Bidan perlu rekomendasikan skrining anemia setiap trimester kehamilan
26 November 2024 21:00 WIB
Dokter kandungan ahli fetomaternal Dr. dr. Rima Irwinda, Sp.OG, Subsp. KFM (ketiga dari kiri) dalam diskusi bersama Ikatan Bidan Indonesia (IBI) di Jakarta, Selasa (26/11/2024). (ANTARA/Rizka Khaerunnisa)
Jakarta (ANTARA) - Dokter kandungan ahli fetomaternal Dr dr Rima Irwinda Sp.OG mengingatkan bidan perlu merekomendasikan skrining anemia setiap trimester kehamilan serta suplementasi zat besi dan edukasi sejak dini kepada ibu hamil untuk mencegah dan mengatasi anemia.
“Bidan sebagai garda terdepan memiliki peran sentral dalam mendeteksi anemia pada ibu hamil, yang dapat mengurangi risiko komplikasi serius bagi ibu dan anak,” kata dokter yang juga merupakan dosen di Fakultas Kedokteran (FK) UI itu di Jakarta, Selasa.
Rima menyebutkan, skrining anemia untuk ibu hamil pada trimester pertama dan ketiga saat ini sudah masuk dalam skema BPJS Kesehatan. Adapun Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) juga tengah mendorong pemerintah agar skrining anemia pada trimester kedua juga dimasukkan ke dalam pembiayaan BPJS Kesehatan.
Ia menjelaskan, kebutuhan zat besi yang terabsorpsi meningkat selama kehamilan mulai dari trimester pertama hingga ketiga. Oleh sebab itu, bidan perlu memberikan edukasi pentingnya kecukupan zat besi pada ibu hamil mulai dari trimester pertama, bukan setelah trimester pertama.
Baca juga: Dokter ingatkan pentingnya pemenuhan gizi bagi ibu hamil
Rata-rata kebutuhan total zat besi selama kehamilan yaitu sekitar 1.000 mg. Adapun kebutuhan terbesar terdiri atas 300 mg yang dibutuhkan untuk janin dan 500 gram untuk menambah masa hemoglobin maternal.
“Kalau kita lihat penyerapannya, trimester kedua dan trimester ketiga ini yang paling besar. Dan transfer dari plasenta ke janin yang paling besar itu di trimester ketiga,” ujar Rima.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan suplementasi zat besi selama kehamilan 30-60 mg per hari. Untuk negara dengan prevalensi lebih dari 40 persen, suplementasi dilanjutkan hingga tiga bulan pasca-salin.
Selain skrining dan suplementasi zat besi, Rima juga mengingatkan bidan juga perlu melakukan konseling manfaat pemberian suplementasi zat besi sehingga ibu hamil patuh mengkonsumsi tablet besi sesuai anjuran.
Baca juga: Dokter kandungan: ibu hamil harus kontrol konsumsi hati
Konseling juga mencakup pemantauan terhadap sumber makanan yang mengandung besi pada ibu hamil. Zat besi yang berasal dari sumber protein hewani (heme iron) merupakan yang paling ideal mengingat tingkat penyerapannya dua hingga tiga kali lebih besar dibandingkan zat besi dari sumber nabati (non-heme iron).
“Mungkin yang non-heme iron ini yang lebih sering dikonsumsi oleh ibu-ibu di Indonesia seperti sayur, lalap, dan seterusnya. Namun, jangan lupa untuk makan juga yang heme iron,” ujar Rima.
Jika kebutuhan zat besi selama hamil tidak terpenuhi, maka ibu hamil berisiko anemia, preeklamsia, dan perdarahan pasca-salin. Sedangkan pada janin, berisiko lahir prematur, pertumbuhan janin terhambat, berat badan lahir rendah, dan infeksi perinatal.
Baca juga: IDI ingatkan ibu hamil jaga nutrisi-periksa kandungan cegah stunting
“Selain itu, ibu yang anemia dapat menyebabkan anak lahir dengan persediaan zat besi yang sangat sedikit dan berisiko mengalami anemia pada usia dini, yang dapat meningkatkan gangguan atau hambatan pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk perkembangan otak,” kata Rima.
“Bidan sebagai garda terdepan memiliki peran sentral dalam mendeteksi anemia pada ibu hamil, yang dapat mengurangi risiko komplikasi serius bagi ibu dan anak,” kata dokter yang juga merupakan dosen di Fakultas Kedokteran (FK) UI itu di Jakarta, Selasa.
Rima menyebutkan, skrining anemia untuk ibu hamil pada trimester pertama dan ketiga saat ini sudah masuk dalam skema BPJS Kesehatan. Adapun Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) juga tengah mendorong pemerintah agar skrining anemia pada trimester kedua juga dimasukkan ke dalam pembiayaan BPJS Kesehatan.
Ia menjelaskan, kebutuhan zat besi yang terabsorpsi meningkat selama kehamilan mulai dari trimester pertama hingga ketiga. Oleh sebab itu, bidan perlu memberikan edukasi pentingnya kecukupan zat besi pada ibu hamil mulai dari trimester pertama, bukan setelah trimester pertama.
Baca juga: Dokter ingatkan pentingnya pemenuhan gizi bagi ibu hamil
Rata-rata kebutuhan total zat besi selama kehamilan yaitu sekitar 1.000 mg. Adapun kebutuhan terbesar terdiri atas 300 mg yang dibutuhkan untuk janin dan 500 gram untuk menambah masa hemoglobin maternal.
“Kalau kita lihat penyerapannya, trimester kedua dan trimester ketiga ini yang paling besar. Dan transfer dari plasenta ke janin yang paling besar itu di trimester ketiga,” ujar Rima.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan suplementasi zat besi selama kehamilan 30-60 mg per hari. Untuk negara dengan prevalensi lebih dari 40 persen, suplementasi dilanjutkan hingga tiga bulan pasca-salin.
Selain skrining dan suplementasi zat besi, Rima juga mengingatkan bidan juga perlu melakukan konseling manfaat pemberian suplementasi zat besi sehingga ibu hamil patuh mengkonsumsi tablet besi sesuai anjuran.
Baca juga: Dokter kandungan: ibu hamil harus kontrol konsumsi hati
Konseling juga mencakup pemantauan terhadap sumber makanan yang mengandung besi pada ibu hamil. Zat besi yang berasal dari sumber protein hewani (heme iron) merupakan yang paling ideal mengingat tingkat penyerapannya dua hingga tiga kali lebih besar dibandingkan zat besi dari sumber nabati (non-heme iron).
“Mungkin yang non-heme iron ini yang lebih sering dikonsumsi oleh ibu-ibu di Indonesia seperti sayur, lalap, dan seterusnya. Namun, jangan lupa untuk makan juga yang heme iron,” ujar Rima.
Jika kebutuhan zat besi selama hamil tidak terpenuhi, maka ibu hamil berisiko anemia, preeklamsia, dan perdarahan pasca-salin. Sedangkan pada janin, berisiko lahir prematur, pertumbuhan janin terhambat, berat badan lahir rendah, dan infeksi perinatal.
Baca juga: IDI ingatkan ibu hamil jaga nutrisi-periksa kandungan cegah stunting
“Selain itu, ibu yang anemia dapat menyebabkan anak lahir dengan persediaan zat besi yang sangat sedikit dan berisiko mengalami anemia pada usia dini, yang dapat meningkatkan gangguan atau hambatan pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk perkembangan otak,” kata Rima.
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: