Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan bangsa Indonesia kurang percaya diri untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai identitas diri bangsa.

"Kita bisa lihat penamaan pusat perbelanjaan, perumahan, jalan-jalan dan nama-nama tempat bisnis lainnya lebih bangga menggunakan bahasa asing. Bangsa kita ini tidak 'pede' menggunakan bahasanya sendiri," katanya pada seminar bahasa dan lokakarya lembaga adat di Jakarta, Senin.

Fakta tersebut menjadi salah satu indikasi bahwa bahasa Indonesia masih terpinggirkan di ruang publik. Kondisi tersebut juga terjadi di lembaga pendidikan saat kurikulum lama diterapkan, pelajaran bahasa Indonesia hanya diberikan waktu dua jam pelajaran saja, sedang bahasa Inggris bisa sampai empat jam.

"Ini sungguh sangat membuat kita semua menjadi gemas," katanya.

Ia mengatakan fenomena tersebut merupakan indikasi bahwa hingga kini bahasa Indonesia masih sebatas bahasa komunikasi, belum menjadi identitas negara, apalagi menjadi bahasa ilmu pengetahuan.

Semestinya bahasa Indonesia bisa menjadi identitas negara sesuai dengan semangat Sumpah Pemuda, satu nusa satu bangsa dan satu bahasa.

Dengan jumlah penutur hampir 350 juta, seharusnya bangsa Indonesia juga lebih bangga untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bagian dari identitas diri bangsa.

"Pemerintah terus mendorong agar Bahasa Indonesia dijadikan sebagai bagian yang melekat di dalam apa saja yg terkait sebagai ideologi politik dan identitas bangsa," katanya.

Sementara pengamat politik Yudi Latief, salah satu penerima anugerah tokoh bahasa dari Badan Bahasa, mengatakan lembaga bahasa telah memodernisasi bahasa Indonesia yang selanjutnya bisa menjadi bahasa pengetahuan atau bahkan bahasa dunia.

Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang paling feksibel di dunia. Berbagai bahasa yang ada di Indonesia mulai dari bahasa Arab, bahasa Sansekerta, hingga bahasa Inggris bisa disesuaikan padanannya dengan kosa bahasa Indonesia, katanya.

"Bahasa Indonesia ibarat kuali besar. Segala bahasa ada. Dan ini memudahkan kita mendorong bahasa Indonesia menjadi bahasa dunia," jelasnya.

Yudi mengatakan suatu bahasa bisa menjadi bahasa dunia bukan hanya karena penuturnya banyak, tapi juga karena pengaruh posisi ekonomi dan politik bangsa penuturnya. Semakin kuat posisi suatu bangsa dalam bidang ekonomi dan politik maka peluang bahasanya menjadi bahasa dunia semakin besar.