Jenewa (ANTARA News) - Lebih dari 191 ribu orang tewas di Suriah, kata Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Navi Pillay, Jumat, yang menyayangkan ketidakberdayaan dunia mengatasi kemelut hampir 3,5 tahun itu.

Pillay mengatakan angka kematian 191.369 orang itu, yang dicatat dalam waktu Maret 2011 saat perang meletus hingga April 2014, naik hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan data tahun lalu. Itu pun sepertinya masih bisa lebih banyak lagi.

Pillay yang merupakan warga negara Afrika Selatan itu akan mengakhiri enam tahun masa tugasnya sebagai Komisaris Tinggi HAM PBB pada akhir Agustus.

Ia mengkritisi ketidakberdayaan para pemimpin dunia mengatasi konflik-konflik berskala luas.

Pada Kamis, Pillay mengkritik Dewan Keamanan PBB yang disebutnya tidak memiliki penyelesaian untuk mengakhiri krisis.

Dalam pernyataannya, Pillay mengatakan bahwa berkurangnya perhatian dunia pada Suriah adalah sesuatu yang "memalukan".

"Sungguh sangat saya sesalkan bahwa, dengan munculnya begitu banyak konflik bersenjata lain dalam periode destabilisasi dunia ini, pertempuran di Suriah dan pengaruhnya terhadap jutaan warga telah hilang dari pemantauan internasional," kata Pillay, seperti dilaporkan AFP.

Ia mengatakan, "Pembunuh, penghancur dan penganiaya di Suriah semakin kuat dan berani dengan ketidakberdayaan internasional ini."

Konflik Suriah meletus pada Maret 2011 ketika pasukan keamanan membubarkan unjuk rasa, sehingga memicu pemberontakan terhadap rezim Presiden Bashar al-Assad.

Pillay mengatakan ada "tuduhan-tuduhan serius bahwa kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan telah terjadi sepanjang waktu tanpa ada hukuman", namun DK PBB gagal mengajukan kasus di Suriah itu ke Mahkamah Pidana Internasional.

PBB terakhir kali mencatat angka kematian akibat konflik tersebut pada Juli 2013, dan Sekretaris Jenderal PBB menyebut angka kematian sebanyak lebih dari 100 ribu orang.

Dalam penghitungan terbarunya, tim PBB mengecek ulang laporan korban tewas sebanyak 318.910 dengan lima sumber berbeda, termasuk pemerintah Suriah dan kelompok Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah yang berbasis di London.

Setelah menyingkirkan penghitungan ganda, tersisa angka 191.369 angka tewas, demikian pernyataan tersebut dan menambahkan bahwa pencatatan itu juga memasukkan kasus pembunuhan yang sebelumnya tidak tercatat selama dua tahun pertama konflik.

Namun jumlah tersebut sepertinya masih dibawah perkiraan, kata pengamat statistik yang menekankan bahwa hampir 52 ribu korban tidak dihitung dalam studi itu karena kurangnya data seperti nama, tanggal atau lokasi pembunuhan.

Di samping itu, sejumlah korban tewas kemungkinan tidak dilaporkan sama sekali oleh kelima sumber tersebut," katanya.

Laporan itu menunjukkan bahwa lebih dari 85 persen korban tewas adalah laki-laki, tanpa dibedakan apakah mereka warga sipil atau pejuang.

Hampir 9 ribu anak, termasuk lebih dari 2 ribu anak dibawah 10 tahun.

Demikian juga, angka ini diperkirakan lebih rendah dari kenyataan karena umur korban tidak tercatat dalam 83,8 persen kasus.

Sebagian besar korban tewas di kawasan sekitar Damaskus dimana sekitar 40 ribu kematian terdokumentasi, diikuti kemudian oleh Aleppo (hampir 32 ribu korban) dan Homs (lebih dari 28 ribu), kata laporan itu.

Pillay menekankan beratnya penderitaan yang dialami, diperlihatkan dari angka-angka itu. "Memalukan bahwa kesulitan yang dihadapi warga yang terluka, mengungsi, ditahan dan keluarga mereka yang tewas atau hilang tidak lagi menarikbanyak perhatian," katanya.

Ia mendesak pemerintahan di seluruh dunia untuk "mengambil langkah serius menghentikan pertempuran dan mencegah kejahatan".

Di atas segalanya, kata dia, negara-negara di dunia harus "berhenti memantik terjadinya bencana kemanusiaan ini melalui penyediaan senjata dan pasokan militer lain".

(Uu.S022)