Sanya (ANTARA) - Di bawah hangatnya sinar matahari di Sanya, sebuah kota pesisir di Provinsi Hainan, China selatan, para atlet yang mengenakan topi tradisional Uighur bergerak lincah di lapangan. Menggunakan tongkat kayu, secara tepat mereka memukul bola yang ditenun erat, membuat bola itu melambung tinggi dalam lengkungan yang indah.

"Ini terlihat seperti hoki!" seru seorang penonton yang penasaran, memicu perbincangan di antara para penonton. "Mereka menggunakan tongkat untuk memukul bola dan mencoba mencetak gol, seperti hoki."

Apa yang mereka saksikan di Kompetisi Olahraga Tradisional Etnis Minoritas Nasional (National Traditional Games of Ethnic Minorities) China ke-12 bukanlah hoki, melainkan Bola Maire, olahraga kuno Uighur yang berasal dari Prefektur Hotan di Daerah Otonom Uighur Xinjiang, China barat laut.

Bola Maire, salah satu warisan budaya takbenda nasional China yang populer di zaman kuno, masih memiliki tempat khusus di hati masyarakat Yutian, sebuah kota kecil di tepi selatan Gurun Taklamakan.

"Ini memang mirip dengan hoki modern," jelas Metrozi Imin, seorang mantan ofisial olahraga dari wilayah Yutian, Hotan, yang telah menghabiskan lebih dari 20 tahun mempromosikan olahraga itu.

"Namun tidak seperti hoki, olahraga ini tidak memiliki penjaga gawang atau peraturan ketat untuk ukuran lapangan maupun jumlah tim. Dengan hanya beberapa pemain hingga puluhan pemain, Anda bisa memulai pertandingan ini hampir di mana pun," imbuhnya.
Para atlet Xinjiang berkompetisi dalam pertandingan Maire Ball di Pertandingan Tradisional Nasional Etnis Minoritas Nasional China ke-12 di Sanya, Provinsi Hainan, China selatan, pada 24 November 2024. ANTARA/Xinhua/Chen Shuo

Sempat dikenal luas saat zaman kuno, permainan tradisional ini masih memiliki tempat khusus di hati masyarakat Yutian, sebuah kota kecil di tepi selatan Gurun Taklamakan, gurun pasir bergerak terbesar kedua di dunia

Di Yutian, bola maire lebih dari sekadar permainan, ini adalah jalan hidup.

"Di wilayah kami, permainan ini sama populernya dengan sepak bola," kata Metrozi. "Dari warga lansia berusia 70-an tahun hingga balita, siapa pun bisa ikut serta dalam permainan ini, tanpa memandang usia atau pun jenis kelamin."

Pada 2019, tim Yutian memulai debutnya dalam Kompetisi Olahraga Tradisional Etnis Minoritas Nasional China ke-11 di Zhengzhou, Provinsi Henan, dan menuai pujian luas. Tahun ini, mereka membawa semangat mereka ke Sanya dengan jajaran pemain yang beragam, termasuk petani, tukang roti, dan penjual buah. Salah satu di antara mereka adalah sang kapten tim, Umarjan Memetmin, yang berprofesi sebagai guru sekolah menengah.

"Ini merupakan kesempatan luar biasa," kata Umarjan. "Kami ingin memperkenalkan olahraga ini ke seantero negeri dan berbagi cerita tentang kemajuan luar biasa di Xinjiang selatan."

Perjalanan tim Yutian ke Sanya tidaklah mudah. Dimulai dengan perjalanan kereta selama 20 jam dari Yutian ke Urumqi, ibu kota Xinjiang, dilanjutkan dengan penerbangan selama lima jam ke Sanya.

"Setelah tiga hari perjalanan, kami akhirnya sampai di sini, dan semua itu tidak sia-sia," kata Umarjan.

Kebangkitan Bola Maire sejalan dengan pembangunan Yutian yang makin luas. Berkat dukungan dari inisiatif-inisiatif pemerintah daerah dan program bantuan kemitraan nasional, penduduk mengalami peningkatan pendapatan dan menikmati peluang yang kian luas.

Abdulaeziz Abduhewar, seorang petani sekaligus pemain Bola Maire, memuji pertumbuhan pertanian lokal karena meningkatkan mata pencaharian keluarganya.

"Berkat menanam buah-buahan, seperti anggur dan persik, kami sekarang lebih aman secara finansial, dan saya dapat menghabiskan waktu luang saya dengan bermain olahraga yang saya sukai," tutur Abdulaeziz.

Pada 2021, Bola Maire ditambahkan ke dalam daftar warisan budaya takbenda nasional China, menandai era baru pelestarian dan promosi.

Pemerintah setempat berencana memperkenalkan olahraga ini di sekolah-sekolah, guna memastikan bahwa generasi berikutnya dapat merasakan dan meneruskan tradisi berharga ini.

"Kami ingin anak-anak dari semua kelompok etnis dapat merasakan warisan kita ini," kata Talip Abduweli, direktur kantor olahraga wilayah Yutian.

"Selama beberapa dekade, Dawaz (berjalan di atas tali) khas Uighur telah dikenal secara nasional. Sekarang, giliran kami untuk bersinar," kata Metrozi.