Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Gumelar, mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Kesehatan Reproduksi atau PP Aborsi, merupakan wadah kesehatan reproduksi perempuan.

"PP yang saat ini tengah menjadi kontroversi merupakan wadah kesehatan reproduksi perempuan," kata dia, melalui siaran pers di Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan, PP itu tindak lanjut dari UU Kesehatan, dan sebetulnya PP itu tentang kesehatan reproduksi perempuan.

"Tentu bukan berarti aborsi bisa dilakukan begitu saja, tentunya memperhatikan dan mempertimbangkan kesehatan si ibu yang sedang hamil," katanya.

Dia menjelaskan, bagi perempuan yang menjadi korban perkosaan dan kemudian hamil, sementara yang bersangkutan mengalami trauma sangat berat, tentu perlu disiapkan aturannya.

"Namun tetap harus merupakan keputusan melalui proses dari tim medis dan pihak terkait dan menghitung usia kehamilan, yang semuanya itu akan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan," katanya.

"Mari kita beri masukan untuk kebaikan yang sekaligus bisa mewadahi kebutuhan kesehatan reproduksi perempuan melalui penyusunan Permenkes," katanya.

Dalam siaran pers tersebut juga disebutkan kehamilan akibat perkosaan merupakan kehamilan akibat hubungan seksual tanpa persetujuan dari pihak perempuan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dibuktikan dengan usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter.

Selain itu, ada keterangan penyidik, psikolog atau ahli lain mengenai dugaan adanya perkosaan.

Sementara itu, dalam PP Kesehatan Reproduksi ditegaskan, tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.