KPK-Polri tandatangani MoU gratifikasi
19 Agustus 2014 12:08 WIB
Kapolri Jenderal Pol Sutarman (kanan) dan Ketua KPK Abraham Samad (kiri) saling menunjukkan dokumen nota kesepahaman Komitmen dan Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia usai ditandatangani di Ruang Perjamuan Mabes Polri, Jakarta, Selasa (19/8). Nota kesepahaman antara Polri dengan KPK tersebut bertujuan agar seluruh anggota Korps Bhayangkara sadar gratifikasi bisa membawa bahaya besar, untuk itu agar segala bentuk gratifikasi dilaporkan ke KPK. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Jakarta (ANTARA News) - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) bersama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk penerapan pengendalian gratifikasi di lembaga itu.
"Acara hari ini kita ingin memberi pemahaman secara utuh kepada setiap anggota kepolisian mengenai gratifikasi. Jangankan masyarakat awam banyak anggota kepolisian pun yang belum paham tentang gratifikasi secara utuh," kata Ketua KPK Abraham Samad di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.
Menurut Abraham, dengan ditandatanganinya nota kesepahaman tersebut, pihaknya dapat mensosialisasikan penerapan pengendalian gratifikasi bagi para anggota kepolisian.
"Bila anggota Polri sudah paham tentang gratifikasi, maka ke depannya bisa dilakukan langkah-langkah persuasif untuk mengatasinya," kata dia.
Ketua KPK menyebutkan, bila suatu tindakan suap atau gratifikasi tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari, maka hal itu sudah masuk dalam tindak pidana korupsi, sehingga baik penerima maupun pemberi suap bisa dipidanakan.
Pada kesempatan itu, Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman mengatakan dengan adanya nota kesepahaman pengendalian gratifikasi tersebut, maka setiap anggota Polri harus menolak pemberian dalam bentuk apapun.
"Sebagai contoh, bila anak seorang anggota Polri menikah maka sudah ada tulisan di depan tidak menerima sesuatu. Jadi sudah ada keinginan dari anggota kita untuk menolaknya," jelas Sutarman.
KPK saat ini sedang berupaya mensosialisasikan penerapan pengendalian gratifikasi di institusi-institusi pemerintahan hingga lembaga hukum.
Bahkan, Polri setuju melibatkan KPK dalam memerangi gratifikasi di tubuh kepolisian.
Pencegahan gratifikasi telah diatur dalam Undang-Undang No.31 Tahun 1999 juncto UU No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-undang tersebut menyatakan bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
(Y012)
"Acara hari ini kita ingin memberi pemahaman secara utuh kepada setiap anggota kepolisian mengenai gratifikasi. Jangankan masyarakat awam banyak anggota kepolisian pun yang belum paham tentang gratifikasi secara utuh," kata Ketua KPK Abraham Samad di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.
Menurut Abraham, dengan ditandatanganinya nota kesepahaman tersebut, pihaknya dapat mensosialisasikan penerapan pengendalian gratifikasi bagi para anggota kepolisian.
"Bila anggota Polri sudah paham tentang gratifikasi, maka ke depannya bisa dilakukan langkah-langkah persuasif untuk mengatasinya," kata dia.
Ketua KPK menyebutkan, bila suatu tindakan suap atau gratifikasi tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari, maka hal itu sudah masuk dalam tindak pidana korupsi, sehingga baik penerima maupun pemberi suap bisa dipidanakan.
Pada kesempatan itu, Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman mengatakan dengan adanya nota kesepahaman pengendalian gratifikasi tersebut, maka setiap anggota Polri harus menolak pemberian dalam bentuk apapun.
"Sebagai contoh, bila anak seorang anggota Polri menikah maka sudah ada tulisan di depan tidak menerima sesuatu. Jadi sudah ada keinginan dari anggota kita untuk menolaknya," jelas Sutarman.
KPK saat ini sedang berupaya mensosialisasikan penerapan pengendalian gratifikasi di institusi-institusi pemerintahan hingga lembaga hukum.
Bahkan, Polri setuju melibatkan KPK dalam memerangi gratifikasi di tubuh kepolisian.
Pencegahan gratifikasi telah diatur dalam Undang-Undang No.31 Tahun 1999 juncto UU No.20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-undang tersebut menyatakan bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
(Y012)
Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014
Tags: