Haruskah dilanjutkan pertarungan Prabowo-Jokowi?
22 Agustus 2014 09:13 WIB
Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Joko Widodo (kiri) dan Jusuf Kalla (kanan) melambaikan tangan usai memberikan konferensi pers di halaman Rumah Dinas Gubernur DKI Jakarta di Taman Suropati Nomor 7, Jakarta, Kamis (21/8) malam. Joko Widodo mengatakan dirinya dan Jusuf Kalla akan segera melakukan pertemuan dengan Presiden Yudhoyono untuk membahas persiapan pemerintahan baru menyusul putusan Perselisihan Hasil Pemilu Presiden Tahun 2014 dari Mahkamah Konstitusi. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Jakarta (ANTARA News) -Mahkamah Konstitusi atau MK pada hari Kamis (21/8) akhirnya menolak gugatan pasangan nomor satu pemilihan presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto -Hatta Rajasa sehingga pasangan nomor dua Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla bakal dilantik menjadi presiden dan dan wakil presiden pada 20 Oktober di Jakarta.
Sekalipun keputusan MK bersifat final dan mengikat, ternyata kubu Prabowo-- mantan komandan jenderal Komando Pasukan Khusus(Kopasus)TNI-AD telah melontarkan wacana untuk melanjutkan gugatan misalnya ke peradilan tata usaha negara atau PTUN ataupun Mahkamah Agung.
"Kami akan melakukan gugatan ke PTUN atau MA," kata Prabowo yang juga pernah menjadi panglima Komando Cadangan Strategis TNI-AD, sebuah satuan yang memiliki daya tempur hebat.
Pilpres 9 Juli diikuti Prabowo-Hatta Rajasa serta Jokowi-Jusuf Kalla. KPU pada tanggal 22 Juli memutuskan bahwa pertarungan itu dimenangkan Jokowi-Gubernur DKI Jakarta-- dan Jusuf Kalla yang merupakan mantan wakil presiden pada tahun 2004-2009. Karena merasa tidak puas maka kemudian beberapa jam sebelum KPU mengumumkan keputusannya, Prabowo menyatakan "menarik diri" dan mengajukan gugatan ke MK.
Alasan gugatan Prabowo kepada Komisi Pemilihan Umum antara lain adalah telah terjadi tindakan"tsm" atau tindakan tidak patut yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif misalnya ada orang yang mencoblos dua kali, penghitungan suara yang tidak benar sehingga Prabowo kehilangan suara jutaan suara, serta ada keberpihakan. Karena itulah, kemudian MK mengadakan sidang dengan Prabowo sebagai pemohon, kemudian KPU sebagai termohon.
Untuk sidang gugatan itu, MK memangil puluhan saksi, mulai dari kubu Prabowo, Jokowi hingga KPU. Namun ternyata MK menemukan data bahwa banyak data yang diajukan pemohon tidak jelas, meragukan sehingga lembaga peradilan ini akhirnya menolak gugatan kubu Prabowo. Namun Prabowo tidak puas sehingga melontarkan wacana untuk melakukan gugatan lagi misalnya ke PTUN ataupun MK.
Jika di satu pihak, kubu Prabowo menolak hasil putusan MK, maka di lain pihak barisan Jokowi-Kalla menerima putusan Mahkamah Konstitusi.
"Saya sangat menghargai putusan MK," kata Jokowi kepada pers di Jakarta, Kamis malam. Sambil santai, kemudian mantan wali kota Solo itu menjawab pertanyaan wartawan tentang kemungkinan terjadinya rekonsiliasi atau rujujuk.
"Untuk apa rekonsiliasi. Pak Prabowo dan Pak Hatta adalah sahabat-sahabat kami," kata Jokowi yang sebelum menjadi orang pemerintahan, pernah terjun sebagai pengusaha.
Sementara itu, Jusuf Kalla yang mendampingi Jokowi mempertanyakan wacana mengajukan gugatan lagi dari kubu Prabowo ke PTUN ataupun Mahkamah Agung.
"Keputusan MK adalah bersifat final dan mengikat.," kata Jusuf Kalla, sambil menyatakan bahwa yang diperlukan bangsa ini saat ini dan di masa mendatang adalah bekerja sama untuk membangun bangsa ini.
Sementara itu, salah satu tokoh di pihak Prabowo-Hatta , Maqdir Ismail juga menyatakan persoalan sudah selesai setelah MK mengeluarkan keputusan yang menolak gugatan pihaknya.
"Semua sudah selesai di MK," kata Maqdir Ismail.
Perlukan diteruskan?
Pilpres yang berlangsung 9 Juli menghasilkan suara sekitar 70 juta bagi Jokowi dan Kalla, sehingga unggul kurang lebih delapan juta suara dari Prabowo-Hatta, sehingga kalaupun MK mengabulkan sebagian gugatan Prabowo, maka Jokowi tetap menang dalam pertarungan itu. Karena itu, seorang pengamat hukum mempertanyakan dasar gugatan pasangan nomor satu ini ke MK.
"Gugatan itu hanya ngarang-ngarang saja," kat pengamat hukum Refly Harun.
Sementara itu, seorang guru besar dari Sumatera Barat, Saldi Isra mengatakan sebenarnya tidak ada alasan untuk melontarkan tuduhan bahwa telah terjadi pelanggaran.
"Tidak ada alasan untuk mengeluarkan tuduhan bahwa telah terjadi pelanggaran," kata saldi Isra di Jakarta, Kamis malam (21/8).
Sikap-sikap pro dan kontra terhadap putusan MK itu tentu bersifat wajar, karena sikap itu amat bergantung di piahk mana pembicara itu berada. Namun yang pasti, para hakim di MK yang berjumlah sembilan orang itu tentu memiliki pandangan ataupun sikap yang matang berdasarkan aturan hukum yang berlaku.
Para hakim MK itu antara lain adalah Hamdan Zoelva yang juga merupakan Ketua MK, Ahmad Fadili Sumadi, Muhammad Alim, serta Patrialis Akbar.
Para hakim MK ini pada dasarnya memang dikenal sebagai ahli di bidang hukum sehingga pasti keputusan mereka sudah diperhitungkan santa mendalam apalagi ini menyangkut pemilihan presiden.
Karena itu, wacana kubu Prabowo-Hatta untuk tetap melanjutkan gugatan ke PTUN ataupun Mahkamah Agung tentu patut dipertanyakan, apalagi jadwal pelantikan presiden dan wakil presiden yang baru sudah "di ambang mata" yaitu 20 Oktober 2014.
Selain karena putusan MK itu sudah bersifat final dan mengikat, maka jika gugatan itu akan dilanjutkan lagi maka di kalangan masyarakat akan terus terjadi pertarungan.
Apa buktinya? Pada hari Kamis sore, telah terjadi bentrokan antara aparat Polri dengan para pendukung Prabowo di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat sehingga sekitar 50 orang harus dirawat karena mereka berusaha memaksa masuk ke sekitar kawasan terlarang di sekitar kantor MK.
Apabila kubu Prabowo terus memaksakan diri mengajukan gugatan demi gugatan maka kapan persoalan ini akan selesai hingga tuntas? Pada menjelang pemilu itu, semua pihak sudah sepakat dengan prinsip" siap menang dan siap kalah" . Drama pertandingan sepak bola saja di tingkat dunia, banyak kesebelasan favorit yang harus rela tergusur, apalagi dalam dunia politik..
Membangun
Presiden terpilih Jokowi pada Kamis malam di Jakarta menegaskan bahwa pihaknya harus segera bekerja keras mulai dari menyiapkan pemerintahan transisi bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan kemudian menyiapkan calon-calon terbaik orang- orang pilihan yang bakal menjadi menteri selama lima tahun mendatang.
"Saya harus menyiapkan pemerintahan transisi dengan Presiden Yudhoyono," kata Jokowi. Selain itu, dia juga harus membahas RUU. APBN Tahun Anggaran 2015. Yudhoyono memang pada tanggal 15 Agustus telah menyerahkan RUU APBN ke DPR.
Akan tetapi pertanyaannya adalah apakah Jokowi dan Jusuf Kalla akan menerima 100 persen RUU APBN itu atau tidak karena mereka berdua ini tentu mempunyai pandangan yang berbeda tentang RUU.APBN 2015 itu.
RUU APBN itu harus disahkan sebelum berakhirnya bulan Desember 2014. Di DPR yang bakal dilantik pada 1 Oktober mendatang bisa diperkirakan bakal terjadi perdebatan yang seru bagi pengesahan RUU. APBN itu.
UU APBN bisanya akan menjadi APBN Perubahan sekitar bulan Juli, namun bisa diperkirakan bahwa sekitar bulan Maret atau April sudah akan lahir APBN Perubahan 2015 itu.
Karena itu, suka atau tidak suka, percaya atau tidak percaya, Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla harus diterima oleh seluruh rakyat Indonesia atau minimal mayoritas rakyat untuk memimpin pemerintahan selama lima tahun mendatang.
Jokowi tentu harus merasa beruntung karena didampingi Jusuf Kalla yang pernah menjadi menko kesra pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri dan bahkan menjadi wakil presiden mendampingi SBY pada kurun waktu 2004-2009.
Tugas pokok Jokowi menjelang 20 Oktober- saat pelantikannya-- adalah menyiapkan puluhan politisi, akademisi dan birokrat untuk menjadi menteri.
Jokowi pernah berujar, "Orang yang bakal menjadi menteri pertanian misalnya adalah adalah orang yang benar-benar mengerti masalah pertanian terutama untuk meningkatkan produksi pangan". Contoh itu menunjukkan bahwa para menteri adalah orang-orang yang mengerti bidang yang bakal digelutinya selama lima tahun.
Salah satu hal yang sangat penting yang harus direnungkan Jokowi adalah jangan sampai terjadi ada menterinya yang menjadi korban korupsi atau gratifikasi atau apa pun istilahnya.
Sekalipun keputusan MK bersifat final dan mengikat, ternyata kubu Prabowo-- mantan komandan jenderal Komando Pasukan Khusus(Kopasus)TNI-AD telah melontarkan wacana untuk melanjutkan gugatan misalnya ke peradilan tata usaha negara atau PTUN ataupun Mahkamah Agung.
"Kami akan melakukan gugatan ke PTUN atau MA," kata Prabowo yang juga pernah menjadi panglima Komando Cadangan Strategis TNI-AD, sebuah satuan yang memiliki daya tempur hebat.
Pilpres 9 Juli diikuti Prabowo-Hatta Rajasa serta Jokowi-Jusuf Kalla. KPU pada tanggal 22 Juli memutuskan bahwa pertarungan itu dimenangkan Jokowi-Gubernur DKI Jakarta-- dan Jusuf Kalla yang merupakan mantan wakil presiden pada tahun 2004-2009. Karena merasa tidak puas maka kemudian beberapa jam sebelum KPU mengumumkan keputusannya, Prabowo menyatakan "menarik diri" dan mengajukan gugatan ke MK.
Alasan gugatan Prabowo kepada Komisi Pemilihan Umum antara lain adalah telah terjadi tindakan"tsm" atau tindakan tidak patut yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif misalnya ada orang yang mencoblos dua kali, penghitungan suara yang tidak benar sehingga Prabowo kehilangan suara jutaan suara, serta ada keberpihakan. Karena itulah, kemudian MK mengadakan sidang dengan Prabowo sebagai pemohon, kemudian KPU sebagai termohon.
Untuk sidang gugatan itu, MK memangil puluhan saksi, mulai dari kubu Prabowo, Jokowi hingga KPU. Namun ternyata MK menemukan data bahwa banyak data yang diajukan pemohon tidak jelas, meragukan sehingga lembaga peradilan ini akhirnya menolak gugatan kubu Prabowo. Namun Prabowo tidak puas sehingga melontarkan wacana untuk melakukan gugatan lagi misalnya ke PTUN ataupun MK.
Jika di satu pihak, kubu Prabowo menolak hasil putusan MK, maka di lain pihak barisan Jokowi-Kalla menerima putusan Mahkamah Konstitusi.
"Saya sangat menghargai putusan MK," kata Jokowi kepada pers di Jakarta, Kamis malam. Sambil santai, kemudian mantan wali kota Solo itu menjawab pertanyaan wartawan tentang kemungkinan terjadinya rekonsiliasi atau rujujuk.
"Untuk apa rekonsiliasi. Pak Prabowo dan Pak Hatta adalah sahabat-sahabat kami," kata Jokowi yang sebelum menjadi orang pemerintahan, pernah terjun sebagai pengusaha.
Sementara itu, Jusuf Kalla yang mendampingi Jokowi mempertanyakan wacana mengajukan gugatan lagi dari kubu Prabowo ke PTUN ataupun Mahkamah Agung.
"Keputusan MK adalah bersifat final dan mengikat.," kata Jusuf Kalla, sambil menyatakan bahwa yang diperlukan bangsa ini saat ini dan di masa mendatang adalah bekerja sama untuk membangun bangsa ini.
Sementara itu, salah satu tokoh di pihak Prabowo-Hatta , Maqdir Ismail juga menyatakan persoalan sudah selesai setelah MK mengeluarkan keputusan yang menolak gugatan pihaknya.
"Semua sudah selesai di MK," kata Maqdir Ismail.
Perlukan diteruskan?
Pilpres yang berlangsung 9 Juli menghasilkan suara sekitar 70 juta bagi Jokowi dan Kalla, sehingga unggul kurang lebih delapan juta suara dari Prabowo-Hatta, sehingga kalaupun MK mengabulkan sebagian gugatan Prabowo, maka Jokowi tetap menang dalam pertarungan itu. Karena itu, seorang pengamat hukum mempertanyakan dasar gugatan pasangan nomor satu ini ke MK.
"Gugatan itu hanya ngarang-ngarang saja," kat pengamat hukum Refly Harun.
Sementara itu, seorang guru besar dari Sumatera Barat, Saldi Isra mengatakan sebenarnya tidak ada alasan untuk melontarkan tuduhan bahwa telah terjadi pelanggaran.
"Tidak ada alasan untuk mengeluarkan tuduhan bahwa telah terjadi pelanggaran," kata saldi Isra di Jakarta, Kamis malam (21/8).
Sikap-sikap pro dan kontra terhadap putusan MK itu tentu bersifat wajar, karena sikap itu amat bergantung di piahk mana pembicara itu berada. Namun yang pasti, para hakim di MK yang berjumlah sembilan orang itu tentu memiliki pandangan ataupun sikap yang matang berdasarkan aturan hukum yang berlaku.
Para hakim MK itu antara lain adalah Hamdan Zoelva yang juga merupakan Ketua MK, Ahmad Fadili Sumadi, Muhammad Alim, serta Patrialis Akbar.
Para hakim MK ini pada dasarnya memang dikenal sebagai ahli di bidang hukum sehingga pasti keputusan mereka sudah diperhitungkan santa mendalam apalagi ini menyangkut pemilihan presiden.
Karena itu, wacana kubu Prabowo-Hatta untuk tetap melanjutkan gugatan ke PTUN ataupun Mahkamah Agung tentu patut dipertanyakan, apalagi jadwal pelantikan presiden dan wakil presiden yang baru sudah "di ambang mata" yaitu 20 Oktober 2014.
Selain karena putusan MK itu sudah bersifat final dan mengikat, maka jika gugatan itu akan dilanjutkan lagi maka di kalangan masyarakat akan terus terjadi pertarungan.
Apa buktinya? Pada hari Kamis sore, telah terjadi bentrokan antara aparat Polri dengan para pendukung Prabowo di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat sehingga sekitar 50 orang harus dirawat karena mereka berusaha memaksa masuk ke sekitar kawasan terlarang di sekitar kantor MK.
Apabila kubu Prabowo terus memaksakan diri mengajukan gugatan demi gugatan maka kapan persoalan ini akan selesai hingga tuntas? Pada menjelang pemilu itu, semua pihak sudah sepakat dengan prinsip" siap menang dan siap kalah" . Drama pertandingan sepak bola saja di tingkat dunia, banyak kesebelasan favorit yang harus rela tergusur, apalagi dalam dunia politik..
Membangun
Presiden terpilih Jokowi pada Kamis malam di Jakarta menegaskan bahwa pihaknya harus segera bekerja keras mulai dari menyiapkan pemerintahan transisi bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan kemudian menyiapkan calon-calon terbaik orang- orang pilihan yang bakal menjadi menteri selama lima tahun mendatang.
"Saya harus menyiapkan pemerintahan transisi dengan Presiden Yudhoyono," kata Jokowi. Selain itu, dia juga harus membahas RUU. APBN Tahun Anggaran 2015. Yudhoyono memang pada tanggal 15 Agustus telah menyerahkan RUU APBN ke DPR.
Akan tetapi pertanyaannya adalah apakah Jokowi dan Jusuf Kalla akan menerima 100 persen RUU APBN itu atau tidak karena mereka berdua ini tentu mempunyai pandangan yang berbeda tentang RUU.APBN 2015 itu.
RUU APBN itu harus disahkan sebelum berakhirnya bulan Desember 2014. Di DPR yang bakal dilantik pada 1 Oktober mendatang bisa diperkirakan bakal terjadi perdebatan yang seru bagi pengesahan RUU. APBN itu.
UU APBN bisanya akan menjadi APBN Perubahan sekitar bulan Juli, namun bisa diperkirakan bahwa sekitar bulan Maret atau April sudah akan lahir APBN Perubahan 2015 itu.
Karena itu, suka atau tidak suka, percaya atau tidak percaya, Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla harus diterima oleh seluruh rakyat Indonesia atau minimal mayoritas rakyat untuk memimpin pemerintahan selama lima tahun mendatang.
Jokowi tentu harus merasa beruntung karena didampingi Jusuf Kalla yang pernah menjadi menko kesra pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri dan bahkan menjadi wakil presiden mendampingi SBY pada kurun waktu 2004-2009.
Tugas pokok Jokowi menjelang 20 Oktober- saat pelantikannya-- adalah menyiapkan puluhan politisi, akademisi dan birokrat untuk menjadi menteri.
Jokowi pernah berujar, "Orang yang bakal menjadi menteri pertanian misalnya adalah adalah orang yang benar-benar mengerti masalah pertanian terutama untuk meningkatkan produksi pangan". Contoh itu menunjukkan bahwa para menteri adalah orang-orang yang mengerti bidang yang bakal digelutinya selama lima tahun.
Salah satu hal yang sangat penting yang harus direnungkan Jokowi adalah jangan sampai terjadi ada menterinya yang menjadi korban korupsi atau gratifikasi atau apa pun istilahnya.
Oleh Arnaz Firman
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014
Tags: