Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berupaya mengatasi sejumlah tantangan dalam meregistrasi UMKM bidang pangan, obat, dan kosmetik, antara lain terkait kurangnya data, pandemi COVID-19 yang baru selesai, ketidakpahaman publik tentang pentingnya sertifikasi dan mutu produk.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, Kepala BPOM Taruna Ikrar menyebutkan di Indonesia ada sekitar 4,3 juta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di bidang-bidang tersebut, namun baru sekitar 60 ribu yang teregistrasi.

Oleh karena itu pihaknya berupaya agar usaha-usaha itu dapat diregistrasi, agar dapat mendapatkan sertifikasi dan naik kelas.

Terkait tantangan berupa kurangnya data, pihaknya bekerja sama dengan Kementerian BUMN untuk sinkronisasi data. Dia menilai Kementerian BUMN memiliki data yang solid terkait UMKM, karena bank-bank negeri mengelola sebagian besar pinjaman-pinjaman mereka.

Baca juga: Erick gandeng BPOM konsolidasi data untuk tingkatkan daya saing UMKM

Dengan menggunakan data tersebut, kata dia, BPOM akan melakukan pembinaan dan edukasi yang lebih tepat sasaran bagi UMKM dari kota hingga desa, untuk mendekatkan diri dan mempermudah sertifikasi.

Tantangan kedua, kata Taruna, sebagian besar industri rumah tangga belum mengerti pentingnya sertifikasi. Dia mencontohkan Produk Industri Rumah Tangga (PIRT) hanya bisa dipasarkan di sekitar kotanya, namun jika berstatus Makanan Dalam (MD) maka bisa dijual di seluruh Tanah Air.

"Yang ketiga adalah kita harus paham, kita baru keluar dari COVID-19. Ya kurang lebih setahun ya. Pasti pada saat COVID-19 kita fokus bagaimana menyelesaikan kesalahan dan menjaga keselamatan rakyat kita," katanya.

Baca juga: BPOM-KemenBUMN kerja sama tingkatkan mutu UMKM pangan dan obat-obatan

Namun sekarang, kataa dia, pandemi sudah usai. Presiden Prabowo Subianto memiliki perhatian kuat terhadap UMKM, sehingga menjadi fokus utama.

"Yang keempat yang saya pikirkan apa yang menjadi problemnya selama ini adalah persoalan produk. Saya kira beberapa produk yang selama ini, rakyat ini belum tahu bahwa produknya sebetulnya bisa didaftar, diregistrasi di Badan POM," katanya.

Menurutnya, hal ini dapat disebabkan oleh tertutupnya serta kakunya BPOM selama ini. Taruna pun mengatakan di bawah kepemimpinannya, dia berusaha untuk dekat dengan media dan masyarakat, sehingga dapat menyebarkan informasi serta menyerap aspirasi langsung dari publik, misalnya lewat platform media sosial.

Baca juga: BPOM: Sterilisasi pangan dukung cita-cita swasembada pangan Prabowo