IDEAS: Perbaiki hubungan guru-orang tua cegah diskriminasi di sekolah
26 November 2024 19:14 WIB
Direktur Advokasi Lembaga Riset Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) Agung Pardini (dua dari kiri) dalam diskusi "Bangga Jadi Guru?" bersama Dompet Dhuafa untuk memperingati Hari Guru Nasional di ANTARA Heritage Center, Jakarta, Selasa (26/11/2024). ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari
Jakarta (ANTARA) - Direktur Advokasi Lembaga Riset Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) Agung Pardini menyarankan sekolah atau satuan pendidikan membuat kebijakan memperbaiki hubungan antara guru dan orang tua guna mencegah terjadinya diskriminasi, baik pada guru maupun siswa.
"Tugas kita bukan memperbaiki hubungan antara guru dengan polisi, melainkan hubungan guru dengan orang tua. Jadi, orang tua wajib hadir untuk anaknya, guru-guru juga perlu membangun keterhubungan orang tua dan sekolah, kalau ini terjalin dengan baik, tidak akan ada cerita seperti guru Supriyani," katanya dalam diskusi "Bangga Jadi Guru?" bersama Dompet Dhuafa untuk memperingati Hari Guru Nasional di ANTARA Heritage Center, Jakarta, Selasa.
Ia menyampaikan hal tersebut menanggapi kasus guru honorer Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito Supriyani yang sebelumnya mengalami kasus dugaan penganiayaan terhadap siswa, dan berdasarkan hasil sidang di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), telah dinyatakan bebas.
"Guru itu ada kode etik yang harus dipahami, dipegang oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) terkait kode etik keguruan, kalau secara pedagogis (cara mengajar yang bersifat mendidik), seringkali tidak sejalan antara guru dan sekolah, sehingga penting melakukan koordinasi antara orang dewasa dengan peserta didiknya," paparnya.
Baca juga: Kemendikdasmen: Guru berpola pikir bertumbuh tingkatkan literasi siswa
Baca juga: Prabowo naikkan Rp2 juta untuk guru non-ASN dan 1 gaji pokok untuk ASN
Ia juga menegaskan, selain memperbaiki komunikasi dengan orang tua, seorang guru mesti aktif berserikat dan berkomunitas untuk saling berbagi mengenai pentingnya menerapkan kode etik dan meningkatkan kompetensi masing-masing.
"Jangan hanya berserikat dalam hal gaji, tetapi juga soal kode etik, juga meningkatkan kompetensi diri lewat komunitas, dan berbagi praktik baik. Di pemerintah, sudah difasilitasi Platform Merdeka Mengajar (PMM), bagaimana komunitas mengajarkan peningkatan kapasitas guru agar pendidikan semakin maju," tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi terus berjuang untuk bisa memberikan kesejahteraan para tenaga pengajar melalui usulan Undang-Undang (UU) Perlindungan Guru yang sekaligus untuk mengawal terciptanya generasi emas di 2045.
“Saya mengusulkan Undang-Undang Perlindungan Guru. Itu karena saya yakin pada tahun 2045, untuk mencetak generasi emas itu, tantangan bagi guru yang tidak mudah,” kata Unifah.
Munculnya usulan untuk melindungi guru yang memiliki banyak jasa kepada anak-anak di negeri ini, dikarenakan banyak guru yang mengalami intimidasi dari berbagai pihak saat mereka menjalani profesinya.
Tidak hanya itu, ia juga mencemaskan nasib masa depan para tenaga pengajar yang dikhawatirkan tidak memiliki masa depan yang cukup layak bagi mereka yang sudah menyumbangkan tenaga, ilmu dan waktunya demi terciptanya generasi emas di masa mendatang.*
Baca juga: Kemendikdasmen sebut pemerataan guru perlu jadi perhatian bersama
Baca juga: PGRI ungkap tantangan guru masa kini dari mental hingga soal gaji
"Tugas kita bukan memperbaiki hubungan antara guru dengan polisi, melainkan hubungan guru dengan orang tua. Jadi, orang tua wajib hadir untuk anaknya, guru-guru juga perlu membangun keterhubungan orang tua dan sekolah, kalau ini terjalin dengan baik, tidak akan ada cerita seperti guru Supriyani," katanya dalam diskusi "Bangga Jadi Guru?" bersama Dompet Dhuafa untuk memperingati Hari Guru Nasional di ANTARA Heritage Center, Jakarta, Selasa.
Ia menyampaikan hal tersebut menanggapi kasus guru honorer Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito Supriyani yang sebelumnya mengalami kasus dugaan penganiayaan terhadap siswa, dan berdasarkan hasil sidang di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), telah dinyatakan bebas.
"Guru itu ada kode etik yang harus dipahami, dipegang oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) terkait kode etik keguruan, kalau secara pedagogis (cara mengajar yang bersifat mendidik), seringkali tidak sejalan antara guru dan sekolah, sehingga penting melakukan koordinasi antara orang dewasa dengan peserta didiknya," paparnya.
Baca juga: Kemendikdasmen: Guru berpola pikir bertumbuh tingkatkan literasi siswa
Baca juga: Prabowo naikkan Rp2 juta untuk guru non-ASN dan 1 gaji pokok untuk ASN
Ia juga menegaskan, selain memperbaiki komunikasi dengan orang tua, seorang guru mesti aktif berserikat dan berkomunitas untuk saling berbagi mengenai pentingnya menerapkan kode etik dan meningkatkan kompetensi masing-masing.
"Jangan hanya berserikat dalam hal gaji, tetapi juga soal kode etik, juga meningkatkan kompetensi diri lewat komunitas, dan berbagi praktik baik. Di pemerintah, sudah difasilitasi Platform Merdeka Mengajar (PMM), bagaimana komunitas mengajarkan peningkatan kapasitas guru agar pendidikan semakin maju," tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi terus berjuang untuk bisa memberikan kesejahteraan para tenaga pengajar melalui usulan Undang-Undang (UU) Perlindungan Guru yang sekaligus untuk mengawal terciptanya generasi emas di 2045.
“Saya mengusulkan Undang-Undang Perlindungan Guru. Itu karena saya yakin pada tahun 2045, untuk mencetak generasi emas itu, tantangan bagi guru yang tidak mudah,” kata Unifah.
Munculnya usulan untuk melindungi guru yang memiliki banyak jasa kepada anak-anak di negeri ini, dikarenakan banyak guru yang mengalami intimidasi dari berbagai pihak saat mereka menjalani profesinya.
Tidak hanya itu, ia juga mencemaskan nasib masa depan para tenaga pengajar yang dikhawatirkan tidak memiliki masa depan yang cukup layak bagi mereka yang sudah menyumbangkan tenaga, ilmu dan waktunya demi terciptanya generasi emas di masa mendatang.*
Baca juga: Kemendikdasmen sebut pemerataan guru perlu jadi perhatian bersama
Baca juga: PGRI ungkap tantangan guru masa kini dari mental hingga soal gaji
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024
Tags: