan yang sama.
Dia mengatakan bahwa BKSAP DPR RI pun telah bertemu dengan Duta Besar Delegasi Uni Eropa (EU) untuk Indonesia Denis Chaibi beberapa waktu lalu, yang di dalamnya membahas pula soal proses aksesi Indonesia bergabung dengan OECD.
"Untuk membantu proses aksesi ini akan diadakan juga pada 17 Februari (2025) kami akan ada pertemuan dengan duta besar-duta besar Eropa dan parlemen untuk membahas kira-kira langkah-langkah sinkronisasi apa untuk mempercepat proses aksesi ini," kata dia.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) Mathias Cormann mengemukakan bahwa dukungan internasional terhadap aksesi Indonesia menjadi anggota penuh OECD semakin menguat, termasuk dukungan dari Amerika Serikat dan Inggris.
"Ada dukungan yang sangat kuat untuk aksesi Indonesia dari seluruh anggota OECD. Bahkan pekan lalu, Presiden Biden dan Perdana Menteri Inggris secara tegas menyatakan dukungan mereka dalam pembicaraan bilateral dengan Presiden Prabowo," kata Cormann dalam pernyataannya usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan bahwa keterlibatan Indonesia yang saat ini dalam proses aksesi menjadi anggota OECD juga didukung kuat oleh seluruh 38 negara anggota organisasi tersebut.
Adapun Indonesia secara resmi telah menyatakan minatnya untuk bergabung dengan BRICS pada KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia, 23-24 Oktober lalu.
Menteri Luar Negeri RI Sugiono menyatakan prioritas BRICS selaras dengan program kerja pemerintah Indonesia, antara lain ketahanan pangan dan energi, pemberantasan kemiskinan, dan pemajuan sumber daya alam.
Baca juga: FPCI: Pemerintahan Prabowo perlu cepat adaptasi aksesi OECD, BRICS
Baca juga: Wamenlu: RI jadi anggota OECD, BRICS demi perjuangkan dunia kondusif
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024
Tags: