Jakarta (ANTARA) - Vice President Program Konservasi Indonesia Fitri Hasibuan mengungkapkan program konservasi dapat berjalan beriringan atau berbarengan dengan kegiatan yang menghasilkan ekonomi daerah termasuk wisata.

Ia mencontohkan pendampingan yang dilakukan pihaknya terhadap pemerintah dan masyarakat untuk melakukan kerja konservasi salah satunya di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, lewat kegiatan pariwisata.

“Kami mendapati bagaimana pelestarian alam tidak mengurangi dampak ekonomi melainkan memunculkan ekonomi baru yang menguntungkan masyarakat,” ujar Fitri dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Senin.

Hal itu berkaca pada program konservasi yang membawa dampak ekonomi yang terlihat pada pertumbuhan homestay atau penginapan di kawasan Raja Ampat yang pesat. Dari 50 kepala keluarga (KK), tercatat sedikitnya terdapat 15 KK yang telah memiliki homestay dengan 3 hingga 7 kamar yang dibandrol Rp550 ribu per malan.

Selain itu, katanya, lewat pendekatan provinsi berkelanjutan yang melibatkan masyarakat dengan mengedepankan prinsip ke hati-hatian, yakni mengurangi aktivitas merusak lingkungan termasuk dalam kegiatan wisata dan agroforestri, diperkirakan mampu menghasilkan keuntungan hingga 155 juta dolar AS untuk Indonesia.

Baca juga: Investasi eksplorasi SDA harus persetujuan masyarakat adat

Baca juga: SIG siap terus dorong peningkatan penggunaan bahan bakar alternatif


Dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan, kata dia, lagi, dibutuhkan estimasi biaya sebesar 72 juta dolar AS yang dapat dihadirkan tak hanya dari pemerintah,namun juga kolaborasi berbagai pihak untuk merealisasikan kegiatan transisi agroforestri, perhutanan sosial, pariwisata dan lainnya.

Selain itu, upaya konservasi yang mampu menghadirkan keuntungan masyarakat adalah program kelapa sawit berkelanjutan di Tapanuli Selatan lewat peningkatan produktivitas dan kredit Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Pihaknya mengklaim pendampingan yang dilakukan mampu meningkatkan produksi hingga 10-20 persen.

“Melalui pendampingan sawit berkelanjutan yang kami lakukan kepada beberapa kelompok petani di sana, saat ini mereka telah merasakan peningkatan produksi hingga 10-20 persen dan memegang kredit RSPO mencapai lebih dari Rp3 miliar,” pungkasnya.

Baca juga: Indonesia-Australia majukan konservasi inklusif di Papua Barat Daya

Baca juga: Konservasi Indonesia: Program Kasuari perkuat pengelolaan hutan Sorsel