Peneliti BRIN: Budidaya jadi solusi atasi penurunan populasi tuna
26 November 2024 19:59 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengunjungi lokasi budidaya pembesaran ikan tuna di laut Izmir, Turki, Selasa (23/1). KKP berencana mengadopsi teknologi budidaya pembesaran tersebut untuk diterapkan di Indonesia.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Utama Pusat Riset Perikanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wudianto mengatakan, program mendorong budidaya tuna menjadi solusi strategis untuk mengatasi penurunan populasi tuna di dunia, khususnya di wilayah Pasifik, yang saat ini mengalami overfishing.
“Populasi tuna, baik Yellowfin Tuna maupun Bigeye Tuna, sudah menurun drastis karena penangkapan berlebih. Oleh karena itu, budidaya tuna adalah langkah yang sangat baik. Namun, diperlukan teknologi dan riset yang mumpuni untuk mendukung keberhasilannya,” kata Wudianto di Jakarta, Selasa.
Pria yang juga anggota Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan ini menilai, budidaya tuna di Indonesia dapat dilakukan dengan dua pendekatan yakni pembesaran (farming) dengan mengambil benih tuna kecil dari alam untuk dibesarkan di keramba laut hingga mencapai ukuran komersial.
Serta kedua, breeding yakni mengembangbiakkan tuna dewasa di fasilitas tangki besar, sehingga menghasilkan anakan yang dapat dibudidayakan.
Baca juga: KKP Dorong Budi Daya Tuna Berteknologi Tinggi untuk Tingkatkan Ekonomi Nelayan
“Untuk metode breeding, diperlukan riset lanjutan dan teknologi yang canggih, mengingat tuna merupakan spesies laut dalam yang membutuhkan lingkungan spesifik,” katanya.
Ia pun mengusulkan perlunya koordinasi antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk menghidupkan kembali penelitian terkait budidaya tuna yang sempat dilakukan di Balai Penelitian Perikanan Laut (Gondol).
“Dulu, Gondol sudah memiliki fasilitas untuk breeding tuna yang dikembangkan bersama JICA, Jepang. Sayangnya, setelah riset pindah ke BRIN, penelitian ini kurang mendapat perhatian. KKP perlu mendukung pendanaan dan mendorong kerjasama dengan BRIN untuk mengoptimalkan potensi ini,” tegasnya.
Dengan budidaya, produksi tuna nasional dapat ditingkatkan secara berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen tuna global.
Baca juga: KKP dorong inovasi teknologi budi daya tuna demi kesejahteraan nelayan
Sementara itu, salah seorang pengusaha penangkapan tuna Dwi Agus Siswa Putra menyebut langkah budidaya tuna merupakan inovasi besar yang menandai kemajuan signifikan dalam sektor perikanan Indonesia.
“Saya sangat menghormati langkah ini. Jika ada pelaku usaha atau pemerintah yang berani memulai budidaya tuna di Indonesia, itu sebuah kemajuan luar biasa. Indonesia menjadi lebih maju dalam perikanan tuna,” kata Dwi yang sudah bergelut di industri penangkapan tuna sejak 1992.
Ia mengatakan, penangkapan tuna saat ini semakin sulit. Lokasi fishing ground semakin jauh, seperti di Samudra Hindia, dengan waktu tempuh hingga tiga sampai tujuh hari yang membuat operasional semakin mahal dan hasil tangkapan tidak selalu memadai.
Sementara budidaya tuna memerlukan persiapan dan teknologi yang matang. Negara-negara seperti Jepang, Australia, dan Turki telah sukses menjalankan budidaya tuna dengan teknologi canggih. Indonesia, yang memiliki potensi laut yang luas, perlu melakukan transfer teknologi untuk memastikan keberhasilan.
“Populasi tuna, baik Yellowfin Tuna maupun Bigeye Tuna, sudah menurun drastis karena penangkapan berlebih. Oleh karena itu, budidaya tuna adalah langkah yang sangat baik. Namun, diperlukan teknologi dan riset yang mumpuni untuk mendukung keberhasilannya,” kata Wudianto di Jakarta, Selasa.
Pria yang juga anggota Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan ini menilai, budidaya tuna di Indonesia dapat dilakukan dengan dua pendekatan yakni pembesaran (farming) dengan mengambil benih tuna kecil dari alam untuk dibesarkan di keramba laut hingga mencapai ukuran komersial.
Serta kedua, breeding yakni mengembangbiakkan tuna dewasa di fasilitas tangki besar, sehingga menghasilkan anakan yang dapat dibudidayakan.
Baca juga: KKP Dorong Budi Daya Tuna Berteknologi Tinggi untuk Tingkatkan Ekonomi Nelayan
“Untuk metode breeding, diperlukan riset lanjutan dan teknologi yang canggih, mengingat tuna merupakan spesies laut dalam yang membutuhkan lingkungan spesifik,” katanya.
Ia pun mengusulkan perlunya koordinasi antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk menghidupkan kembali penelitian terkait budidaya tuna yang sempat dilakukan di Balai Penelitian Perikanan Laut (Gondol).
“Dulu, Gondol sudah memiliki fasilitas untuk breeding tuna yang dikembangkan bersama JICA, Jepang. Sayangnya, setelah riset pindah ke BRIN, penelitian ini kurang mendapat perhatian. KKP perlu mendukung pendanaan dan mendorong kerjasama dengan BRIN untuk mengoptimalkan potensi ini,” tegasnya.
Dengan budidaya, produksi tuna nasional dapat ditingkatkan secara berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen tuna global.
Baca juga: KKP dorong inovasi teknologi budi daya tuna demi kesejahteraan nelayan
Sementara itu, salah seorang pengusaha penangkapan tuna Dwi Agus Siswa Putra menyebut langkah budidaya tuna merupakan inovasi besar yang menandai kemajuan signifikan dalam sektor perikanan Indonesia.
“Saya sangat menghormati langkah ini. Jika ada pelaku usaha atau pemerintah yang berani memulai budidaya tuna di Indonesia, itu sebuah kemajuan luar biasa. Indonesia menjadi lebih maju dalam perikanan tuna,” kata Dwi yang sudah bergelut di industri penangkapan tuna sejak 1992.
Ia mengatakan, penangkapan tuna saat ini semakin sulit. Lokasi fishing ground semakin jauh, seperti di Samudra Hindia, dengan waktu tempuh hingga tiga sampai tujuh hari yang membuat operasional semakin mahal dan hasil tangkapan tidak selalu memadai.
Sementara budidaya tuna memerlukan persiapan dan teknologi yang matang. Negara-negara seperti Jepang, Australia, dan Turki telah sukses menjalankan budidaya tuna dengan teknologi canggih. Indonesia, yang memiliki potensi laut yang luas, perlu melakukan transfer teknologi untuk memastikan keberhasilan.
Pewarta: Sinta Ambarwati
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: