Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Center for Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan negara-negara berkembang membutuhkan pendanaan iklim yang tidak membebani perekonomian, termasuk dalam skema pembiayaan yang disepakati di Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29).
Dalam keterangan diterima di Jakarta, Selasa, Bhima Yudhistira menyebut mekanisme pembiayaan iklim New Collective Quantified Goal (NCQG) senilai 300 miliar dolar AS (sekitar Rp4,7 triliun) per tahun untuk negara berkembang yang disepakati dalam COP29 Azerbaijan, sebaiknya diadopsi Indonesia untuk membuka ruang pendanaan transisi energi yang lebih progresif dibandingkan dengan yang disepakati dalam Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP).
Pasalnya, lanjut dia, pembiayaan melalui JETP lebih banyak berupa utang, yang dikhawatirkan justru menjadi beban fiskal Indonesia. Menurutnya, skema pembiayaan yang lebih progresif sangat krusial agar upaya mitigasi krisis iklim tidak membebani perekonomian negara berkembang, seperti Indonesia.
"Pemanfaatan dana publik dari negara maju berbentuk hibah yang lebih besar dan opsi penghapusan utang penting untuk memberikan ruang fiskal bagi percepatan transisi energi," kata Bhima.
Baca juga: Inovasi pendanaan untuk dukung aksi iklim masyarakat
Ia mencontohkan NCQG dapat digunakan untuk proyek penutupan PLTU yang terhambat APBN. Selain itu pembiayaan NCQG berupa hibah juga dapat digunakan untuk mengembangkan proyek-proyek pembangkit listrik berbasis surya, mikro hidro, dan angin, transmisi, serta baterai penyimpanan.
Di sisi lain, Thomas Houlie selaku Climate and Energy Policy Analyst dari Climate Analytics menyebut pembiayaan iklim yang disepakati pada COP29 sebesar 300 miliar dolar AS per tahun juga lebih rendah dari yang dibutuhkan negara-negara berkembang.
Mengacu kepada draf NCQG, pembiayaan yang dibutuhkan negara berkembang dalam Nationally Determined Contributions (NDCs) mereka mencapai 5-6,8 triliun dolar AS hingga 2030.
Baca juga: Menteri LH: RI mulai perdagangan karbon profesional awal tahun depan
“Komitmen NCQG sangat jauh dari pembiayaan yang dibutuhkan. Negara maju telah menolak bekerja sama dan justru membongkar omong kosong mereka tentang urgensi situasi saat ini. Apa yang disebut sebagai peta jalan oleh Presidensi COP29 untuk mencapai 1,3 triliun dolar AS per tahun pada 2035 masih belum jelas dan tidak ada jalur yang jelas untuk menuju ke sana," tutur Thomas.
Negosiasi terkait NCQG menjadi topik utama dalam pembahasan COP29 di Baku, Azerbaijan. NCQG merupakan target pembiayaan iklim yang akan menggantikan komitmen pembiayaan iklim yang sebelumnya sebesar 100 miliar dolar AS per tahun sejak disepakati pada COP15 pada 2009.
Baca juga: Indonesia tunda komitmen iklim terbaru di COP29 Azerbaijan
Baca juga: BPK jelaskan kebijakan pendanaan perubahan iklim di forum COP29
Pakar: Negara berkembang perlu pendanaan iklim yang tak bebani ekonomi
26 November 2024 09:18 WIB
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) ANTARA/Bayu Saputra
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024
Tags: