Jakarta (ANTARA) - Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengatakan sedang finalisasi surat edaran terkait produk asuransi kesehatan sebagai upaya untuk memperbaiki dan memperkuat pengembangan sektor asuransi.

Ia menuturkan upaya perbaikan tersebut tidak hanya dilakukan oleh pihaknya selaku regulator proses bisnis dan produk di sektor perasuransian, tapi juga oleh Kementerian Kesehatan.

"Kami sedang memfinalkan surat edaran untuk produk asuransi kesehatan, seperti yang kami lakukan pada waktu lalu mengenai perbaikan asuransi PAYDI (Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi) ya, atau disebut juga unit link," ujar Ogi Prastomiyono di Jakarta, Selasa.

Ia menyatakan bahwa upaya tersebut juga bertujuan untuk menutup kesenjangan proteksi kesehatan (health protection gap) di Indonesia, yang terlihat dari proporsi skema pembiayaan kesehatan secara pribadi/rumah tangga (out of pocket) yang masih mencapai 28,9 persen pada 2023.

Baca juga: OJK: Premi asuransi kesehatan tumbuh capai Rp19,36 triliun

Tidak hanya membantu memitigasi risiko pada pasien, ia menyampaikan bahwa perbaikan sistem asuransi kesehatan juga dapat membuat kinerja ekosistem rumah sakit dan pelayanan klaim menjadi lebih efisien.

"Jadi diharapkan proses (perbaikan) ini tetap berjalan, mudah -mudahan itu akan memperbaiki ekosistemnya dari industri kesehatan ya. Jadi tidak parsial hanya asuransinya," kata Ogi.

Selain asuransi kesehatan, ia menuturkan bahwa produk asuransi lainnya yang masih dalam proses adalah asuransi wajib kendaraan (third party liability/TPL).

Meskipun telah menjadi amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang seharusnya diimplementasikan mulai tahun depan, ia mengatakan bahwa pihaknya kini masih menunggu keputusan pemerintah terkait pemungutan asuransi wajib tersebut.

Ia menyatakan bahwa OJK baru akan mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) sebagai aturan turunan usai pemerintah merilis Peraturan Pemerintah (PP) mengenai hal tersebut.

Baca juga: Buruknya performa asuransi kesehatan jadi tantangan besar industri

"Kalau sekarang masih berandai-andai gitu kan. Jadi, kami harapkan dengan pemerintahan baru tentunya apa yang sudah dicantumkan dalam Undang-Undang (P2SK) itu bisa ditindaklanjuti," ucap Ogi.

Begitu pula dengan rencana pembayaran asuransi mobil dinas pemerintah dari APBN, ia menuturkan bahwa hal tersebut masih menunggu kebijakan dari kementerian terkait.

Terkait urgensi penerapan kebijakan tersebut, ia mengatakan bahwa asuransi kendaraan dinas pemerintah perlu dipandang sebagai kebutuhan, bukan kewajiban.

"Tentunya itu merupakan suatu proteksi terhadap risiko. Jadi, itu kebutuhan gitu kan. Itu yang selalu ada perbedaan pandangan karena semua itu dianggap kewajiban. Padahal kalau dianggap kebutuhan ya itu harta benda aset-aset punya pemerintah Indonesia, jadi perlu diasuransikan," imbuhnya.