Jakarta (ANTARA) - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto diharapkan dapat cepat beradaptasi demi memastikan kelancaran aksesi Indonesia ke Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) maupun BRICS, ujar pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal.

Pasalnya, Dino memandang ada potensi perlambatan dalam proses aksesi menyusul dipecahnya sejumlah kementerian pada Kabinet Merah Putih yang menuntut penyesuaian kembali antara menteri maupun badan yang baru dipecah.

“Koordinasi yang sangat intens antara kementerian dan lembaga pemerintah diperlukan supaya Indonesia bisa terus maju dalam proses aksesi ini,” kata dia usai mengikuti acara dialog bersama Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann dalam rangka “12th US-Indonesia Investment Summit" di Jakarta, Selasa.

Pendiri FPCI itu berkata, adaptasi tersebut ini menjadi salah satu PR besar yang harus diselesaikan pemerintah RI.

Hal tersebut penting karena untuk aksesi RI ke OECD, misalnya, Indonesia perlu berkoordinasi dengan puluhan komite aksesi dengan bidang yang terkhusus, kata Dino.

Sementara itu, Dino memandang bergabungnya Indonesia ke OECD dan BRICS memberi peluang penguatan kerja sama ekonomi yang besar kepada RI di tingkat global.

Bergabungnya RI ke dua organisasi tersebut dapat dipandang sebagai “menambah lahan” potensial untuk menjalin kerja sama dengan negara-negara lain yang bergabung di organisasi ekonomi dunia, sebagaimana yang telah Indonesia lakukan di ASEAN, APEC, dan G20.

“(Bergabungnya RI ke BRICS) bukan berarti ada pergeseran (pada diplomasi RI), namun posisi Indonesia lebih tepat disebut sebagai ‘menambah lahan’,” kata Dino.

Pendiri FPCI tersebut berkata, keputusan bergabung ke OECD adalah langkah yang ambisius dan berani karena suksesnya aksesi RI ke organisasi itu menunjukkan bahwa ekonomi nasional sudah berada di taraf yang lebih tinggi dan setara dengan negara-negara maju anggota OECD.

Sementara terkait aksesi ke BRICS, Dino memandang bahwa pemerintah harus memahami bahwa organisasi tersebut juga memiliki aspek geopolitis, berkebalikan dengan OECD yang murni berfokus pada aspek ekonomi.

Karena nuansa geopolitik yang ada pada BRICS, dia menyebut bahwa keinginan RI bergabung ke organisasi tersebut bahkan sempat memicu pertanyaan dari negara-negara Barat yang memandang BRICS sebagai “kompetitor”.

“Pada intinya, Indonesia harus tahu apa yang diharapkan dari masing-masing organisasi tersebut setelah bergabung ke dalamnya,” ucap mantan wakil menteri luar negeri RI itu.

Baca juga: Wamenlu: RI jadi anggota OECD, BRICS demi perjuangkan dunia kondusif
Baca juga: Sekjen OECD tegaskan minat RI ikut BRICS tak pengaruhi aksesi ke OECD