BPOM dan Kementerian BUMN teken MoU majukan UMKM pangan dan obat herbal
26 November 2024 12:19 WIB
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar (Kanan) dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir (kiri) dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (26/11/2024) (ANTARA/Mecca Yumna).
Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian BUMN menandatangani nota kesepahaman bersama bekerja untuk melakukan sinkronisasi data agar dapat meningkatkan mutu usaha mikro, kecil, dan menengah guna (UMKM), sesuai dengan instruksi Presiden tentang memperhatikan UMKM.
"Bahwa berdasarkan data statistik ada 61 juta UMKM. Kemudian dari data tadi ada 117 juta penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya di UMKM. Kemudian ada sekitar, kalau berdasarkan Kementerian Koperasi waktu itu, 4,3 juta UMKM itu yang bekerja di bidang pangan olahan, siap saji, dan sebagainya," kata Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Dia menambahkan, dari 4,3 juta UMKM pangan dan obat-obatan yang ada, baru sekitar 60 ribu yang teregistrasi. Oleh karena itu, mereka bekerja sama dengan Kementerian BUMN, yang memiliki data perbankan yang solid tentang usaha-usaha tersebut. Dengan data tersebut, katanya BPOM dapat mempercepat proses sertifikasi.
Adapun sejumlah hal yang dilakukan pihaknya dalam kerja sama ini mencakup pembinaan, komunikasi, informasi dan edukasi kepada UMKM mulai dari kota sampai desa, guna mendekatkan diri dan mempermudah proses sertifikasi para UMKM ini.
Dengan kemampuan yang tersertifikasi, dia melanjutkan, mereka dapat meningkatkan mutu produk, sehingga dapat memasarkan produknya lebih luas.
"Contoh yang paling sederhana makanan-makanan siap saji yang nanti akan dikelola itu kan biasa bertahannya cuma paling tidak ya berapa? Ada yang 42 jam atau ada yang 72 jam, ada yang bahkan cuma bertahannya 12 jam. Tapi dengan metode kemasan khusus mereka bisa bertahan 1 sampai 1,5 tahun," katanya.
Jika makanan-makanan olahan tersebut dikembangkan menjadi pangan kemasan steril, maka nilai jualnya lebih, dan bisa dipasarkan lebih luas.
Dia juga menyoroti potensi UMKM obat-obatan tradisional seperti jamu. Di Indonesia, katanya, ada lebih dari 17 ribu jenis obat tradisional. Menurutnya, jika dikelola secara baik, maka dapat menjadi sumber pendapatan yang menjanjikan.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, upaya sinkronisasi data tersebut adalah untuk memastikan bahwa UMKM punya pondasi yang jelas, seperti sertifikasi, pendanaan, pasar, dan lain-lain.
"Tadi disampaikan oleh beliau, 61,2 juta UMKM kebetulan bank-bank BUMN mengelola 92 persen daripada pinjamannya. Nah ini scale up yang lebih gede. Jadi insyaallah kita kerja konkret bagaimana kita punya roadmap nanti 3 bulan, 1 tahun, 5 tahun untuk bisa menuntaskan arahan Bapak Presiden," katanya.
Baca juga: BPOM kenalkan laboratorium biosafety level 3 ke delegasi negara ASEAN
Baca juga: BPOM dan Kemenag dukung bantuan kemanusiaan untuk anak di Palestina
Baca juga: Kementerian BUMN laporkan dividen 2024 sebesar Rp85,5 triliun
"Bahwa berdasarkan data statistik ada 61 juta UMKM. Kemudian dari data tadi ada 117 juta penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya di UMKM. Kemudian ada sekitar, kalau berdasarkan Kementerian Koperasi waktu itu, 4,3 juta UMKM itu yang bekerja di bidang pangan olahan, siap saji, dan sebagainya," kata Kepala BPOM Taruna Ikrar dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Dia menambahkan, dari 4,3 juta UMKM pangan dan obat-obatan yang ada, baru sekitar 60 ribu yang teregistrasi. Oleh karena itu, mereka bekerja sama dengan Kementerian BUMN, yang memiliki data perbankan yang solid tentang usaha-usaha tersebut. Dengan data tersebut, katanya BPOM dapat mempercepat proses sertifikasi.
Adapun sejumlah hal yang dilakukan pihaknya dalam kerja sama ini mencakup pembinaan, komunikasi, informasi dan edukasi kepada UMKM mulai dari kota sampai desa, guna mendekatkan diri dan mempermudah proses sertifikasi para UMKM ini.
Dengan kemampuan yang tersertifikasi, dia melanjutkan, mereka dapat meningkatkan mutu produk, sehingga dapat memasarkan produknya lebih luas.
"Contoh yang paling sederhana makanan-makanan siap saji yang nanti akan dikelola itu kan biasa bertahannya cuma paling tidak ya berapa? Ada yang 42 jam atau ada yang 72 jam, ada yang bahkan cuma bertahannya 12 jam. Tapi dengan metode kemasan khusus mereka bisa bertahan 1 sampai 1,5 tahun," katanya.
Jika makanan-makanan olahan tersebut dikembangkan menjadi pangan kemasan steril, maka nilai jualnya lebih, dan bisa dipasarkan lebih luas.
Dia juga menyoroti potensi UMKM obat-obatan tradisional seperti jamu. Di Indonesia, katanya, ada lebih dari 17 ribu jenis obat tradisional. Menurutnya, jika dikelola secara baik, maka dapat menjadi sumber pendapatan yang menjanjikan.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, upaya sinkronisasi data tersebut adalah untuk memastikan bahwa UMKM punya pondasi yang jelas, seperti sertifikasi, pendanaan, pasar, dan lain-lain.
"Tadi disampaikan oleh beliau, 61,2 juta UMKM kebetulan bank-bank BUMN mengelola 92 persen daripada pinjamannya. Nah ini scale up yang lebih gede. Jadi insyaallah kita kerja konkret bagaimana kita punya roadmap nanti 3 bulan, 1 tahun, 5 tahun untuk bisa menuntaskan arahan Bapak Presiden," katanya.
Baca juga: BPOM kenalkan laboratorium biosafety level 3 ke delegasi negara ASEAN
Baca juga: BPOM dan Kemenag dukung bantuan kemanusiaan untuk anak di Palestina
Baca juga: Kementerian BUMN laporkan dividen 2024 sebesar Rp85,5 triliun
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024
Tags: