Bengkulu (ANTARA) - Wakil Gubernur Bengkulu Rosjonsyah akan menghadap Menteri Dalam Negeri RI dan ke Komisi Pemberantasan Korupsi untuk berkonsultasi terkait langkah-langkah pemerintah daerah pasca-operasi tangkap tangan yang terjadi pada Sabtu 23 November 2024.

"Saya akan berkonsultasi bersama menteri dalam negeri, kemudian saya akan sowan ke KPK supaya bisa menentukan arah kebijakan, tidak serta-merta boleh tidak bolehnya (suatu kebijakan), saya konsultasi dulu," kata Wakil Gubernur Bengkulu Rosjonsyah di Bengkulu, Senin.
Dia mengatakan ada beberapa hal penting yang dikonsultasikan, seperti posisi pejabat yang kosong pasca-OTT, kemudian kebijakan-kebijakan lainnya mengingatkan saat ini pada akhir tahun anggaran.

Sementara, penggunaan anggaran harus tepat dan optimal, begitu juga dengan persoalan administrasi pemerintahan daerah. Oleh karena itu, Wakil Gubernur Bengkulu Rosjonsyah secepatnya akan langsung berangkat ke Jakarta.

"Kami di periode ketiga (periode tahunan), ini mau tutup buku, masih banyak yang diselesaikan makanya administrasi yang lain harus dilengkapi dan sebagainya (sebelum tutup tahun)," kata dia lagi.

Rosjonsyah juga mengingatkan jajaran aparatur sipil negara lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu bekerja semangat, maksimal dan tidak ketakutan pasca OTT karena hal tersebut akan mengganggu kinerja.

"Yang terpenting bekerja sesuai aturan, jangan aneh-aneh, harus bekerja (menyelesaikan program dan administrasi pemerintahan sebelum tutup buku tahunan). Saya kira pemprov tetap akan berjalan, saya pelaksana tugas gubernur, saya bertanggung jawab penuh mulai saat ini untuk birokrasi," kata dia.

Sebelumnya, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah (RM) dan dua orang lainnya sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi berupa pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu.

Dua tersangka lainnya yaitu Sekretaris Daerah (Sekda) Bengkulu Isnan Fajri (IF) dan ajudan (Adc) Gubernur Bengkulu Evrianshah (EV) aliran Anca.

Penyidik KPK selanjutnya langsung melakukan penahanan terhadap ketiga orang tersebut selam 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) cabang KPK.

Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP.

Penetapan tersangka terhadap tiga orang tersebut berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Bengkulu pada Sabtu (23/11) malam. Operasi senyap tersebut dilakukan berdasarkan informasi soal dugaan pemerasan terhadap pegawai untuk pendanaan pilkada.

Dalam operasi tersebut, penyidik KPK menangkap delapan orang, namun hanya tiga orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan lima orang lainnya hanya berstatus sebagai saksi.