Dewan Pers buat pedoman peliputan terorisme
18 Agustus 2014 17:54 WIB
Ilustrasi. Seorang petugas bersiap melakukan olah tempat kejadian perkara pada lokasi penggerebekan terduga teroris di Desa Ungaran, Kutowinangun, Kebumen, Jateng, Kamis.(ANTARA/Idhad Zakaria)
Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pers membuat pedoman peliputan terorisme bagi wartawan sebagai pelengkap ketentuan tata berperilaku jurnalis yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers maupun Kode Etik Jurnalistik.
Dalam pedoman tersebut nantinya akan menjelaskan mengenai bagaimana tata perilaku wartawan dalam meliput kejadian yang berkaitan dengan terorisme.
"Kami berharap wartawan punya semacam tata perilaku bagaimana dalam meliput terorisme karena Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan tidak punya kewenangan untuk mengatur wartawan," kata Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo di Jakarta pada Senin.
Menurut Yosep, tujuan dibentuknya pedoman tersebut adalah untuk mengatur awak media agar berhati-hati dalam meliput penangkapan teroris.
Dia menambahkan jika masyarakat menjadi takut dan khawatir atas pemberitaan terorisme tersebut, maka efek teror yang diinginkan oleh pelaku kejahatan berhasil.
"Oleh karena itu tugas wartawan salah satunya untuk mencegah terorisme merajalela seperti saat ini," ujar Yosep.
Dia mengatakan sebaiknya media televisi menghindari peliputan "live" atau siaran langsung penangkapan teroris di lokasi kejadian karena dapat mengubah arahnya operasi dan membahayakan penyergapan yang dilakukan aparat keamanan maupun nyawa jurnalis.
Yosep berharap pedoman peliputan terorisme dapat terbentuk dan disahkan saat Rapat Pleno Dewan Pers pada Oktober 2014.
Ketua Umum Asosiasi Jurnalis Independen Eko Maryadi mengatakan wartawan perlu menjaga diri saat meliput penangkapan teroris.
Eko menambahkan jurnalis dilarang mengeksploitasi sadisme dan kekerasan dan tidak boleh mendramatisasi peristiwa.
"Jurnalis harus paham bahwa media bisa dijadikan alat propaganda baik oleh pelaku teror, aparat hukum maupun pemilik media. Oleh karena itu perlu cek ricek dalam membuat berita," kata Eko.
Sejumlah poin yang masuk ke dalam pedoman peliputan terorisme antara lain wartawan harus memprioritaskan keselamatan jiwa, menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan jurnalistik, menghindari glorifikasi tindakan terorisme, dan tidak menayangkan siaran langsung peristiwa pengepungan untuk melumpuhkan terduga terorisme.
Dalam pedoman tersebut nantinya akan menjelaskan mengenai bagaimana tata perilaku wartawan dalam meliput kejadian yang berkaitan dengan terorisme.
"Kami berharap wartawan punya semacam tata perilaku bagaimana dalam meliput terorisme karena Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan tidak punya kewenangan untuk mengatur wartawan," kata Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo di Jakarta pada Senin.
Menurut Yosep, tujuan dibentuknya pedoman tersebut adalah untuk mengatur awak media agar berhati-hati dalam meliput penangkapan teroris.
Dia menambahkan jika masyarakat menjadi takut dan khawatir atas pemberitaan terorisme tersebut, maka efek teror yang diinginkan oleh pelaku kejahatan berhasil.
"Oleh karena itu tugas wartawan salah satunya untuk mencegah terorisme merajalela seperti saat ini," ujar Yosep.
Dia mengatakan sebaiknya media televisi menghindari peliputan "live" atau siaran langsung penangkapan teroris di lokasi kejadian karena dapat mengubah arahnya operasi dan membahayakan penyergapan yang dilakukan aparat keamanan maupun nyawa jurnalis.
Yosep berharap pedoman peliputan terorisme dapat terbentuk dan disahkan saat Rapat Pleno Dewan Pers pada Oktober 2014.
Ketua Umum Asosiasi Jurnalis Independen Eko Maryadi mengatakan wartawan perlu menjaga diri saat meliput penangkapan teroris.
Eko menambahkan jurnalis dilarang mengeksploitasi sadisme dan kekerasan dan tidak boleh mendramatisasi peristiwa.
"Jurnalis harus paham bahwa media bisa dijadikan alat propaganda baik oleh pelaku teror, aparat hukum maupun pemilik media. Oleh karena itu perlu cek ricek dalam membuat berita," kata Eko.
Sejumlah poin yang masuk ke dalam pedoman peliputan terorisme antara lain wartawan harus memprioritaskan keselamatan jiwa, menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan jurnalistik, menghindari glorifikasi tindakan terorisme, dan tidak menayangkan siaran langsung peristiwa pengepungan untuk melumpuhkan terduga terorisme.
Pewarta: Bayu Prasetyo,
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014
Tags: