BRIN fasilitasi lokakarya internasional, bahas urgensi sedimen fluvial
25 November 2024 22:03 WIB
Ilustrasi. Pengunjung menyaksikan berbagi jenis batu purba di Museum Melange LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah, Kamis (31/10/2019). Kompleks yang dijadikan sebagai salah satu pusat penelitian geologi dan geowisata tersebut menyimpan berbagai jenis batu kuno berumur ratusan juta tahun. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/foc.
Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadi fasilitator dalam The 17th International Conference and Workshop Fluvial Sediments and Environmental Changes (Flused) yang digelar di Kawasan Konservasi Ilmiah Geodiversitas Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah, 25-26 November 2024.
Kegiatan lokakarya yang digelar atas kolaborasi BRIN dengan Komisi Oseanografi Antarpemerintah UNESCO dan State Key Laboratory of Marine Geology, Universitas Tongji, Cina itu dihadiri oleh sebanyak 32 pakar kebumian dari sembilan negara, yang mendiskusikan tema terkait pelapukan dan erosi di daerah aliran sungai, sedimentasi fluvial, geokimia, iklim purba, dan tektonik.
"Periset dapat berinteraksi dengan periset dari luar negeri, mendapatkan update keilmuan, sekaligus meningkatkan pemahaman bagaimana proses geologi dan sedimentologi yang telah berlangsung jutaan tahun yang lalu," kata Kepala Pusat Riset Sumberdaya Geologi (PRSDG) BRIN, Iwan Setiawan melalui keterangan di Jakarta, Senin.
Iwan menekankan lokakarya ini penting untuk meningkatkan kompetensi riset dan kolaborasi riset peneliti PRSDG BRIN.
Sementara, Ketua Panitia Lokakarya Flused Noor Cahyo D Aryanto menjelaskan isu sedimen fluvial di Laut Cina Selatan penting untuk menjadi bahan penelitian, mengingat banyak sungai besar di dunia seperti Sungai Mutiara, Sungai Merah, dan Sungai Mekong serta sungai-sungai kecil di pegunungan yang turut menyuplai sedimen tersuspensi sebanyak 700 metrik ton/tahun yang teramati masuk ke Laut Cina Selatan.
"Saat memasuki laut, sedimen fluvial selanjutnya diangkut oleh berbagai arus pesisir, permukaan, dan arus laut dalam/bawah, yang terkait dengan angin muson Asia Timur, intrusi Arus Kuroshio bawah permukaan, dan perairan dalam dari Pasifik Barat melalui Selat Luzon," paparnya.
Baca juga: Ilmuwan usulkan metode penanggalan inovatif sedimen fluvial kompleks
Adapun dipilihnya Karangsambung sebagai lokasi penyelenggaraan kegiatan, ungkap Noor Cahyo, adalah karena kondisi geologinya dinilai kompleks sebagai bukti terbaik terjadinya proses subduksi Zaman Kapur di Sunda Land.
Hal menarik lainnya, lanjut dia, adalah proses sedimentasi fluvial yang melibatkan berbagai jenis batuan seperti batuan metamorf, batuan beku, dan batuan sedimen.
Diketahui, selain lokakarya, peserta juga akan menjelajah enam lokasi di sepanjang Sungai Luk Ulo hulu-hilir, beberapa Geosite dalam Geopark Kebumen, serta audiensi bersama pemangku kepentingan setempat.
Pada akhir kegiatan, akan dilakukan penandatanganan Deklarasi Karangsambung yang berisi empat pernyataan utama terkait peningkatan kolaborasi riset, peningkatan kapasitas periset, pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), dan rencana aksi tahun berikutnya.
Kolaborasi tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi pada ilmu kelautan dan pembangunan berkelanjutan di dunia.
Kegiatan lokakarya yang digelar atas kolaborasi BRIN dengan Komisi Oseanografi Antarpemerintah UNESCO dan State Key Laboratory of Marine Geology, Universitas Tongji, Cina itu dihadiri oleh sebanyak 32 pakar kebumian dari sembilan negara, yang mendiskusikan tema terkait pelapukan dan erosi di daerah aliran sungai, sedimentasi fluvial, geokimia, iklim purba, dan tektonik.
"Periset dapat berinteraksi dengan periset dari luar negeri, mendapatkan update keilmuan, sekaligus meningkatkan pemahaman bagaimana proses geologi dan sedimentologi yang telah berlangsung jutaan tahun yang lalu," kata Kepala Pusat Riset Sumberdaya Geologi (PRSDG) BRIN, Iwan Setiawan melalui keterangan di Jakarta, Senin.
Iwan menekankan lokakarya ini penting untuk meningkatkan kompetensi riset dan kolaborasi riset peneliti PRSDG BRIN.
Sementara, Ketua Panitia Lokakarya Flused Noor Cahyo D Aryanto menjelaskan isu sedimen fluvial di Laut Cina Selatan penting untuk menjadi bahan penelitian, mengingat banyak sungai besar di dunia seperti Sungai Mutiara, Sungai Merah, dan Sungai Mekong serta sungai-sungai kecil di pegunungan yang turut menyuplai sedimen tersuspensi sebanyak 700 metrik ton/tahun yang teramati masuk ke Laut Cina Selatan.
"Saat memasuki laut, sedimen fluvial selanjutnya diangkut oleh berbagai arus pesisir, permukaan, dan arus laut dalam/bawah, yang terkait dengan angin muson Asia Timur, intrusi Arus Kuroshio bawah permukaan, dan perairan dalam dari Pasifik Barat melalui Selat Luzon," paparnya.
Baca juga: Ilmuwan usulkan metode penanggalan inovatif sedimen fluvial kompleks
Adapun dipilihnya Karangsambung sebagai lokasi penyelenggaraan kegiatan, ungkap Noor Cahyo, adalah karena kondisi geologinya dinilai kompleks sebagai bukti terbaik terjadinya proses subduksi Zaman Kapur di Sunda Land.
Hal menarik lainnya, lanjut dia, adalah proses sedimentasi fluvial yang melibatkan berbagai jenis batuan seperti batuan metamorf, batuan beku, dan batuan sedimen.
Diketahui, selain lokakarya, peserta juga akan menjelajah enam lokasi di sepanjang Sungai Luk Ulo hulu-hilir, beberapa Geosite dalam Geopark Kebumen, serta audiensi bersama pemangku kepentingan setempat.
Pada akhir kegiatan, akan dilakukan penandatanganan Deklarasi Karangsambung yang berisi empat pernyataan utama terkait peningkatan kolaborasi riset, peningkatan kapasitas periset, pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), dan rencana aksi tahun berikutnya.
Kolaborasi tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi pada ilmu kelautan dan pembangunan berkelanjutan di dunia.
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024
Tags: